Celebrity
Si Bandel Jadi Aktivis

3 Jul 2015


Kelelahan teramat sangat dirasakan Kamsinah Bolen begitu tiba di Lima, Peru. Selama dua hari ia menyeberangi benua, dari desanya di Redontena, Kecamatan Kelubagolit, Kepulauan Adonara,  Kabupaten Flores Timur, sampai ke Kota Lima di Peru. Ia menempuh perjalanan darat berliku di bawah panas matahari, menyeberangi laut dengan kapal, naik bus, hingga terbang dengan pesawat melintasi perbedaan waktu, sebelum akhirnya tiba di belahan selatan Benua Amerika itu. 

Namun, kelelahan ini tak sebanding dengan kebanggaannya menjadi wakil aktivis program Ibu Inspirasi untuk menerima penghargaan Momentum for Change Lighthouse Activity dari United Nations Framework Conference on Climate Change (UNFCCC). Bersama 300 wanita aktivis Ibu Inspirasi lainnya di seluruh Indonesia, ia membawa teknologi tepat guna ke pelosok Flores untuk memberdayakan wanita pedesaan dan menggerakkan perekonomian lokal.
 
Si Bandel Jadi Aktivits


Bertani adalah latar kehidupannya. Seperti umumnya warga Adonara yang memilih tinggal di pulau dan tidak merantau, orang tuanya berladang jagung, menanam ubi, dan menenun. Di tengah kesederhanaan hidup inilah ia kemudian menyadari bahwa sebetulnya Pulau Flores menyimpan banyak potensi.
“Sayangnya, entah karena kemalasan, ingin uang cepat, atau apatis, banyak yang kemudian memilih mengadu nasib di negeri orang, seperti ke Malaysia. Memang benar, menjadi TKI memberi rezeki, tapi di sisi lain banyak juga TKI yang bukannya digaji, malah dianiaya. Tidak sedikit juga yang kemudian justru menelantarkan keluarganya karena diam-diam menikah lagi, atau terjerat kehidupan yang sulit di negeri orang,” ungkap wanita kelahiran 7 Agustus 1971 ini, sedih.

    Menengok kembali perjalanannya, tak pernah sedikit pun tebersit di benaknya ia akan menjadi seorang aktivis. “Dulu, saya hidup untuk kesenangan saya sendiri. Saya ini tomboi dan bandel. Nilai rapor sering kebakaran. Hobi bolos. Saya buang tas ke jendela, lalu saya kabur. Saya tidak lulus SMU, karena dikeluarkan oleh sekolah,” ujarnya, menertawakan diri mengenang kenakalannya.

    Meski bandel, Kamsinah memilih tinggal di tanah kelahirannya. Ia tak tergiur merantau ke luar Adonara, seperti kebanyakan temannya. Pernah selama tiga bulan ia  mencicipi udara Jakarta di rumah seorang paman, tapi tak betah. Akhirnya, ia membantu kakaknya berdagang barang-barang ‘impor’ dari Tanah Abang di Adonara. Semua ini berubah saat ia mengenal Bernadete Deram, pendamping lapangan PEKKA, pada tahun 2002.

Pertemuan ini terjadi ketika ia, karena rasa penasaran, ikut-ikutan menghadiri pertemuan PEKKA yang kala itu sedang membina para wanita yang telah menjanda di desanya. Mendengar perjuangan para wanita ini, hati Kamsinah terketuk. Terutama saat tahu bahwa banyak dari para wanita tersebut yang menjanda karena ditinggal suaminya, dan masih harus menghidupi anak sebagai orang tua tunggal tanpa nafkah tetap.
“Mereka hanya menggantungkan penghidupan dari menenun. Tapi, sayangnya, jerih payah mereka ini lebih banyak dinikmati tengkulak, akibat jeratan utang,” cerita Kamsinah, yang kemudian bertekad menjadi relawan PEKKA. Kebetulan ia punya motor, sehingga bisa menjangkau ibu-ibu  di pelosok.

Dari komitmen sehari seminggu, akhirnya Kamsinah benar-benar mencurahkan kesehariannya untuk menjadi relawan PEKKA. Termasuk salah satunya, membuka telinga dan hatinya untuk mendengar curahan hati para ibu yang kebanyakan masih buta huruf. Dari sini, ia mulai mengajari para ibu ini untuk belajar pembukuan sederhana. Keahlian ini penting agar mereka dapat meraih kepercayaan PEKKA dalam mengelola bantuan modal kerja dari organisasi itu.

