Travel
Menikmati ‘Rumah’ Teh Terbaik

13 Nov 2015


Tokyo, kota metropolitan modern yang tidak pernah melupakan akar budayanya. Ini tergambar dari sejumlah bangunan, termasuk tempat makan dan toko-tokonya, salah satunya tearoom. Tearoom di sini menunjukkan perpaduan modernitas dan budaya tradisional Jepang. Sebagai pencinta teh, khususnya teh Asia, saya, Ratna Somantri,  terbang ke Tokyo untuk melakukan hobi mencoba tempat minum teh.
Walau kerap kali berkunjung ke Jepang untuk belajar teh, kesempatan bertandang kali ini tetap membuat saya bersemangat karena selalu ada tempat minum teh baru dan nyaman yang terselip di jalanan-jalanan kecil Tokyo. Bersama Haruna Kobayashi, instruktur teh Jepang, saya mencicipi racikan teh yang apik.





























BAK TAMAN ZEN
Jepang adalah negara yang memiliki tradisi minum teh yang kuat dan juga penghasil teh berkualitas. Saya sangat terkesan karena keempat tearoom yang saya kunjungi begitu percaya diri menyajikan hanya teh Jepang berkualitas. Warga menghargai ini karena tearoom-tearoom ‘serius’ ini tak pernah sepi pengunjung. Cha no Ha misalnya, sebuah tempat minum teh, yang dalam bahasa Indonesia berarti ‘daun teh’.
 
Tearoom mungil di basement Matsuya Department Store yang legendaris di Ginza ini  berinterior sederhana khas Jepang, namun dibuat lebih modern. Berada di antara kawasan elite, Cha no Ha menawarkan pengalaman minum teh yang elegan.
  
Siang itu, saya dan Haruna senang sekali   melihat jajaran teh yang dipajang di pintu masuk Cha no Ha. Sayang, mengikuti kebijakan, saya hanya bisa memotret teh yang saya pesan, bukan ruangannya, apalagi pajangannya. Namun, Haruna tak kehabisan akal. Ia mengajak  bicara tea server sambil menunjukkan buku teh yang saya tulis dan menyampaikan keinginan saya untuk menulis artikel ringan tentang tearoom di Tokyo.
Tea server itu, wanita ramah yang adalah satu-satunya staf merangkap penyeduh teh, penyaji, dan juga kasir, tampak kagum melihat buku teh saya, yang kebetulan bersampul muka matcha dalam semangkuk cawan Jepang. Ia meminta data saya dan menjanjikan akan mengirim foto-foto melalui e-mail. Satu minggu setelahnya, saya menerima foto eksterior dan interior Cha no Ha. Ah, senangnya!

Kontras dengan kafe di Jakarta, Cha no Ha bukan tempat kongkow,  apalagi untuk berlama-lama sambil menggunakan fasilitas wifi. Pengunjung  duduk di kursi-kursi yang mengelilingi tempat tea server melakukan penyeduhan teh. Hening dan sedikit temaram bak taman Zen di tengah kuil-kuil di Kyoto. Pengunjung umumnya datang sendiri, tidak bergerombol, didominasi ibu-ibu berpenampilan elegan. Makanannya hanya wagashi, kudapan manis yang umum tersaji di seremoni minum teh Jepang. Wagashi ini antara lain mochi, manju atau jelly.

Meskipun terdapat menu dalam bahasa Inggris, pengunjung yang awam teh Jepang dipastikan bingung karena tiadanya deskripsi karakter teh, selain nama dan daerah penghasilnya. Teh yang ada merupakan single origin, yakni hasil produksi dari satu perkebunan, bukan kolektif dari beberapa lokasi (istilahnya tea blend).  Ini misalnya fukamushicha, kukicha, bancha, gyokuro, matcha, dan sencha.

Teh pertama saya adalah gyokuro yang disajikan dalam teko teh kecil khusus untuk gyokuro, diiringi yuzamashi (cawan untuk mendinginkan air) dan tea cup. Hadir pula wasanbon yakni sejenis permen yang biasa tersaji di seremoni minum teh Jepang. Bahannya adalah gula yang sangat halus yang hanya diproduksi di Jepang, dan lalu dicetak seperti bunga sakura atau bentuk khas Jepang lainnya.

Saya tak melewatkan gyokuro, mengingat reputasinya sebagai salah satu teh paling berkelas di Jepang, selain matcha. Menurut Haruna, orang Jepang sekalipun jarang bisa menikmatinya karena tidak murah dan eksklusivitas tempat penjualannya. Beruntung, saya datang di awal musim semi –waktu petik sincha– saya pun memilih sincha.
Teh sincha yang tersedia saat itu adalah sencha dari Pulau Yakushima (selatan Pulau Kyushu). Sincha dalam bahasa Jepang artinya adalah teh baru yaitu teh yang baru dipetik pada awal musim semi, dan dianggap sebagai teh terbaik sepanjang musim. Saya juga mencoba sencha ariake dari Nagasaki (Pulau Kyushu). Pulau Kyushu adalah daerah penghasil teh terbesar setelah Shizuoka. Letaknya di Jepang bagian selatan sehingga suhunya lebih panas dari di tengah dan utara. Untuk itu, daun teh untuk sincha cenderung tumbuh lebih awal, yakni pertengahan April.

