Celebrity
Ditolak 3 Kali

15 Oct 2014

“I breathe the news,” adalah pernyataan yang wajar dari seorang Andini Effendi (32). Dedikasi dan ‘adiksi’-nya pada berita telah membawa alumnus Wajah Femina 2000 ini ke jajaran presenter berita top di Indonesia. Ketika ia kembali ke bangku kuliah untuk belajar tentang hubungan internasional, ia tidak hanya mengikuti keinginan untuk memenuhi ambisi pribadi, tapi juga menemukan jati diri dan tambatan hati.

Pagi itu studio femina diramaikan oleh para calon unggulan Wajah Femina 2014 yang akan berfoto. Di salah satu sudut, Andini duduk menunggu di-make up untuk pemotretan sampul edisi ini. Berada di tengah hiruk pikuk yang terasa familiar, ia langsung terbawa nostalgia. “Tidak terasa, 14 tahun lalu saya adalah salah satu dari mereka,” ujarnya.
   
Sementara banyak model yang merambah profesi lain karena faktor keberuntungan atau kebetulan, tidak demikian dengan Andini. “Dari hari pertama datang ke sini, saya tahu kalau modeling hanya batu loncatan untuk cita-cita saya menjadi seorang presenter berita,” katanya.

Terbukti, kini ia adalah salah satu pembawa berita terpandang di Metro TV, yang telah mewawancarai pejabat sampai presiden, dan melaporkan dari berbagai daerah konflik, seperti Libya dan Suriah.
   
Bertahun-tahun mendalami isu nasional dan internasional yang ia bawakan, ternyata malah membuat Andini makin haus ilmu. “Ketika saya makin banyak tahu, saya justru merasa bahwa masih ada banyak sekali yang harus saya pelajari di luar sana,” ungkap Andini tentang ketertarikannya pada  politik dunia.
Apalagi, waktu itu ia melihat belum banyak jurnalis televisi Indonesia yang memang fokus pada hubungan internasional. Bermodalkan gelar S-1 Jurusan Komunikasi dari Universitas Pelita Harapan dan segudang pengalaman jurnalistik di televisi, ia pun mendaftarkan diri untuk kuliah S-2 di New York University (NYU) dan Columbia University. “I love New York. Saya pernah tinggal sebentar di sana dan selalu ingin kembali lagi untuk sekolah,” ujarnya.

Ternyata, masuk ke universitas idaman memang bukan perkara mudah. Aplikasi Andini ditolak sampai 3 kali oleh NYU. Tapi, di sini rupanya kekuatan networking bekerja. Setelah menerima surat penolakan terakhirnya, ia curhat kepada kenalannya dari The New York Times. Editor harian ternama itu baru saja mewawancarainya untuk liputan di suatu tempat di Libya yang tidak bisa diakses oleh media Amerika. “Ia mengirimkan e-mail ke NYU dan besoknya mereka langsung menelepon saya untuk wawancara,” ungkapnya.
   
Di NYU, Andini mengambil program Graduate Certificate for Peacebuilding. Selama 2 tahun ia berkutat dengan isu-isu genting dari negara-negara berkonflik. Namun, di sela-sela kesibukannya membaca buku-buku teks tebal dan membuat paper tentang berbagai kebijakan internasional dan perjanjian perdamaian, ia masih sempat ke sana kemari meliput berita untuk Metro TV.

Sebutlah aksi Occupy Wall Street yang terjadi persis di seberang kampusnya. “Saat istirahat makan siang saya menyeberang untuk meliput, lengkap dengan kamera, tripod, dan terkadang seragam Metro. Saya minta bantuan dari turis yang lewat saja untuk mengecek apakah frame-nya sudah pas,” kenang Andini.

Tak hanya itu, ia juga meliput langsung peristiwa bom Boston, ledakan pabrik di Texas, dan berbagai acara kenegaraan yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Washington, D.C. “Saya beberapa kali bertemu dan sudah cukup akrab dengan Sekjen PBB, Ban Ki-Moon,” katanya, bangga.

Tugas kuliah juga membawa Andini ke perbatasan Irak dan Suriah. Berada di daerah konflik yang sedang menjadi berita utama dunia itu, Andini dapat melihat langsung kondisi para pengungsi Suriah yang memprihatinkan. Namun, karena alasan keamanan, ia tidak diperbolehkan mengambil gambar dan hanya bisa mewawancarai para petugas kemanusiaan di sana.

“Awalnya mereka memandang sebelah mata karena saya mahasiswi Amerika. Tapi, setelah saya bilang bahwa saya wartawan dari Indonesia, negara dengan solidaritas muslim yang kuat, mereka langsung membolehkan saya berkunjung ke kamp pengungsian,” ungkapnya.

PRIMARITA S. SMITA


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?