Career
Ini Kata 4 Lady Boss Tentang Tantangan dan Keunggulan Perempuan Pemimpin

5 Oct 2021

Indonesian Women's Forum 2021
 

Indonesian Women’s Forum (IWF) 2021 yang berlangsung selama tiga hari, 27-29 September 2021 menghadirkan puluhan pembicara wanita hebat di bidangnya masing-masing. Hari pertama yang diperuntukan bagi wanita karier ini membahas tentang The Future of Workplace, tantangan dunia kerja di masa depan. Hadir sebagai pembicara kunci, Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Ida Fauziyah. Terasa energi kuat dari topik dan para pembicara yang hadir.

Dalam kesempatan ini, Ida Fauziyah menyampaikan dukungannya pada kegiatan Indonesian Women's Forum 2021. Menurutnya tantangan besar bagi pekerja perempuan di masa depan adalah revolusi digital. "Kunci utamanya adalah adaptif dan inovatif terhadap segala perubahan. Kita harus memiliki modalitas yang tepat untuk menghadapi tantangan kerja yang dinamis, yaitu kompetensi diri dan skill lewat pelatihan yang semakin mudah didapat lewat digital. Wanita masa kini perlu memiliki literasi digital yang baik agar tidak tertinggal dan dapat memimpin," kata Ida. 


Istimewa, di hari pertama IWF 2021, hadir 4 perempuan pemimpin muda. Mereka adalah pemimpin-pemimpin muda dari berbagai bidang atau industri, dengan track record kerja yang membanggakan. Mereka berbagi pengalaman dan sudut pandang berkaitan dengan leadership dan dunia kerja saat ini dan masa mendatang dalam konferensi panel dengan judul The Next Generation Leader yang dipandu oleh moderator Petty S. Fatimah, CCO Femina. 

Persaingan global pun diungkap dengan gamblang, namun sangat mendorong perempuan lain untuk mengasah keterampilan dan memiliki aspirasi tak terbatas. Mari simak tentang tantangan dan keunggulan perempuan pemimpin dari sudut pandang 4 lady boss: Sharlini Eriza Putri, CEO Nusantics; Dessy Sukendar, Policy Program Manager Facebook Indonesia; Julisa Tambunan, Gender and Inclusion Lead - Malala Fund; dan Alison Jap, Chief of Internasional Partnership DOKU. 
 

Ketika Mutitasking Jadi Kekuatan

Walaupun kemampuan multitasking ini kerap menjadi pertanyaan juga, apakah hasilnya akan baik dibandingkan jika kita fokus hanya pada satu hal saja, memikirkan dan mengelola banyak hal secara bersamaan selalu dikatakan sebagai keterampilan spesial perempuan. Terlepas dari mitos atau fakta seputar multitasking, Sharlini Eriza Putri, CEO Nusantics, yang menjadi pembicara pertama mengatakan itu adalah satu keunggulan perempuan yang sangat diperlukan terutama di bidang science, technology, engineering and mathematics (STEM), khususnya perusahaan bioteknologi yang digelutinya. 

Menurut Sharlini, sejak zaman dahulu, sains dikaitkan dengan logika murni semata (pure logic). Ketika ada penyakit apa pun, kita bikin solusi yang tidak sustainable. Pakai antibiotik, misalnya, bakteri baik juga dibunuh. Kenyataannya, makin jelas, bahwa fenomena-fenomena kehidupan saling terhubung. Di sini perempuan memiliki keunggulan, karena bisa berpikir detail dan membaca semua spektrum. “Di era sekarang, kita makin sadar bahwa hidup itu multivariabel. Tidak bisa lagi kita berpikir dengan pure logic. Kita harus punya sense interaksi antarvariabel. Kita harus embrace complexity. Dan perempuan, sebagai makhluk yang biasa multitasking, bisa melakukannya,” kata Sharlini. 

Kepemimpinan yang diterapkan oleh Sharlini, terutama di tengah kondisi pandemi saat ini, adalah berfokus pada hasil. “Selama pandemi ini banyak ibu berjuang keras menjaga anak dan bekerja dari rumah. Double role, harus sama-sama paham. Yang penting hasilnya. Aturan-aturan dilonggarkan, tapi harus ada target yang dicapai,” kata Sharlini

Membawa Nilai Lokal dan Inklusif

Dunia saat ini ibarat kampung raksasa tak bersekat. Siapa pun bisa memilih hidup dan berkarier di belahan dunia mana pun, tentunya dengan kriteria memiliki keterampilan yang mumpuni. Dessy S. Sukendar, Policy Program Manager Facebook Indonesia, membagikan pengalamannya membangun karier internasionalnya. Dengan humble dia mengatakan bahwa apa yang dia lakukan tidak lain dari proses bercermin pada rekan-rekan partner wirausaha yang dibantu Facebook. “Mereka memiliki values yang keren-keren. Cara mereka memimpin perusahaan juga sesuatu yang saya pelajari dan aplikasikan dalam pekerjaan,” ungkap Dessy.

