“Setelah terjadi tsunami di Banda Aceh, IOM menempatkan saya di sana. Agen-agen perdagangan tenaga kerja internasional selalu hadir di tempat-tempat terjadinya bencana alam. Mereka menawarkan dan mengiming-imingi korban dengan janji yang muluk dan penghasilan yang lebih baik di negeri orang,” ujarnya. Di sana, ia melakukan penyuluhan dan public awareness tentang isu-isu perdagangan tenaga kerja.
Tahun 2010, Ana mendapat beasiswa dan meraih gelar Master of Arts di bidang Master of Public Policy and Management dari School of Social Science, University of Melbourne, Australia. Kinerja yang baik selama membantu IOM di Banda Aceh membuat Ana banyak dikontak IOM untuk bekerja sama sebagai konsultan pada isu-isu counter trafficking.
Selesai kuliah di Melbourne tahun 2011, Ana langsung melesat untuk membantu IOM di Kairo, Mesir, kemudian lanjut ke Amman, Yordania. Hingga pada bulan Maret tahun 2013 lalu, Ana dipercaya memegang tanggung jawabnya saat ini: memimpin kantor regional IOM di Beirut, Lebanon.
Ketika ditanya bagaimana ia bisa dihormati di Beirut, dengan staf lokal yang memandang wanita Indonesia adalah wanita tenaga kerja, Ana berpikir sejenak, lalu dengan mantap ia menjawab, “Saya rasa karena mereka membutuhkan ilmu pengetahuan saya di bidang counter trafficking dan migrant worker.”
Selama ini, ia memang tak pernah pelit berbagi ilmu. Apa yang ia dapatkan dari kuliah, dengan senang hati ia turunkan kepada stafnya. “Sama dengan IOM, misi kami adalah membagi pengetahuan dan awareness kepada para penentu kebijakan, pejabat lokal, dan para korban,” jelasnya.
Tak hanya tenaga kerja dari Indonesia yang IOM tangani, ia juga memperhatikan semua tenaga kerja terutama dari negara-negara pengirim tenaga kerja, seperti Filipina, Bangladesh, Sri Lanka, India, dan Ethiopia. “Kami berusaha mendorong penegakan hukum demi tercapainya standar hak asasi manusia,” tegas Ana. (f)