Fiction
Cerpen : Kembang Singkong

7 Sep 2018


“Dasar, mental tikus! Masa dia datang kepada Dayan, Pah. Katanya, ‘Hasil tes Bapak itu sebenarnya masuk sepuluh besar. Tapi masih tidak aman karena banyak yang lewat jalur belakang. Nah, saya bisa bantu untuk mengamankannya. Tarif jalur belakang PNS sekarang ini seratus jutaan. Bapak hanya perlu menyediakan tiga puluh juta rupiah saja. Tidak besar, hanya untuk uang jajan yang ngurusnya saja. Itu juga dibayarkannya nanti saja setelah benar-benar keterima.’ Dia bilang begitu, Pah.”
 
“Ya, kalau memang Dayan mau masuk, Papah bisa menyediakan uang sebanyak itu,” kata Kang Dira, yang memang sudah di-calling oleh Ratmi. “Papah ini bagaimana? Kok, sama-sama ingin jadi tikus, sih? Dayan yakin, diminta seratus juta pun, hari ini, Papah pasti bisa menyediakannya. Tapi, cara seperti ini kan yang ditolak Dayan sejak dulu, Pah.
 
Sampai kapan pun Dayan tidak akan kompromi. Dayan tidak menyesal sikap ini menyusahkan pekerjaan Dayan. Dayan hanya menyesal, dulu, menyampaikan sikap ini mungkin salah, kepada Mamih, sehingga Mamih marah, sampai sekarang.”
 
Ratmi mendengarkan percakapan itu diam-diam.Dia makin yakin, Dayan memang keras kepala. Dayan lebih memilih bekerja di perusahaan komputer kecil yang gajinya hanya dua juta rupiah
per bulan. Dua tahun kemudian Dayan pindah ke kampong istrinya.
 
“Dayan itu anak kita yang paling hebat, Mih. Dia lebih mandiri, lebih bekerja keras,” cerita Kang Dira. “Sekarang dia bertani singkong, membuat keripik singkong. Langganannya sudah menyebar di kota-kota besar Indonesia.”
Ya, Dayan memang keras kepala. Keras kepala yang dulu menjatuhkan harga diri, ego, kehormatan, dan kebanggaan Ratmi sebagai pegawai sukses. Tapi setelah pensiun, setelah makin sering merasa kesepian entah oleh apa, Ratmi diam-diam menganggap sikap Dayan adalah sesuatu yang luar biasa. Sikap yang indah dalam mengisi hidup. Karenanya, suatu subuh Ratmi membangunkan suaminya.
 
“Pah, perkebunan kita sekarang ditanami apa?” tanyanya lembut.
 
Hah, apa, Mih?” Dira terbangun. ”Mamih mau ke kebun? Mau lihat panen kacang tanah?”
 
“Bukan, Pih. Mamih ingin ke kebun singkong. Mamih ingin bakar singkong, seperti dulu, waktu kita masih berdua.”
 
“Kita tidak menanam singkong. Yang selalu menanam singkong, ya, Dayan....” (f)
 
 
***

Yus R. Ismai l

Cek koleksi fiksi femina lainnya di:


Topic

#fiksi, #ceritapendek

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?