Celebrity
Rutin Detoks Jiwa

9 Jan 2015


Siang itu Anggun menyambut hangat femina di suite-nya di salah satu hotel bintang lima di bilangan Thamrin, Jakarta. Cocktail dress putih yang membalut tubuhnya terlihat minimalis, namun elegan, serasi dengan kulitnya yang seksi kecokelatan. Dan, seperti biasa, rambut hitamnya yang lurus panjang hanya digerai, penampilan khas yang ia pertahankan sejak memulai karier di dunia musik internasional tahun 1997. Dilihat dari tutur kata dan gerak-geriknya, Anggun memang bukan wanita yang ‘keberatan’ nama.

Rutin ‘Detoks’ Jiwa

Melihat sosok wanita yang ciri khasnya tidak pernah berubah ini, femina heran campur kagum. Apa ia tidak pernah tergoda untuk memotong atau mewarnai rambutnya? Anggun pun tertawa. “Saya tidak bisa seperti Madonna atau Rihanna yang bisa mengganti look dengan drastis tiap bulan. Lagi pula, penampilan ini adalah total packaging saya. This is me,” ujar wanita yang mengaku rambutnya justru low-maintenance. “Habis, saya enggak bisa duduk berlama-lama di salon,” ujarnya, tertawa.
    Berbincang dengan penyanyi dengan jam terbang internasional ini, pertanyaan soal identitas sebagai wanita Indonesia seakan tidak bisa dihindari. Sebab, selama 17 tahun berkarier, godaan untuk tampil beda atau mengikuti tren pastinya tidak sedikit. Tapi, ia terlihat tetap konsisten dengan ke-Indonesiaannya. Bukan hanya soal penampilan, tapi juga soal integritas dan nilai-nilai sebagai seorang seniman.
    Pasalnya, perjalanan hidup Anggun memang cukup panjang, yang dimulai lama sebelum single-nya, Snow on the Sahara, menjadi hit dunia tahun 1998. Pelajaran penting yang ia dapat dari sana: yang lebih sulit dari memulai karier adalah mempertahankannya. Terutama karena industri musik berkembang begitu pesat dan selera pasar berubah-ubah. “Satu-satunya cara yang bisa saya lakukan adalah dengan menunjukkan kejujuran dan konsisten dalam penampilan di atas dan di luar panggung,” kata salah satu juri Indonesia’s Got Talent ini.
    Sambil menyesap teh hangat, Anggun bertutur bahwa tantangan terbesar musikus, penyanyi, atau seniman apa pun yang harus memenuhi selera pasar adalah menjadi diri sendiri. Karena itu, ia merasa bahwa PR terbesarnya adalah mengenal diri sendiri. Bukan sekadar ambisi yang mengawang-awang, ia mendapat bantuan profesional dari seorang psikoterapis di Prancis.
Kata Anggun, di negara yang memperhatikan kesehatan jiwa penduduknya itu, psikoterapi adalah salah satu pelayanan kesehatan dasar untuk siapa saja. Ia pun tak segan memanfaatkannya, sambil menampik ide bahwa psikoterapi hanya untuk mereka yang memiliki gangguan jiwa saja.
“Saya punya banyak pertanyaan yang susah terjawab hanya dari curhat kepada teman. Tapi, dengan bantuan profesional, saya diarahkan untuk bisa mencari jawabannya dari dalam diri sendiri. Buat saya, proses ini seperti ‘detoks’ jiwa,” kata Anggun yang juga gemar membaca buku-buku novel Prancis kontemporer untuk menambah wawasan.
Sesi-sesi psikologi ini diakui Anggun sangat membantunya untuk introspeksi diri dengan lebih sistematis dan efektif. “Kalau hanya sendiri, saya pasti cenderung malas mikir, malas berubah, dan stuck di suatu pemikiran atau satu masalah tanpa ada solusi. Sementara, pekerjaan saya rentan stres. Kalau dibiarkan terpendam, sewaktu-waktu bisa meledak,” ungkapnya.
Harus menjalani peran sebagai ibu, istri, sekaligus entertainer yang harus ‘bermain’ di industri dengan atmosfer budaya yang berbeda-beda, Anggun merasa bahwa proses introspeksi dan refleksi diri ini memudahkannya untuk melangkah. “Saya tidak mau menjalani hidup atau membuat keputusan tanpa tahu arah, atau tanpa tahu sebatas mana kemampuan saya. Kalau seperti itu, artinya saya hanya nrimo dan nrimo,” ungkapnya, lugas.
Mungkin itu sebabnya, Anggun merasa sekarang sudah berada di titik karier yang paling memuaskan. Tentu, ia bisa lebih sukses atau lebih terkenal lagi. Tapi, bukan itu ambisinya. “Tiap orang memiliki definisi sukses yang berbeda-beda. Saya sendiri belajar mengapresiasi jerih payah yang saya lakukan selama ini. Daripada mengejar penjualan album hingga sekian juta, saya lebih memilih untuk terus menulis lagu dan berkarya,” ujarnya.(PRIMARITA S. SMITA)




 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?