Celebrity
Dewi Sandra, Siap Mundur

8 Oct 2013

Find light in the beautiful sea
I choose to be happy
You and I, you and I
We're like diamonds in the sky?

Dengan penuh keyakinan Dewi Sandra (33) melantunkan lagu Diamonds milik penyanyi Rihanna. Setelah lama tak muncul di konser-konser musik, penampilannya di Java Jazz 2013 malam itu tunai membayar kerinduan para penggemar yang telah menantinya. Padahal, awalnya ia sempat tidak percaya diri dengan penampilannya yang baru.

Suara penyanyi yang terkenal lewat single Tak Ingin Lagi ini masih tetap sama, merdu dan powerfull. Namun, memang ada yang berbeda pada penampilannya. Ya, hijab yang menutupi kepalanya. Banyak komentar mengiringi keputusan yang diambilnya. Tetapi, seperti syair lagu yang dibawakannya, Dewi memilih untuk bahagia dan bersinar seperti gemerlap bintang di angkasa. Tepat seperti itulah ia ingin menjalani kehidupan barunya.


SIAP MUNDUR
Tak ada yang tahu, sebelum berdiri di panggung Java Jazz 2013 malam itu, Dewi sudah berniat mundur dari dunia musik Indonesia. Ia sudah menyiapkan babak baru kehidupannya ketika akhirnya ia memutuskan untuk berjilbab. “Saya sudah siap jika tak laku menyanyi lagi. Jadi ibu rumah tangga, menunggu suami pulang kantor, belajar memasak, berkebun,” ceritanya kepada femina.

Nyatanya, apa yang dipikirkannya jauh dari kenyataan yang terjadi. Eki Puradiredja, selaku koordinator program festival tersebut, tetap memintanya untuk tampil di panggung festival jazz terbesar di Indonesia itu, meski Dewi sudah menawarkan untuk dibatalkan kalau-kalau penampilan barunya itu tak bisa diterima. “Saya sudah berhijab, saya ragu apakah masih ada yang ingin menonton saya,” ungkapnya, tertawa.

Ia menyadari kini ada tanggung jawab berbeda yang diembannya setelah memutuskan untuk berjilbab. Ada hal yang harus ia perhatikan dalam berkarya. Ini pula yang membuatnya sempat tak ingin menerima pekerjaan menyanyi dulu setelah mengenakan jilbab.

Namun, ramainya penonton yang memenuhi ruang pertunjukan membuktikan bahwa Dewi masih dicintai, meski dengan penampilan yang berbeda.

Baginya, ini bukan keputusan yang diambil dalam waktu singkat. Dewi butuh waktu setahun untuk meyakinkan komitmennya dalam mengubah penampilan.

Ia membuka mata, hati, dan telinga untuk mendengarkan pengalaman-pengalaman teman-teman yang telah lebih dulu berjilbab di lingkungan pengajian dan pertemanan lainnya.

Ketekunannya dalam melakukan salat malam mengantarkannya pada surat Al Ahzab yang menjelaskan tentang kewajiban menutup aurat bagi wanita muslim. “Tak ada lagi yang bisa saya sangkal. Ini jawaban doa saya,” tuturnya, sembari membuka Alquran untuk membaca ayat yang sama.

Bukan hal yang mudah juga ketika ia harus mengabarkan keputusannya ini kepada Ranny, sang manajer, yang waktu itu sedang berada di Korea. Sebab, pada waktu itu ia masih terikat kontrak iklan dengan salah satu produk kecantikan yang nilainya cukup besar dan akan diperpanjang.

“Ini bukan paksaan dari siapa pun. Suami saya pun terkejut. Ia hanya mengingatkan, ini bukan komitmen antara suami-istri, tapi komitmen dengan Allah,” lanjutnya, mengenang saat  dirinya memutuskan untuk berjilbab.

Dewi ingat jilbab dan gamis hitam yang pertama kali ia kenakan. Sendirian ia berangkat ke salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta untuk mendapatkan padanan busana untuk penampilan barunya itu. “Saya benar-benar buta tentang mode busana berjilbab. Setelah berkeliling, saya bingung harus beli apa saja. Ternyata banyak sekali pilihannya,” ungkap Dewi, terbahak. Di situlah Dewi pertama kali mendapatkan tutorial tentang jilbab.

Kini, wanita yang pernah digelari the Sexiest Woman in the World 2004 dari sebuah majalah pria dewasa ini seperti menemukan kembali dirinya yang sesungguhnya.

“Saya sampai di titik tidak nyaman dengan fashion panggung saya. Saya merasa seperti bukan diri saya. The spiritual side of me bentrok dengan duniawi saya. But I still love my work. Music is still my passion,” tuturnya.

Bagaimanapun, Dewi tetap merasa bahwa fashion adalah bagian dari dirinya yang tak bisa dihilangkan. Hanya, sejak berjilbab ia memandang dirinya secara berbeda. Ia tetap Dewi Sandra yang apa adanya, tapi sekarang ia lebih bisa merasakan kenyamanan dalam hubungannya dengan Sang Pencipta dan lingkungan kehidupannya.

MENEMUKAN PASANGAN JIWA
Naik turun kehidupan menuntun pemenang Panasonic Award 2004 kategori Presenter Wanita Terbaik ini  pada pengalaman hidup yang membuatnya menjadi pribadi yang makin positif. Kegagalan rumah tangga atau pemberitaan negatif tentang dirinya membentuk pribadinya makin kuat dan tegar.

