Celebrity
Puan Maharani: Cinta Politik dari Papa

27 Oct 2014

Dunia politik yang keras dan dikuasai pria sempat membuat Puan Maharani (41), putri bungsu Megawati Soekarnoputri dan Alm. Taufiq Kiemas, Ketua MPR 2009 -2014, ragu-ragu memasukinya. Namun, dukungan yang besar dari sang ayah membangkitkan rasa percaya dirinya.

Darah Politik
Di mata Puan, Taufiq Kiemas adalah sosok egaliter yang tidak hanya berperan sebagai ayah bagi putrinya, tapi juga mentor yang rajin memberi masukan-masukan dalam urusan politik dan kehidupan. "Menurut beliau, tak ada perbedaan antara wanita dan pria. Bahkan sebagai wanita, saya harus bisa menunjukkan kalau saya bisa melakukan apa yang pria lakukan."

Sebagai orang yang tumbuh besar di dunia politik, tak pernah sekali pun Puan mendapat paksaan, atau sekadar ajakan dari kedua orang tuanya untuk aktif di dunia politik. Padahal, sejak masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, ia sering ikut saat kedua orang tuanya melakukan kegiatan partai dan kampanye. Ketertarikannya mulai muncul saat menyaksikan kekalahan PDI-P di pemilu 2004. Rasa keingintahuan Puan mulai bangkit. Ada apa? Mengapa partai sebesar ini bisa kalah, padahal di pemilu sebelumnya bisa meraih hingga 33% suara?

"Papa hanya berkata, 'Jika kamu ingin jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan itu bukan hanya dari kata orang atau teori-teori, ini berarti sudah saatnya kamu masuk di dunia politik. Karena orang bisa saja berbohong, asal bapak atau ibu senang saja.”  Saya mengerti maksud Papa. Dengan terjun langsung dan berada di sana, saya akan belajar dan melihat sendiri kenyataannya. Tergerak dengan ajakan Papa, akhirnya saya siap untuk masuk dalam struktur kepemimpinan partai, dan menjadi salah satu ketua partai membawahi bidang Perempuan dan Anak, pada tahun 2007."

Banyak pelajaran dari sang ayah yang baru ia sadari manfaatnya setelah beliau berpulang. Dulu, ia sering kesal saat merasa ‘dipaksa’ menemani beliau bertemu dengan orang-orang penting yang tidak ia kenal.

"Saya biasanya menghindar dengan alasan  saya tidak bisa ngomong. Tapi, beliau bilang, 'Enggak perlu ngomong, yang penting kamu dengar.' Saat itu rasanya saya malas sekali ikut beliau. Namun kini, ketika Papa sudah pergi, saya baru menyadari maksud Papa mengajak saya. Dengan ada di sana, saya jadi mengenal mereka, dan mengetahui apa yang biasanya dibicarakan Papa dengan mereka. Tak hanya itu, saya juga mengerti sikap dan posisi seseorang terhadap suatu isu.  Menurut saya, hal ini sangat penting dalam dunia politik."


Semua Sama
Dukungan sang ayah menguatkan tekad Puan untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif di pemilu 2009. Ia berjuang untuk memenangkan suara terbanyak di daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah V yang meliputi Solo, Sukoharjo, Klaten, dan Boyolali. Lima hari dalam seminggu, dari pukul 9 pagi hingga 2 dini hari, Puan berkeliling ke sepuluh titik kampanye. Tak heran ia sempat merasa begitu lelah, fisik dan mental.

"Saat sedang lelah dan ingin menangis, dukungan dari Papa begitu terasa. Ia tak pernah absen menelepon tiap hari menanyakan kabar, dan itu mengembalikan semangat saya. Apalagi beliau tak pernah mengasihani saya. Ia sepenuhnya percaya dan yakin, saya pasti bisa melakukannya. Ketika saya bertanya kabar anak-anak, beliau selalu mengatakan saya tak perlu pusing memikirkan mereka, karena beliau yang mengurusnya dengan baik."

Pembagian tugas antara kedua orang tuanya membuat Puan bisa melihat bahwa mereka sangat moderat dan berpikiran terbuka. Berawal dari didikan mereka bahwa tak ada perbedaan antara Puan dengan kedua kakak laki-lakinya, Mohamad Rizki Pratama dan Prananda Prabowo.

