Celebrity
Dari Atlet ke Modeling

30 Apr 2012

Tidak banyak yang tahu bahwa pewatak berwajah khas Indonesia ini tadinya adalah seorang atlet dari cabang olahraga silat. Sebagai wakil kontingen Jakarta, ia terjun ke berbagai kejuaraan nasional, seperti Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (POMNas)  dan Kartini Cup. Di semua kejuaraan itu, ia selalu berhasil duduk di posisi teratas. Tak hanya itu, wanita yang hobi main basket ini juga pernah menjadi atlet basket nasional di Kompetisi Bola Basket Wanita Utama (KOBANITA).

“Saya tidak mau menghentikan jalur kehidupan yang diberikan Tuhan kepada saya,” jawab Pia, ketika ditanya  tentang keputusannya untuk beralih jalur dari dunia olahraga ke panggung hiburan. Sebab, segala jalan itu seperti terbuka begitu saja di depannya. Ketika tengah mengunjungi mal bersama teman-teman prianya, Pia ditawari untuk ikut ajang Look Model Hunt (2003).
   
“Padahal, waktu itu badan saya masih babak belur, lebam di sana-sini, usai pertandingan POMNas di Palembang,” kenangnya. Tetapi, semangat dari teman-temannya membuat wanita tomboi ini  mencobanya. Di luar dugaan, Pia yang tadinya tidak pernah   menggunakan stiletto ini berhasil memenangkan hati para juri sehingga ia dikirim untuk mengikuti grand final di Bali.
   
Bukannya senang, pikirannya justru makin kalut. Sebab, di saat yang sama sebenarnya ia harus menjalani kamp bagi persiapan atlet PON (2004) untuk cabang pencak silat. Bukannya fokus pada kompetisi model, ia memboyong barbel dan skipping ke Bali untuk latihan agar tidak kalah fisik dengan rekan atletnya yang lain. Makanya, ia kaget saat mengetahui bahwa ternyata dirinya keluar sebagai juara pertama dalam pemilihan model itu.
   
Meski begitu, di awal, pencapaiannya ini sempat membuatnya menyesal, kecewa, dan marah. Setelah menandatangani kontrak dengan agen model, ia harus menghadiri kegiatan ini itu, sehingga batal ikut PON. Ia juga harus melalui masa adaptasi yang tidak mudah.

“Sebagai atlet, saya bangga pada postur tubuh saya. Giliran di modeling, semuanya jadi cacat, ya? Tangan saya dianggap terlalu besar dan berotot. Saya juga harus menjaga makanan. Padahal, sebagai atlet, yang penting angka timbangan saya tidak over atau underweight,” kenang Pia, yang memutuskan untuk menggantung seragam silatnya, usai menjuarai Kartini Cup tahun 2007.
   
Baginya, baik dunia atlet maupun film sama-sama kompetitif. Kalau dulu ia selalu menargetkan menjadi juara, kini ia mengaku tak punya obsesi khusus di dunia film. “Target akhir tidak akan pernah ada, karena kepuasan seseorang terhadap satu pencapaian tidak akan pernah ada limitnya,” ujar wanita yang memperoleh gelar pendidikan dual degree-nya dari Jerman ini.
   
Sekarang, Pia tengah sibuk mengurusi Pulau Bulan Production, bisnis production house yang baru saja dirintisnya. Meski masih belajar berjalan,  Pia dan kru sedang sibuk menggarap sebuah film yang ceritanya diambil dari novel Perempuan Tuna Rungu, karya Angki Yudistira. “Saya ingin proyek ini ditangani oleh wanita. Dari sutradara, juru kamera, penulis skrip, semuanya wanita,” ungkap Pia, yang dalam proyek ini bertindak sebagai produser.
   
Proyek film yang rencananya mulai syuting pada Agustus – September nanti ini bermula dari sebuah keberuntungan. Seorang investor yang melihat profilnya di internet tertarik untuk menawarkan dananya kepada Pia sebagai modal membuat film. “Padahal, kami tidak saling kenal sebelumnya. Lucu, 'kan? Daripada terus menanyakan bagaimana cara Tuhan bekerja, saya jalani saja,” jelas Pia.
   
Segala pencapaian yang berhasil diraihnya, plus karakternya yang unik, membuat dirinya menjadi sorotan banyak orang. Mulai dari mereka yang menilai bahwa keberhasilannya hanya merupakan faktor luck semata, sampai yang menudingnya sebagi penggila party. “Saya tidak peduli omongan orang,” tukasnya, pendek. Seperti beberapa waktu lalu, ketika foto-foto dirinya sedang bermesraan dengan Bunga Citra Lestari beredar di internet. “Lihat dengan lebih baik, itu bukan foto saya. Bunga juga sudah melakukan konfirmasi di koran bahwa itu bukan dirinya,” ujarnya, datar.
   
Meski mengakui jalan kariernya di dunia film terbilang mulus, ia menolak disebut sebagai orang yang melulu berhasil karena faktor luck. “Saya pernah gagal, tapi saya tidak pernah menangisi kegagalan. Ketika saya sudah berusaha maksimal, tapi masih menemui jalan buntu, maka saya tidak akan memaksakan diri. Sebab, jika terus dipaksakan, bisa jadi jalurnya berubah menjadi jalan curang,” jelas Pia.

Begitu juga dalam hal percintaan. Pernikahannya dengan Ananda Siregar pada Agustus 2007, hanya bertahan selama empat tahun. Tak mau lama terpuruk, kegagalan pernikahannya ini justru memberinya cara pandang baru dalam mengartikan hubungan kasih.

“Just be yourself! Ego harus tetap ada, karena ini bagian dari prinsip. Jadi, saya tidak harus selalu mengikuti keinginan pasangan. Saya juga tidak bisa memaksa pasangan untuk mengikuti saya. Lebih baik bertemu di tengah,” papar Pia, tentang pelajaran berharga yang didapatnya.   

Naomi Jayalaksana


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?