Celebrity
Melia Octavia Santoso: Terus Mengejar Mimpi

5 Sep 2012


Di atas panggung malam final Wajah Femina 2011 Desember lalu, Melia Octavia Santoso (23) berjalan luwes berkebaya dan berkain songket. Penampilannya memukau para juri. Wajah oriental dan kulitnya yang putih bersih  begitu sesuai dengan balutan kain songket dan kebaya warna pastel merah muda. “Dengan kebaya itu saya memang terlihat jauh berbeda. Percaya diri saya meningkat karenanya,” tuturnya, lembut.
Selain itu, sebelumnya, Melia memang sudah beberapa kali tampil berbusana tradisional di pergelaran busana di kota asalnya, Semarang, Jawa Tengah. Tak mengherankan, ia tidak canggung lagi. Begitu menawannya penampilan Melia, juri tak ragu menobatkannya sebagai Pemenang Busana Nasional Wajah Femina 2011, mengalahkan 19 finalis lainnya.

HIDUP BERUBAH
Tak pernah tebersit sebelumnya dalam benak bungsu dari 2 bersaudara pasangan Theresa Tansy (ibu rumah tangga) dan Chandra Santoso (wirausaha) ini untuk menjajaki dunia modeling. Ibunya adalah orang yang pertama kali melihat potensi besar Melia. Kulit putih halus ditunjang postur tubuhnya yang ideal (tinggi 172 sentimeter, berat 54 kilogram), dan karakter wajahnya yang khas, menjadi kekuatannya sebagai model. “Saya bersyukur, keluarga, terutama Mama, sangat mendukung saya,” kata pengagum model Tyra Banks dan Ira Duaty ini.

Cerita awal terjun sebagai model?  
Ketika usia 17 tahun, Mama mengirimkan foto saya untuk mengikuti kompetisi Pemilihan Wajah Pengantin di Semarang. Tanpa disangka, saya menang dan mendapat hadiah kursus modeling. Ternyata, saya menyukainya. Sejak itu pula  saya rajin ikut berbagai kontes. Itulah masa-masa saya merintis karier modeling. Tahun 2007, saya menjadi finalis Miss Chinese Cosmo Pageant (kontes kecantikan tahunan bagi wanita Indonesia berwajah oriental). Tahun 2008, saya mewakili Jawa Tengah dalam Pemilihan Miss Indonesia. Tapi, Wajah Femina adalah pengalaman saya yang paling berkesan.  

Hidup berubah setelah menjadi model?
Oh, tentu! Saat remaja, saya tergolong tomboi, jarang dandan. Tapi, begitu menjadi model, saya suka sekali pengalamannya. Terlihat cantik setelah dirias dan dipakaikan pakaian bagus adalah hal yang paling menyenangkan! Selain itu, modeling memberi kesempatan kepada saya untuk menemukan hal-hal baru. Berkat modeling, teman saya bertambah banyak. Senang! Saya juga jadi lebih terdorong untuk menjaga hidup sehat dan menjaga penampilan.

Kabarnya Anda sudah lama ingin ikut Mimpi Wajah Femina?
Betul. Sejak beberapa tahun lalu saya sudah ingin ikuti. Tapi, saya sadar, bila berhasil menjadi pemenang tentunya harus siap dengan segala komitmen dan kesibukan sebagai model yang mulai dikenal publik. Karena itulah, saya menunda ikut hingga lulus kuliah dari Jurusan Psikologi Universitas Sugiyopranoto, dan pindah ke Jakarta. Tujuannya, supaya saya bisa fokus kuliah, dan setelah lulus fokus berkarier.
Saya sangat bersyukur, melalui Wajah Femina, saya mendapatkan berbagai bekal penting, mulai dari beauty class sampai presenting class dan acting class. Kini, tak hanya siap bekerja profesional sebagai model, tetapi juga terbuka kesempatan bagi saya untuk berkarier di bidang lain.

Menjadi model adalah mimpi Anda sejak kecil?
Sebetulnya bukan. Sewaktu kecil, mimpi saya adalah menjadi pramugari. Terbayang serunya sering bepergian ke tempat baru, apalagi kalau bekerja untuk maskapai penerbangan asing. Pada dasarnya, saya senang jalan-jalan. Saya ingin sekali mengunjungi Swiss, naik cable car melintasi padang rumput dan menikmati dentingan suara lonceng sapi yang terdengar seperti musik. Saya juga ingin merasakan halusnya pasir putih di Maladewa. Katanya, cantik sekali pantai di sana. Saya memang pencinta pantai. Saya juga penasaran dengan keindahan wisata Indonesia bagian timur.

Cita-cita Kedua
Meraih gelar sarjana psikologi dan menjadi Pemenang Busana Nasional Wajah Femina 2011 dalam waktu yang hampir bersamaan membuat Melia amat bahagia. Kini, selain menjadi model terkenal dan pemain film, mimpi Melia yang lain adalah menjadi pebisnis. Penguasaan bahasa Mandarin, menjadi salah satu modalnya kelak.

Lebaran ini ke mana saja?
Justru saya menghindari traveling kalau saat liburan. Tidak bisa menikmati kalau terlalu ramai. Walau bukan dari keluarga muslim, setiap Lebaran kami sekeluarga berkumpul di rumah Oma. Kami menikmati masakan khas Lebaran, seperti opor ayam. Istimewanya, opor ini buatan karyawan pabrik sabun dan sampo milik Opa. Libur Lebaran juga biasa saya pakai untuk beristirahat, membaca novel dan bermain bersama 7 anjing kecil saya.

Manfaat ilmu psikologi bagi Anda? 
Wah, sangat membantu saya dalam merintis karier sekarang. Saya jadi cukup tahu cara menempatkan diri dan cara mendekati orang-orang yang berkepribadian sulit yang saya temui dalam pekerjaan. Untuk mengasah kemampuan ilmu saya, saya juga ingin bekerja sebagai praktisi sumber daya manusia.

Mimpi Anda yang lain?
Ingin melanjutkan kuliah ke jenjang S-2. Karena, hidup adalah sebuah perjalanan untuk terus belajar. Ada dua pilihan bidang studi. Pertama, psikologi pendidikan dan sosial, agar nanti saya bisa mendirikan sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Pilihan kedua, psikologi industri, sebagai bekal tambahan saya mengembangkan usaha milik keluarga.
Tapi, yang jelas, kuliah S-2 itu tidak dalam waktu dekat. Saya masih ingin menggapai mimpi-mimpi yang lain terlebih dulu. Di Semarang ada banyak perajin batik, dan saya sering belajar kepada mereka. Sekarang saya sudah bisa membuat sendiri syal dan saputangan dari batik, lho! Mudah-mudahan, 5 tahun lagi saya sudah bisa menjadi wirausaha kain batik.

Reynette Fausto



 


MORE ARTICLE
polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?