Di tengah kesibukan itu, Yohana tidak pernah melewatkan waktunya untuk bisa bercengkerama dengan ketiga anak-anaknya: Marcia Baransano (31), Dina Maria Danomira (19), dan Bernardus Danomira (16). Komunikasi, menurutnya, menjadi syarat terpenting dalam menjaga ketahanan sebuah keluarga.
Yohana beruntung, ketiga anaknya adalah anak yang telah terlatih hidup mandiri sejak kecil. Marcia dan Dina yang kuliah di negeri orang selalu berusaha mencukupkan biaya hidup dengan jatah yang diberikan oleh beasiswa. Kalau Marcia adalah alumnus Fullbright, maka Dina saat ini menjalani beasiswa dari Pemerintah Daerah Papua.
Kemandirian menjadi hal yang ditekankan oleh Yohana kepada putrinya, sebab hal inilah yang juga didapatnya dari sang ayah. Ia ingat, ayahnya sering mengumpulkan kesebelas anaknya untuk memberikan nasihat. Terutama untuk ketujuh anak perempuannya. Yohana adalah anak nomor dua, perempuan pertama di keluarganya.
“Papa ini keras kepada kalian supaya kalian bisa jadi wanita yang mandiri dan kokoh. Sehingga, ketika ada masalah dengan suami, kalian bisa siap dan tidak menderita,” ujar Yohana, mengulang nasihat ayahnya.
Sudah terbiasa melakukan apa-apa sendiri, di awal bertugas sebagai menteri, Yohana sering merasa jengah dan tidak nyaman harus dikawal-kawal ke mana-mana. Namun, karena ini sudah menjadi bagian dari protokoler, mau tidak mau ia harus membiasakan diri. “Padahal, di Papua saya hobi pergi dengan menyetir sendiri. Kapan pun ingin ke Danau Sentani, saya tinggal pergi ke sana, parkir, dan menikmati keindahan alam danau dan udaranya yang segar. Hal-hal seperti ini yang membuat saya kangen pulang,” ungkap Yohana.
Terkadang, ketika pikirannya sudah terlalu penuh dan ingin pengalihan, maka ia akan meminta sang ajudan untuk membawanya ke mal. “Saya duduk-duduk saja di sana menikmati live music. Begitu saja rasanya sudah senang dan terhibur,” ujarnya, tertawa.
Di sore hari, ia juga suka pergi menikmati taman Monas yang tak jauh dari kantornya. Ia akan duduk bersama ibu-ibu pedagang keliling di atas terpal plastik dan mengobrol bersama. Lucunya, tak satu pun dari mereka yang sadar tengah bercengkerama dengan seorang menteri. “Senang sekali bisa mengobrol bersama mereka. Mencari tahu bagaimana ibu-ibu ini berjuang menghidupi keluarganya,” ungkap Yohana.
Ada satu hal lagi yang membuat Yohana merindukan Papua, yaitu papeda dan ikan laut segar Papua yang tidak tercemar. “Selama di Jakarta saya sering harus beradaptasi dengan masakan Jawa, seperti sayur lodeh atau tempe orek,” cerita Yohana, tertawa. Meski begitu, rasa ketertarikan terhadap kekayaan kuliner Nusantara membuatnya penasaran mengintip dan bertanya ini itu tentang bumbu dan cara pembuatannya.
Beruntung, hingga saat ini, kiriman sagu dari Papua memastikan ketersediaan papeda di atas meja makannya. “Sebab, di Papua orang makan dengan papeda, bukan nasi,” katanya. Sementara itu, untuk mengobati rasa kangen-nya pada ikan laut, sesekali ia mendapat kiriman paket ikan segar dari Papua!
Naomi Jayalaksana