Katanya baru pulang liburan?
Ya. Saya baru kembali dari Jepang, keliling ke beberapa kota di sana, bukan hanya Tokyo. Saya kan bukan wanita metropolitan yang senang kota besar. Jadi, kalau liburan, saya malah memilih mengunjungi kota yang kaya budaya tradisionalnya. Di sana saya juga hunting makanan khas Jepang sambil mencoba tradisi makan mereka. Seru, deh, berasa jadi orang Jepang!
Selalu sedia waktu khusus untuk liburan, ya?
Buat saya, selesai syuting satu sinetron, harus ada jeda untuk syuting sinetron berikutnya. Bisa 3 sampai 6 bulan. Nah, jeda inilah yang saya manfaatkan untuk menghilang dari rutinitas Jakarta. Pergi melanglang buana ke mana saja. Tergantung suasana hati dan bujet juga. Kalau bujetnya lagi baik, ya, saya bisa pergi ke negara yang agak jauh. Jadi, kerja syuting buat ngumpulin uang. Setelah itu, dihabiskan untuk jalan-jalan. Kalau sudah habis uangnya, ya, syuting lagi.
Anda ingin pergi ke mana lagi?
Rencananya ingin ke Istanbul, Turki. Saya mau mencari satu tanaman, yang katanya hanya tumbuh di Istanbul. Tanaman ini hidupnya di batu, tapi cantik sekali. Tiap empat bulan, daunnya akan berubah warna, mulai dari hijau, ke merah, lalu kuning.
Di sinetron, Anda identik dengan peran antagonis?
Mungkin wajah saya memang lebih cocok menindas daripada ditindas. Padahal, awal terjun ke sinetron, saya sempat berperan sebagai istri Malin Kundang yang tersiksa. Peran antagonis pertama kali di sinetron Khanza. Waktu itu, saya bilang ke sutradara, tidak ingin terlihat sebagai ‘orang jahat’ yang digambarkan sinetron sekarang ini, yaitu ‘orang jahat’ yang selalu berwajah tegang. Jadi, walaupun peran saya antagonis, saya hanya jahat kepada orang yang saya benci. Sepertinya, peran ini berhasil membangun karakter saya sebagai pemain antagonis.
Rumah Anda sempat kemalingan, ya? Traumakah?
Bukan trauma, sih, hanya jadi lebih waspada terhadap orang-orang di sekitar rumah. Apalagi kalau ada yang nongkrong-nongkrong di depan rumah, biasanya saya langsung curiga. Saat kejadian, saya tidak takut. Saya justru merasa sangat marah hingga ingin berteriak kencang. Tapi, saat itu saya berpikir, apalah artinya harta, yang penting keselamatan diri dulu. Nah, ketika ada kesempatan, saya langsung teriak, “Maaaaliiiing!” Warga sekitar jadi berdatangan dan membantu menangkap malingnya.(f)