Meninggalnya sang ibunda dirasa Dewi sebagai titik terendah dalam hidupnya. “Waktu ibu saya meninggal hampir berdekatan dengan perceraian kedua saya. Itu bisa dibilang saat paling depresi dalam hidup saya. Saya sangat kehilangan sosok pahlawan saya, sosok yang mana selalu mendoakan saya, apa pun kesalahan saya. Saya benar-benar merasa sendiri, empty…,” cerita Dewi.

Dewi menyadari, tawa riang yang diberikan oleh para sahabatnya tak bisa sepanjang waktu ia rasakan. Mereka memiliki kehidupan masing-masing. Ia merasakan kehampaan ketika pulang ke rumah.

Inilah yang membawanya pada keinginan untuk mendalami agama dan banyak membaca buku seperti karya Mitch Albom, Paulo Coelho, sampai buku Robin S. Sharma berjudul The Monk Who Sold His Ferarri yang menjadi favoritnya.

Ia termasuk pribadi yang berprinsip bahwa cinta adalah ketika dua orang hidup bersama selamanya. Bukan hanya yang indah-indah saja, tapi juga bisa menerima kekurangan masing-masing.

“Termasuk, ketika berat badan kita naik dua kilo! After my experience, men are not for that. Selama ini tidak ada pria yang mampu membuka hati saya ke tahap itu,” sesalnya.

Kekecewaan demi kekecewaan yang akhirnya bermuara pada kata ‘cerai’ itu membuat Dewi enggan jatuh cinta, atau menerima cinta yang baru.

Tak hanya dirinya, para sahabatnya pun over protective soal kehidupan cinta Dewi. Sehingga, ketika Agus Rahman (35), suaminya kini, yang seorang karyawan di salah satu mal di Jakarta, mendekati dirinya, para sahabatnya inilah yang menilai kepribadian dan kesungguhan Agus.

Perkenalannya dengan Agus berawal saat ia diminta tampil di acara yang diselenggarakan oleh tempat Agus bekerja. “Tidak ada momen cinta pada pandangan pertama antara saya dan Agus. Kami memulainya dalam sebuah pertemanan,” ungkap Dewi, tersenyum.

Namun, kesabaran Agus yang luar biasa dalam menunggu ‘lampu hijau’ dari Dewi akhirnya berhasil meluluhkan hati wanita berdarah Inggris-Betawi ini. Terlebih, ketika kehadirannya diterima dengan hangat oleh keluarga besar Agus, hatinya pun  makin mantap memilih Agus.  
    
Tetapi, ini bukan akhir dari tantangan yang harus mereka lewati. Setelah setahun saling kenal dan dekat, Agus masih harus menanti persetujuan dari Nina, adik Dewi yang tinggal di London. “Dia satu-satunya keluarga yang saya miliki saat ini, dan dia sangat protektif terhadap saya. Jadi, saya harus minta persetujuannya,” jelas Dewi.
Perjalanan Jakarta-London pun dilakukan Agus untuk mendampingi Dewi yang ingin mengunjungi Nina. Keseriusan dan niat baik Agus tidak berakhir dengan sia-sia, ia pulang mengantongi restu dari Nina.

Rupanya, kejutan lain telah menanti Dewi dalam perjalanannya bersama Agus pulang ke tanah air. Di atas pesawat yang membawa mereka dari London ke Jakarta, Agus melamar Dewi! “Kami memiliki visi dan misi yang sama dalam pernikahan. Bahwa menikah hanyalah sekali seumur hidup. Ia juga berjanji tidak akan meninggalkan saya, seburuk apa pun kondisi pernikahan kami,” ujar Dewi.

Keyakinan inilah yang kemudian memantapkan langkah Dewi untuk menuju ke pelaminan bersama pria pilihannya. Dua bulan setelah lamaran di udara itu, pada 11 Desember 2011, di Jakarta, keduanya mengikat janji sehidup semati berdua. “No fancy party just a simple garden party yang sangat kekeluargaan dan intim,” cerita Dewi mengenai pesta pernikahannya yang diselenggarakan di Plataran Cilandak.

Menjalani bahtera rumah tangga dengan Agus menjadi sesuatu yang sangat disyukuri Dewi saat ini. Bagi Dewi, Agus adalah hal terindah yang terjadi selama hidupnya.

Di ulang tahun suaminya yang ke-35, Dewi yang memang termasuk tipe wanita romantis dan spontan, ‘menculik’ Agus untuk  menghabiskan waktu berdua di Taman Safari, Cisarua, Bogor. Ia juga menulis 35 pucuk surat berisi ungkapan cinta dan syukurnya kepada Agus.

Demikian pula Agus. Di sela kesibukannya, ia masih bisa menghadirkan senyum di wajah Dewi lewat kejutan-kejutan bunga darinya. Dari semua itu, momen yang paling berkesan dan dinikmati oleh Dewi adalah ketika Agus menjadi imam saat salat berdua.

“Saya paham bahwa kita tidak bisa mendapatkan segala sesuatu yang kita inginkan dalam hidup ini. Tapi, saya yakin, saya mendapatkan apa yang saya butuhkan,” ungkap Dewi, yang senang dapat mewujudkan salah satu kerinduannya, yaitu bisa menjalani ibadah umrah berdua suami.

Ayu Widya S.


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?