Celebrity
Dua Beban Korban Pemerkosaan

10 Oct 2014


Diterbitkannya PP No 16 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi pada Agustus lalu, segera menuai kontroversi. Penyebabnya adalah adanya pasal yang mengatur tentang aborsi khusus untuk wanita hamil akibat pemerkosaan dan kehamilan dengan darurat medis. Berbagai protes pun melayang ke Menteri Kesehatan, dr. Nafsiah Mboi, termasuk dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Banyak yang beranggapan, pasal ini akan memunculkan penyalahgunaan aborsi.
    Mengenakan atasan model kebaya biru cerah yang serasi dengan kain panjangnya, Menteri Kesehatan RI berusia 74 tahun ini menerima femina beberapa waktu lalu. Selama satu jam, Ibu Naf --panggilan akrabnya-- menjelaskan alasan di balik munculnya aturan mengenai aborsi, juga tentang keberaniannya untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menjadi kontroversi.

DUA BEBAN KORBAN PEMERKOSAAN

“PP ini bukan PP aborsi. Justru PP ini menjamin hak  tiap orang untuk kesehatan sistem dan fungsi alat reproduksinya,” ujarnya, begitu kami memulai obrolan. Ia kemudian mengungkapkan keprihatinannya karena banyak orang  belum melihat dengan detail tetapi langsung memberikan pendapat mereka terhadap sesuatu yang tidak mereka ketahui benar.

Apa yang melatarbelakangi terbitnya PP ini?
Peraturan Pemerintah ini adalah amanat undang-undang (UU Kesehatan). Dan bila dibaca dengan teliti, PP ini adalah intervensi dari hulu, yaitu upaya-upaya untuk menjaga kesehatan alat dan fungsi reproduksi. Juga, bagaimana agar  tiap wanita bisa melahirkan anak yang sehat. Itu kan semua di hulu, namun kalau sudah telanjur hamil, tetap harus ada way out…

Maksudnya?
Kalaupun tidak diatur, (aborsi) tetap saja akan dilakukan. Apalagi kalau kehamilan itu akibat pemerkosaan. Wah, itu berat, lho. Bahkan, hamil yang bukan karena pemerkosaan, seperti kehamilan ‘kecelakaan’ antara suami-istri yang tidak diharapkan saja juga berat.

Bisa dijelaskan lebih lanjut mengenai pasal aborsi ini?
Pasal di PP ini sama dengan yang ada di UU Kesehatan bahwa aborsi tidak diperbolehkan. Hanya, pengecualian diberikan pada kasus. Pertama, adalah kegawatdaruratan medis, yaitu kalau kehamilan itu mengancam jiwa si ibu dan bila janin tidak dikeluarkan maka akan membuat si ibu meninggal. Bisa juga pada kondisi bayi menderita kelainan congenital yang membuatnya tidak mungkin survive, misalnya karena kepalanya tidak terbentuk, dan karena sebab lainnya. Dalam hal demikian, orang tua bisa memutuskan apakah kehamilan itu akan dilanjutkan atau dihentikan sejak awal. Kedua, pada kehamilan yang disebabkan oleh pemerkosaan, dan korban   tidak sanggup meneruskan kehamilan.

Biasanya, kasus pemerkosaan proses hukumnya lama?

Pemerkosaan itu termasuk kekerasan seksual, bahkan kami sekarang menyebutnya sebagai kejahatan seksual. Karena itu, begitu terjadi kejahatan seksual, maka kami akan berikan sosialisasi bahwa wanita korban tidak boleh mendiamkannya. Dia harus melapor karena sudah ada sistemnya. Bahkan, sekarang ini kepolisian akan merekrut lagi 7.000 polwan untuk penanganan terhadap korban pemerkosaan.

Seperti apa aplikasinya di lapangan?

Kami sudah bahas dengan Kapolri. Begitu polisi mendapat laporan tindakan pemerkosaan, maka kepolisian harus memberikan penjelasan kepada wanita korban bahwa dia bisa hamil, terutama kalau pemerkosaan itu terjadi pada masa subur. Karena itu, korban harus memantau hari haidnya yang akan datang. Kalau sampai haidnya terlambat satu hari pun, dia harus melakukan tes kehamilan.

Mengapa pasal ini bisa untuk melindungi wanita?

Adanya pasal ini sebenarnya untuk memberikan perlindungan. Misalnya, kalau korban ternyata hamil, siapa  yang akan menanggung anaknya? Kalau dia seorang lajang, apakah dia seumur hidup harus menanggung dua beban: diperkosa dan harus menanggung anak itu. Belum lagi dengan stigma masyarakat yang harus dihadapi. Itu berat sekali secara psikologis. Kalaupun dia kuat dan melahirkan anak itu, apakah dia mampu membesarkan  anaknya secara ekonomi dan sosial? Apakah dia tidak akan membenci anak itu? Dari sisi si anak, saya kira juga tidak manusiawi kalau si anak harus menanggung beban. Jadi, bila dia tidak punya pilihan untuk menghentikan (kehamilan) sejak awal, berarti wanita itu dihukum dua kali.(Yoseptin Pratiwi, Faunda Liswijayanti)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?