Kamsinah juga membagikan ilmu kewirausahaan yang diperolehnya selama pelatihan untuk mendampingi usaha para ibu. Di antaranya, bagaimana mengelola bisnis tenun, mengolah minyak dari bahan baku kelapa yang melimpah, atau menjadi pedagang kecil asongan.
Kesungguhan dan kedekatannya dengan para ibu membuatnya ditarik menjadi kader PEKKA (2004). Kegiatan menjadi aktivis ini pula yang lantas mendorongnya untuk merampungkan pendidikan yang dulu sempat terbengkalai. Di usia 38 tahun, ia akhirnya memperoleh ijazah SMA!

    Melalui program Ibu Inspirasi, kegigihan Kamsinah dalam ikut memberdayakan kaumnya dan mendongkrak perekonomian keluarga di pelosok Adonara membuahkan pengakuan dari dunia internasional. Seperti yang juga diakui oleh Saraswati Ratnanggana, Communications Officer Kopernik.

“Program Ibu Inspirasi ini tidak akan berjalan jika tidak didukung kegigihan seperti yang dilakukan Kamsinah Bolen. Ia tidak hanya mengenalkan teknologi tepat guna, tapi pada akhirnya memotivasi warga untuk lebih menghargai lingkungan, serta mendongkrak perekonomian di daerah terpencil,” ujar Saraswati, mengapresiasi jerih payah Kamsinah bersama 300 wanita lainnya yang tergabung di program tersebut.

Bagi Kamsinah, perjalanan ke Peru tidak hanya memberikan atmosfer dan pengalaman baru di negara asing. Ia juga bisa bertemu dan mendengar orang-orang hebat dunia berbicara tentang upaya gotong royong untuk mewujudkan bumi yang lebih layak untuk diwariskan kepada anak cucu.

“Di hari terakhir, saya sangat terkesan pada seorang pria dengan penuh semangat memaparkan kritisnya kondisi bumi saat ini, serta mengajak kami semangat bergerak menyelamatkan bumi. Hebat sekali pidatonya. Belakangan saya baru tahu, dia adalah Al Gore, politikus yang kemudian menjadi aktivis lingkungan terkenal,” ujar Kamsinah, yang senang sekali karena bisa berfoto bersama Ketua PBB, Ban Ki Moon.

Pengalamannya ini tidak membuatnya terbuai di awang-awang. Ia kembali menjejakkan kedua kakinya ke bumi. Terdorong oleh para tokoh inspiratif di Peru, ia makin giat dalam membawa teknologi tepat guna dan ramah lingkungan itu ke  lebih banyak desa. Ia menapaki jalan yang berbukit dan berbatu, hingga menyeberang ke pulau lain, seperti Pulau ke Lembata yang berombak besar.

Tak berhenti di situ, bersama rekan-rekan organisasinya, wanita yang kini menjabat sebagai manajer PEKKA untuk Lodan Do’e Centre serta Ketua Serikat PEKKA di tingkat Kabupaten Flores Timur ini juga mengembangkan pengolahan keripik ubi dan minyak kelapa VCO. Ia juga mengajak masyarakat untuk memanfaatkan lahan kosong dengan tanaman pangan agar kembali menghijau. Hasil tanamannya bisa memenuhi kebutuhan gizi keluarga, dan dijual untuk membantu perekonomian.

Kerja keras Kamsinah tidak hanya berhasil mengangkat beban wanita di daerahnya, tapi juga meningkatkan kehidupan  pribadi dan keluarga besarnya. Dengan komisi yang dikumpulkannya sebagai agen teknologi, wanita lajang, bungsu dari tujuh bersaudara ini tidak hanya bisa menghidupi dirinya sendiri, tapi bisa membantu biaya hidup dan kuliah keponakannya yang telah yatim.

“Uang bukan tujuan saya semata. Misi adalah mampu membantu banyak orang. Ini membuka pikiran komunitas untuk lebih peduli pada lingkungan, menghemat pengeluaran sehari-hari, dan merencanakan masa depan yang lebih baik," ujarnya.(f)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?