Celebrity
Menjadi Yang Pertama

3 Dec 2014


Mengawali karier sebagai artis sinetron, Marcella Zalianty (34) tak pernah berhenti mengukir prestasi di dunia perfilman. Sebagai aktris, pada tahun 2005 ia pernah meraih Piala Citra sebagai Aktris Terbaik berkat perannya dalam film Brownies. Sebagai sutradara, pada tahun 2013 ia dianugerahi penghargaan Piala Maya Sutradara Film Omnibus Terpilih untuk film pertama yang disutradarai dan diproduserinya, Rectoverso (Malaikat Juga Tahu). Ketika diwawancarai femina, ia sedang melakukan promosi untuk film yang diproduserinya, Mantan Terindah. Apakah ini berarti ia akan menanggalkan peran aktris untuk selama-lamanya?

Menjadi Yang Pertama
Putri aktris senior Tetty Liz Indriati ini mengakui, ketika melakukan sesuatu, ia selalu ingin menjadi yang pertama. Karena itu pula ia menerima tantangan menyutradarai dan memproduseri cerita Malaikat Juga Tahu dalam film omnibus Rectoverso. “Rectoverso adalah film pertama yang disutradarai wanita sutradara dengan latar belakang aktris. Sayangnya, ada satu obsesi saya yang tak tercapai di film ini,” papar istri dari pembalap Ananda Mikola ini.
    Insting positifnya pun muncul ketika rekannya, Dino Hamid, CEO Berlian Entertainment, mengajaknya untuk menggarap film dari adaptasi lagu karya Yovie Widianto, Mantan Terindah. “Saya langsung membayangkan, lewat film ini saya bisa menggabungkan album, film, dan konser. Jika bisa direalisasikan dan kita juga bisa bikin premier concert pasti bagus sekali. Akhirnya, saya bisa mewujudkan cita-cita yang tak tercapai itu,” paparnya, senang.
    Film Mantan Terindah adalah film keempat yang ia produser. Lastri (2009), film pertama yang diproduserinya, menghadapi masalah politis hingga tak kunjung ditayangkan hingga kini. “Temanya memang sensitif karena mengangkat cerita tentang tragedi tahun 1965,” jelasnya. Setelah Rectoverso, ia kembali memproduseri film Batas (2011) yang memotret kehidupan masyarakat di wilayah perbatasan Indonesia.
Menjadi sutradara dan produser memang ada keasyikan tersendiri yang berbeda dari berakting. Ketika memerankan suatu karakter, seorang aktris dituntut totalitas dan konsentrasi penuh untuk memerankan karakter tersebut dengan penuh kejujuran. Ia harus bisa menghidupkan dan membuat karakter fiktif tersebut terlihat nyata di hadapan penonton.
“Ibarat pelukis, dengan kreativitasnya sutradara harus memvisualisasikan keseluruhan ide cerita. Sementara itu, produser bertanggung jawab terhadap keseluruhan film, mulai dari pra produksi, produksi, hingga pasca produksi. Selain harus kreatif, sutradara juga harus memiliki kemampuan manajemen dan leadership yang baik. Ia yang bertanggung jawab agar film bisa diproduksi sesuai rencana kreatif, sesuai rencana anggaran, dan sesuai target komersial,” tuturnya. Tantangan ini menimbulkan gairah baru dalam dirinya dan membuatnya bersemangat untuk menyelami profesi ini.
Meski begitu, ia tak mau asal pilih film. Menurutnya, selain harus memiliki potensi komersial, sebuah film juga harus memiliki nilai estetika. Berdasarkan pengalamannya sebagai aktris, semua itu bisa ia kenali lewat naskahnya. Tapi, kolaborasi antara seluruh individu yang terlibat di dalamnya lah yang memegang kunci apakah sebuah naskah bisa direalisasikan menjadi film yang menarik.
Untuk hal ini, Marcella tak mau main-main. Demikian juga ketika memilih pemeran untuk film-filmnya. “Jangan salah sangka, mencari yang terbaik bukan berarti saya hanya mau bekerjasama dengan aktor berpengalaman saja. Di luar sana banyak aktor dan aktris muda yang berpotensi tinggi. Agar jam terbangnya makin tinggi, mereka juga perlu diberi kesempatan lebih banyak, kan?” papar ibu dari Kana Mahatma Soeprapto (3) dan Aryton Magali Sastra Soeprapto (1) ini.
Apa yang menjadi prinsip Marcella ini tak telas dari pengalamannya dulu. Tiketnya masuk ke dunia film juga ia peroleh lewat kesempatan yang diberikan sutradara Rudi Soedjarwo di film Bintang Jatuh (2000). Padahal ketika itu ia baru satu tahun menggeluti seni peran. Sejak itu, kesempatan untuk main film pun terus bergulir. Sudah banyak judul film yang ia bintangi, di antaranya adalah Eliana, Eliana (2002), Tusuk Jelangkung (2003), The Soul (2003), Brownies (2005), Denias, Senandung di Atas Awan (2006),7 Hati, 7 Cinta, 7 Wanita (2010), dan Batas (2011).(EKA JANUWATI)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?