Celebrity
Perjuangan Dyah Chandra Astari

30 Mar 2012

Perkenalan Pemenang III Wajah Femina (WF) 2011, Dyah Chandra Astari, dengan dunia modeling bermula karena sebuah kebetulan. Saat  berjalan-jalan ke sebuah pusat perbelanjaan di kota kelahirannya, Malang, sebuah agency model sedang menggelar lomba modeling.

Karena merasa sama sekali belum berpengalaman, Tari, panggilan akrabnya, hanya melintas di depan meja agency itu tanpa berminat mendaftar. Tetapi, sang pimpinan agency yang melihat postur tubuh Tari yang proporsional sebagai model, langsung mengejar dan menawarinya untuk bergabung dengan manajemen mereka. “Saya senang sekali dan langsung mengiyakan! Ini sebuah kesempatan besar bagi saya,” ujar wanita bertinggi badan 175 cm itu, bersemangat.

Meski demikian, ia mengaku, kesempatan untuk tampil dalam fashion show di Malang sangat jarang. Sehingga, karena merasa tidak begitu berkembang di dunia model, Tari justru memilih mengejar impiannya yang lain: menjadi tour guide. Gadis penggemar olahraga basket ini memang sangat suka jalan-jalan dan menjelajah tempat baru. Tamat SMU, Tari melanjutkan studinya ke D-3 Pariwisata, Universitas Brawijaya, Malang. 

Tetapi, ternyata dunia kerja di bidang pariwisata dirasakannya juga tidak seindah harapan. Setelah magang di sebuah agen perjalanan selama empat bulan, Tari memutuskan tidak ingin lagi bekerja kantoran. “Saya sama sekali bukan tipe orang yang bisa duduk diam di kantor dan menerima telepon sepanjang hari,” katanya, terus terang.
 
Di sisi lain, Tari menyadari bahwa tidak banyak pilihan pekerjaan yang tersedia di Malang. Karenanya, setelah lulus kuliah pada pertengahan tahun 2010, ia langsung mengiyakan ajakan seorang teman yang menawarinya bekerja sebagai pramusaji di sebuah kafe. Pekerjaan ini pun tidak mudah. Dengan mengendarai sepeda motor sendiri, Tari harus bertugas sejak pukul 6 sore hingga pukul 2 pagi. Di bulan keempat, ia berhenti bekerja karena kelelahan.

Saat itu, seorang teman dekatnya, yang juga salah satu personel kelompok band d’bagindas, mengingatkannya untuk menggali bakatnya yang terpendam: menjadi model.

Tari tahu, untuk mengembangkan kariernya di bidang model, mau tidak mau ia perlu pindah ke ibu kota. Namun, Tari mengaku masih belum berani. “Saya orang yang tidak percaya diri. Padahal, sebenarnya saya sangat ingin mengejar mimpi menjadi model,” kata wanita yang mengidolakan model Kimmy Jayanti  ini.

Atas dorongan ibu dan sahabat-sahabatnya, pada awal 2011, Tari memberanikan diri pindah ke Jakarta. Karena tak punya kerabat yang tinggal di ibu kota, ia menumpang di tempat kos seorang teman.

Tiga bulan pertama di Jakarta,  Tari masih bingung ke mana ia akan pergi untuk mewujudkan mimpinya. Lalu, ia menghubungi Bondhan Primanti, rekannya sesama model di Malang, yang sudah berkarier di Jakarta. Saat itu, Bondhan sedang bersiap menjalani final WF 2010, sebelum akhirnya keluar sebagai juara ketiga.

Bondhan mengajaknya bergabung dengan agency Edge Model. Tari, yang masih saja ragu-ragu, baru mendaftar ke Edge seminggu kemudian. Tak disangka, keesokan harinya Edge langsung mengundangnya mengikuti audisi. Pertama kali menjalani pemotretan, Tari mengaku sangat tidak percaya diri. “Saya berusaha mengatasi kegugupan saya dengan terus berkata pada diri sendiri, ‘Saya pasti bisa. Kalau yang lain bisa, saya pasti juga bisa!’” Tari  menyemangati diri.  Wanita berwajah oriental itu sangat gembira ketika ia dinyatakan berhasil menjadi model Edge.

“Akhirnya saya mendapat kesempatan mengikuti berbagai peragaan busana di Jakarta. Dulu saya hanya bisa mengagumi para model senior lewat layar kaca atau majalah. Kini, saya berada satu catwalk dengan mereka!” katanya, bangga.

Di antara sekian banyak show, peragaan busana IPMI (Ikatan Perancang Muda Indonesia) menjadi ajang yang sangat berkesan baginya. Pada show itu, Tari sempat memperagakan busana rancangan Adesagi Kierana untuk yang pertama sekaligus terakhir kalinya.

Meski sempat kecewa karena  beberapa kali tidak lolos audisi model untuk beberapa fashion show, termasuk untuk JFW 2012, dengan prinsip nothing to lose, ia memberanikan diri mendaftar WF 2011. “Jujur, saya tidak percaya diri dan tidak berharap banyak. Peserta lain cantik-cantik dan berbakat,” ujar Tari, saat menjalani masa karantina.

Di malam setelah penjurian, Tari menangis semalaman karena merasa tidak maksimal menjawab pertanyaan juri. Amila Tamadita, teman sekamarnya, menjadi kebingungan menghiburnya. Mereka tak berhenti tertawa gembira saat keduanya dinyatakan keluar sebagai pemenang.

Lucia Priandarini



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?