Ada 2 poin penting yang disampaikan Dessy jika perempuan ingin membangun karier internasional.
  1. Percaya diri memiliki nilai lokal. Yang dicari orang-orang internasional dari orang Indonesia adalah masukan-masukan atau insights yang bersifat lokal. Jadi nggak perlu pura-pura jadi orang yang sophisticated. Karena yang dibutuhkan adalah pemahaman kita mengenai hal-hal yang dibutuhkan audiens, tahu permasalahan di bawah, dan solusi yang dibutuhkan. “Kombinasikan dengan profesionalisme kita. Jadi kita punya system yang bagus, tapi insight lokal yang bagus juga. Ini bisa digunakan dalam konte” Mks bisnis maupun pekerja yang ingin membangun karier,” kata Dessy.

  2. Inklusivitas. Salah satu nilai membangun karier yang dipegang Dessy adalah kontribusi agar semakin banyak orang terdampak dengan apa yang dimilikinya. “Materi dan pengetahuan adalah sesuatu yang sangat penting dan selalu saya bawa dalam karier. Saya sendiri ingin membagikannya kepada orang lain, agar kita sesama perempuan atau orang lainnya bisa maju sama-sama. Inklusivitas itu universal,” kata Dessy.

Pengalaman, Percaya Diri, dan Otentik 

Banyak bidang dan peluang yang siap ditembus oleh perempuan hingga ke belahan dunia mana pun, termasuk bekerja dan menjadi tenaga ahli di NGO (non government organization). Julisa Tambunan, Gender and Inclusion Lead - Malala Fund, membuktikannya. Berpindah-pindah NGO dan negara berbeda. Dari Unicef hingga Malala Fund, yang saat ini membawanya bermukim di Inggris.

Menurutnya, salah satu skill yang diperlukan orang-orang yang bekerja di bidang social justice dan NGO adalah pengalaman. “Kita harus menyadari dan mengalami sendiri ketidaksetaraan, hidup di tempat yang lebih rentan. Hal-hal ini yang membuat kita tahu solusi-solusi yang diperlukan. Malala Fund mendukung karakter lokal untuk bisa memajukan anak perempuan di konteks masing-masing,” ungkap Julisa. 

Bicara tentang persaingan global, Julisa menekankan bahwa ini tidak ada kaitannya apakah Anda lulusan universitas dalam negeri atau luar negeri. Kompetensi dan kualitas yang bicara. Penting untuk mencari benchmark dan mengapa orang tersebut menjadi benchmark sebagai tolok ukur. Perempuan juga perlu memahami bahwa ada hambatan-hambatan yang tidak terlihat (glass ceiling) dan mencari cara memecahkannya. 

“Yang penting doing a lot of inner work. Kadang kita merasa kita bukan lulusan luar negeri dan kulit berwarna, merasa imposter. Lakukan inner work, karena kita punya hak duduk di meja yang sama dengan siapa pun dari berbagai bangsa. Kita nggak kalah, dan berani jadi otentik. Itu penting sekali. Banyak membaca, lihat role model. Sehingga kita lebih percaya diri dalam bersaing,” kata Julisa.   

Your Gender Doesn’t Matter

Bidang financial technology (fintech) baru belakangan ini naik daun di Indonesia. Walaupun, perusahaan fintech DOKU sudah berdiri selama 14 tahun. Di sini Alison Jap, Chief of Internasional Partnership DOKU mengembangkan kariernya. Dengan bangga ia mengungkap bahwa 2 dari 3 pendirinya adalah perempuan, dan kini 3 dari 4 direkturnya adalah perempuan. 

Ia mengakui, bukan hal yang aneh jika banyak perempuan memiliki karier cemerlang dan menduduki posisi tinggi di bidang finansial hingga menjadi Chief Financial Officer, karena bidang ini memerlukan perhatian mendetail, sementara keunggulan perempuan adalah pada detail. 

Namun, jangan lupa, industri fintech memiliki unsur teknologi. Sayangnya, ungkap Alison, jumlah perempuan di bidang ini masih sedikit. Untuk menjadi computer engineering, harus memiliki dasar engineering. Di Indonesia, ini masih didominasi laki-laki.

Namun, Alison menegaskan, harusnya tidak ada penghalang jika bicara skills. Apalagi, fintech adalah layanan publik untuk semua orang, laki-laki dan perempuan. Tentunya, kata Alison, untuk membuat produk fintech yang bisa digunakan semua orang, maka orang yang bekerja juga harus merepresentasikan users-nya. “Karena itu, DOKU merekrut female engineer. Your gender doesn’t matter. Your skill set matters,” tegas Alison.
Ia pun mengingatkan agar perempuan harus berani dan terus mengasah skill mereka di bidang apapun, tanpa kecuali. Karena dengan skill yang tepat dan sifat dasarnya, perempuan bisa menjadi pemimpin yang membawa perubahan lebih baik bagi orang di sekitarnya. (f)  

 

Penulis: Gracia Danarti


Baca Juga: 

Adaptasi Dunia Kerja yang Tak Lagi Sama
Kejar Karier di Perusahaan Start-up, Miliki 4 Skill Ini
BUMN Butuh Lebih Banyak Pemimpin Perempuan

 



Topic

#iwf2021, #wanitapemimpin, #conference, #nextleader

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?