Career
Mau Banting Setir Pindah Jalur Karier? Kenapa Tidak?

24 Oct 2017


Foto: 123RF

Tidak ada yang tidak mungkin dalam karier, termasuk berpindah jalur karier. Apalagi banyak alasan bisa mendorong perubahan ini. Bagaimana pendapat dan saran konsultan karier tentang perubahan karier yang drastis?
 
Saat duduk di bangku SMA, Rezzy Nizawati (29) memegang teguh keinginan untuk berkarier di dunia radio broadcasting. Seperti kebanyakan anak muda yang idealis dan lebih mengejar passion ketimbang uang, ia pun mencari jalan untuk bisa jadi penyiar radio. “Setelah lulus SMA, saya gagal masuk jurusan komunikasi, tapi diterima di Sastra Prancis Universitas Indonesia. Namun, selalu ada jalan buat jadi penyiar. Saya masuk dulu ke radio komunitas kampus di UI (RTC UI FM). Tahun 2008, saya  memberanikan diri apply ke radio impian yang sedang melakukan perekrutan penyiar baru. Dari situlah karier radio saya dimulai,” kisahnya.
 
Kariernya di dunia broadcasting radio cukup bagus. Dari radio kampus, ia berhasil menjadi penyiar paruh waktu di stasiun radio terkenal di Jakarta. Bahkan, sudah sampai menjadi produser. “Saya bahagia banget menjalani karier ini. Tapi, setelah berusia 24 tahun, saya mulai berpikir untuk mencari sumber penghasilan yang lebih mapan untuk menjamin masa depan,” katanya.
 
Walau menjadi penyiar adalah impian, Rezzy tetap harus berpikir realistis karena ia tulang punggung  dalam keluarga setelah ayahnya tiada, sehingga membutuhkan pekerjaan yang lebih mapan. Berbekal ilmu bahasa Prancis, ia pun mencoba melamar ke Kementerian Luar Negeri (Kemlu), dan diterima.
 
Kondisi yang berubah juga bisa menjadi pemicu perubahan karier. Seperti yang dialami Diah Waskito (35) saat memutuskan ‘pindah’ dari bekerja di back office sebagai sekretaris sebuah bank, menjadi front office bagian hubungan masyarakat di sebuah rumah sakit. “Karena saya pindah dari Jakarta ke Yogyakarta untuk urusan keluarga, saya mencari pekerjaan baru dan tertarik mencoba bidang lain dengan peluang bisa berkembang di bidang humas,” ujarnya.
 
Ia mengakui, meski berarti harus belajar banyak hal baru, di bidang humas ia memiliki kesempatan untuk mengembangkan ide-ide, bekerja bersama tim, dan menemui orang banyak di luar. Ini tidak ia temukan saat menjadi sekretaris. Menurut Elvi Fianita S.Psi., konsultan karier dan penulis buku Happy Career, seperti yang terjadi pada Diah dan Rezzy. rata-rata orang mau melompat ke karier yang berbeda banget, yang membutuhkan effort yang juga besar sekali, karena ada keleluasaan tertentu yang ingin ia dapatkan.
 
Pindah jalur karier bisa berarti perubahan yang besar. Jika jalurnya berbeda, diperlukan usaha lebih seperti memperkaya diri dengan ilmu baru yang dapat membantu pekerjaan baru. Ini dianggap salah satu konsekuensi yang harus siap dilakukan.  Seperti yang dialami Rezzy, yang memulai karier baru dengan belajar ilmu baru. Sebelum kerja masuk ke unit, selama satu tahun ia dibekali pendidikan kediplomatan bagi CPNS.
 
Lalu, tahun 2015, dua tahun setelah diterima mobil yang berjalan tanpa membawa bensin yang cukup. Suatu saat kita akan bosan atau kehabisan energi. Minat akan menimbulkan emosi positif ketika menjalaninya. Emosi positif adalah energi,” jelasnya.  Cara dan kecepatan belajar ilmu baru tiap orang bisa berbeda-beda. Namun, untuk karier yang membutuhkan penguasaan ilmu tertentu, dibutuhkan belajar antara 1-5 tahun. Bahkan dibutuhkan tambahan pendidikan formal selain pengalaman belajar secara langsung.
 
Profesi yang membutuhkan penguasaan ilmu dengan belajar yang lebih lama ini biasanya terkait dengan pekerjaan yang menuntut keahlian khusus (expertise), mulai dari sekretaris (D-3), asisten akuntan(S-1), teknisi (D-1 atau D-2), hingga operator komputer (D-3). Jadi, yang butuh sekolah dulu, biarpun singkat (D-1 misalnya). Kalau butuh pengalaman sebagai ahli/expertise, biasanya di bidang seni, tidak harus melalui sekolah. tapi yang jelas harus terus berlatih.
 
Inilah mengapa minat menjadi penting sebagai pertimbangan dalam perpindahan profesi. Karena sama sekali tidak ada pengalaman, sudah tentu kita harus mendedikasikan waktu lebih banyak dibandingkan dengan orang lain untuk belajar. “Membangun hubungan dengan rekan-rekan yang sekarang juga tidak kalah pentingnya. Mengapa? Bagaimanapun juga mereka memiliki pengalaman lebih dan jika kita dapat membangun hubungan baik dengan cepat, kita dapat mengakses ‘tips and trick’ yang mereka miliki dalam menghadapi tantangan kerja, yang dapat dengan cepat membantu kita untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan,“ jelas Elvi.
 
Menurutnya, akan lebih baik lagi jika kita bisa menemukan role model atau karyawan lain yang sukses, untuk ditiru karena ia memiliki hal yang lebih baik dibandingkan karyawan lain. Apa yang ia lakukan? Kualitas dan kemampuan apa yang ia miliki? Bagaimana kita dapat mengejar kemampuan itu?
 
Selain itu, kita juga perlu memikirkan sisi finansial yang cukup, mengingat proses yang dijalani sering kali membuat kita tidak memiliki banyak waktu untuk mencari nafkah seperti semula. Belum lagi, dakalanya kita juga harus bersedia melakukan pengorbanan dari sisi keuangan, dengan mengikuti seminar atau kursus dengan inisiatif dan biaya sendiri.
 
Jika Anda masih memiliki waktu luang di akhir pekan, Elvi menyarankan untuk ikut kegiatan sukarelawan yang menuntut penggunaan ilmu yang sama dengan tuntutan karier yang baru. Ini akan membantu mempercepat penguasaan. Saat menjadi sukarelawan, biasanya tekanannya tidak terlalu besar, sehingga Anda dapat belajar dengan lebih santai dan memuaskan rasa ingin tahu Anda dengan lebih leluasa.
 
Yang juga perlu disadari adalah kemungkinan perubahan budaya. Perubahan yang sangat drastis membuat Rezzy mengakui sempat mengalami culture shock menjadi pegawai negeri sipil dan birokrat. Berbeda sekali dengan suasana kerja dan busana di radio, yang cenderung kasual dan orang-orang yang kebanyakan berjiwa muda. Di Kemenlu suasananya jauh lebih formal.
 
“Di sini saya bekerja dengan berbagai macam generasi. Saya masih harus terus belajar etika yang baik dalam bekerja di sebuah kementerian. Saya harus lebih memahami sistem, hierarki, dan sebagainya, “ ujarnya.(f)


Baca juga:


Topic

#pindahkarier

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?