Celebrity
Idealisme Musik Jemima Iskandar

16 Mar 2012

Menurut Jemima, wanita musikus yang menyanyikan lagu-lagu gubahannya sendiri sebetulnya masih bisa dihitung dengan jari. “Saya ingin, lagu-lagu saya bisa menjadi inspirasi bagi generasi di bawah saya, Wanita tidak lemah. Wanita juga bisa menjadi Kartini di dunia musik,” kata pengagum Janis Joplin, Erykah Badu, dan Jim Morrison ini.

Lewat album debut bertajuk namanya sendiri, Jemima berpartner dengan label rekaman Demajors. Di album ini, ia adalah produser, penulis lirik, arranger, hingga pemain keyboard. Selebihnya ia dibantu oleh Fajar Adi Nugroho (bas), Torank Ambarita (gitar), serta Aditya Wibowo (drum).

Jemima patut bangga, sebab albumnya ini disebut-sebut oleh majalah Rolling Stone Indonesia sebagai peringkat 2 album terbaik di tahun 2011. Lirik single pertamanya, Musik Sepi, dibawakannya dengan suara mendesah seolah penuh penghayatan. Bernada protes mendapati musik pop Indonesia seperti kehilangan orientasi.

Dulu, tahun ‘90-an, musik Indonesia cukup berkualitas. Karyanya bisa dibilang ‘mahal’ dan klasik. Tapi, musik sekarang, liriknya seperti tidak dipikir,” ucapnya, gemas. “Album ini tidak mutlak tentang cinta. Cinta bukan hanya dalam hubungan pria dan wanita, tapi bisa juga cinta pada orang tua, cinta pada musik itu sendiri, cinta pada diri sendiri. Ada juga lagu tentang imajinasi yang tidak bisa terungkap dengan cara lain kecuali lewat lagu. Sesuatu yang saya alami atau saya rasakan ketika itu,”  katanya.  

Banyak orang menyebut albumnya bergenre soul, prychedelic, atau neo soul. Jemima sendiri lebih senang menyebut albumnya feel good music. “Idealisasi saya bukanlah mengenai genre. Memangnya, kalau main jazz atau soul, lantas dibilang idealis. Padahal, kan tidak begitu. Setiap genre pasti ada yang bagus dan ada yang tidak. Hal ini tergantung pada pembawaan.”

Wanita berdarah Jawa-Jepang dan Malaysia-Cina ini sudah sejak lama meyakini musik sebagai jalan hidupnya. Jauh sebelum ia pindah ke New York, sejak di bangku SMU, yang membuatnya makin terekspos dengan minatnya pada musik. “Banyak faktor dalam hidup saya yang kosong. Masa kecil yang kelam dan pencarian jati diri. Musik adalah salah satu hal yang mengisi jiwa saya,” kata wanita yang akrab disapa Jamie ini.
 
Hanya, karena spektrum musik sangat luas, Jemima butuh waktu lama untuk mencari tempat yang tepat baginya. Pernah belajar piano, gitar, main bas dan drum, dan sempat mengenyam sekolah di Berklee College of Music, Boston, di bidang music production. Di sela-sela waktunya bekerja sebagai karyawan di restoran dan toko sepatu, Jemima mulai meniti karier menyanyi dengan band, dari kafe ke kafe.   

Jemima memutuskan kembali ke Jakarta tahun 2005. Mulai dari nol, ia mencari teman-teman baru di lingkungan musikus. Jalan sebagai penyanyi didapatnya dengan menjadi pengisi acara reguler di kafe. Tapi, Jemima tak puas sampai di situ. “Saya ingin dikenal melalui karya. Rasanya karya seperti menjadi identitas. Kalau kelak saya mati, karya saya tidak akan mati,” ujar penyanyi yang baru saja bergabung dengan The One Management, menyusul Maliq & D’Essentials dan Twentyfirst Night, ini.

Soal penampilan, Jemima mengambil inspirasi dari suku Indian Amerika. Hal ini tertuang dalam sampul albumnya, adanya cat merah di pipi. Penampilannya di panggung pun tak jauh-jauh dari aksesori Indian, seperti aksesori dengan ornamen bulu. “Saya tertarik pada  filosofi Indian. Mereka seolah ditolak di tanah sendiri, tapi mereka tetap menunjukkan sikap bersahabat,” ujar ibu dari Ayla Sia Alandy (5).

Ficky Yusrini



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?