"Intinya, jika kedua kakak saya bisa naik sepeda hari ini, berarti hari ini juga saya bisa. Apa pun itu. Dari memanjat pohon hingga menyetir mobil. Semua yang mereka lakukan pasti bisa saya lakukan. Dengan catatan, memang saya mau melakukannya. Kalau saya tidak mau, ya, tidak usah."

Namun, layaknya ayah yang khawatir terhadap putrinya, Taufik Kiemas juga sedikit ‘rewel’ jika itu sudah menyangkut urusan dandan atau masalah teman pria ketika Puan sedang beranjak besar. Hal ini membuat Puan tak pernah mengajak pria ke rumah, jika memang belum serius pacaran.

"Saya ingat, betapa hebohnya beliau kalau ada teman cowok saya datang. Ia akan mondar-mandir di ruang tamu, bolak-balik bertanya, bahkan sudah seperti interogasi. Atau kalau saya berpakaian sedikit terbuka, ia tak pernah langsung menyuruh saya mengganti pakaian, beliau hanya bertanya sedikit menyindir, “Apa roknya enggak ada yang lebih panjang?” Atau “Baju begitu memang lagi model, ya,”  Pokoknya, cukup nyebelin, deh,  he…he…he…. Tapi, itu yang membuat saya kangen Papa."

Manusia Biasa
Saat sang ayah masih ada, kehadiran beliau dalam hidup Puan terasa begitu besar. Tak heran, jika kepergian beliau untuk selamanya meninggalkan bergulung-gulung kenangan, seperti ombak yang selalu datang kembali menghampiri pantai. Mulai dari kenangan terhadap kebiasaan dan berbagai kegemaran sang ayah.  

"Papa hobi sekali nonton film, semua jenis film. Dari Indonesia, Cina, Korea, India, hingga Hollywood. Bahkan, saat ada film baru  beliau jauh lebih update dibandingkan saya dan anak-anak. Anak-anak saya senang sekali kalau bisa nonton bioskop atau DVD dengan kakeknya, karena Papa rajin bercerita dan selalu siap menjawab semua pertanyaan mereka. Film favorit Papa adalah James Bond. Ia hafal semua tentang film James Bond, dari yang pertama hingga yang terakhir."

Meski sedih, Puan merasa bahagia ketika mengetahui bahwa ayahnya dicintai banyak orang, bukan hanya keluarga.

"Saya baru menyadari kalau Papa itu cukup dermawan. Saat beberapa kali tahlilan, banyak tamu yang mengatakan bahwa Papa selalu membantu mereka tanpa pernah diminta. Bahkan ada yang baru tahu bahwa Papa membantu mereka setelah diberi tahu orang lain. Mereka bilang, Papa tak pernah mengharapkan balasan, yang Papa pesankan kepada mereka adalah satu, yaitu tolong bantu Papa menjaga saya."

Puan juga terharu ketika banyak orang yang tidak pernah ia kenal tiba-tiba mengucapkan terima kasih kepadanya karena merasa pernah dibantu sang ayah. Dari diberangkatkan umrah hingga dibiayai sekolahnya. Bahkan, menurut Puan, mereka juga menyatakan siap membantu, jika saya mengalami kesulitan.

"Papa memang sangat perhatian. Ia selalu mengurus segalanya hingga detail. Kalau kami mau mengadakan acara, semua akan diurus Papa.  Ia akan bertanya apakah tendanya sudah disiapkan?  Apakah AC yang disediakan cukup untuk jumlah tamu yang diundang? Makanan yang tersedia tidak bolah kurang. Intinya, beliau tak ingin tamunya merasa tidak nyaman."

Meski banyak yang belum ia berikan kepada sang papa, ia bersyukur sempat membuat ayahnya bangga. Tepat seminggu sebelum papanya berpulang pada 8 Juni 2013, ia telah menjawab tantangan dari ayahnya, bisa membawa kader partainya memenangkan pilkada di Jawa Tengah di tahun itu.

"Saya tak ingin berlega hati, masih banyak yang harus saya lakukan dalam memperjuangkan ideologi partai dan amanah Papa. Karenanya, saya selalu berpegang pada nasihat  Papa dan tetap berusaha menyosialisasikan empat pilar, pemikiran Papa, dalam kehidupan bernegara. Empat pilar itu adalah Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika." (f)


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?