Menurut tea server, proses produksinya sedikit berbeda dengan kebanyakan sencha. Rasanya lebih ringan dari sencha umumnya dan bentuknya lebih curly dari sencha yang biasanya seperti jarum tipis. Haruna memilih matcha yang disajikan dingin. Berbeda dengan iced matcha latte yang umum disajikan di banyak kafe di Jakarta, matcha dingin di sini tidak dicampur dengan gula dan susu sehingga rasa umami dan rasa khas matcha terasa sangat kuat.

Kami menutup tea time di sini dengan matcha panas dilengkapi wagashi, berupa mochi yang khusus disajikan pada awal musim semi. Tidak terasa, ternyata kami sudah menghabiskan lebih dari dua jam di sana. Saya sangat terkesan oleh kualitas dan cara penyajian teh di Cha no Ha.



MENCICIPI DAUN & BUNGA WASABI

Atas anjuran sensei (guru teh) saya, saya mencoba Higashiya Ginza setelah puas di Cha no Ha. Letaknya ada di lantai dua Pola Building, masih di jalan yang sama dengan gedung tempat Cha no Ha berada.

Higashiya Ginza menempati ruangan yang cukup luas yang terbagi menjadi empat area. Area pertama selepas pintu masuk merupakan tempat toko yang menjual peralatan teh, area kedua adalah tempat kue berada. Area ketiga adalah tearoom tempat pengunjung duduk, dan area keempat adalah tea bar, tempat tea server membuat dan menyajikan teh. 

Saat saya tiba sekitar pukul 11 siang, terlihat beberapa pengunjung sedang membeli kue-kue untuk dibawa pulang. Higashiya Ginza memang populer dengan kue-kue khas Jepang sebagai pendamping minum teh. Saat memasuki area tearoom, semua tempat duduk sudah dipesan untuk makan siang. Dengan pengalaman saya ini, sebaiknya lakukan reservasi untuk memastikan tempat masih ada.

Bukan hanya teh dan kue, tempat ini juga menyediakan makanan khas Jepang untuk makan siang atau makan malam. Untuk jenis tehnya, di sini lebih beragam jika dibandingkan dengan di Cha no Ha. Selain teh khas Jepang, tersedia pula beberapa teh kreasi mereka yang sudah dicampur dengan bunga atau buah.

Saya memesan teh dari daun dan bunga wasabi, Tamaryokucha (teh hijau Jepang berbentuk curly), dan Honey Castella (Japanese Soft Pound Cake). Teh saya disajikan dalam kyushu yakni tea pot khas Jepang bergagang panjang berbahan kaca bening yang sangat cantik.

Kalau selama ini saya hanya bisa melihat pasta wasabi di restoran Jepang, di sini saya bisa melihat bunganya yang putih, kecil, dan berdaun hijau tua. Hmm.. sebagai pencinta teh yang purist yakni teh tanpa campuran, saya kurang bisa menikmati teh ini. Namun, setidaknya penasaran saya terhadap rasa bunga wasabi sudah terjawab.

Belum puas menikmati teh, saya pun memesan Hot Matcha Set, secangkir matcha panas yang disajikan bersama empat jenis kue khas Jepang. Jenis kuenya berbeda-beda, disesuaikan dengan musim yang ada. Saya pilih mochi yang khusus dibuat  untuk menyambut musim semi.

Dari tempat saya duduk, saya bisa melihat ke area tea bar tempat  tea server sedang menyeduh teh pesanan tamu. Ada beberapa macam tea pot untuk penyajian teh. Tea pot untuk teh bercampur bunga adalah kyushu, yakni tea pot dari kaca bening untuk menunjukkan seduhan teh. Sedangkan  untuk teh Jepang lainnya menggunakan kyushu dari tanah liat. Untuk teh gyokuro menggunakan tea pot khusus berukuran lebih kecil, sedangkan untuk matcha menggunakan matcha bowl. 

Ketika saya menuju pintu keluar, manajer pria yang menyambut saya kembali menghampiri dan menanyakan apakah saya menyukai teh yang saya pesan. Saya kemudian meminta izin untuk mengambil foto interior dan dengan ramah dia malah menawarkan untuk mengambil foto saya juga. Arigatou Gozaimasu!



DIDOMINASI ANAK MUDA

Kalau dua tempat minum teh sebelumnya dibanjiri oleh ibu-ibu yang elegan dan kaum pekerja, tea room ketiga yang saya kunjungi ini didominasi anak muda. Namanya Chachanoma, terletak di Omotesando, yakni kawasan elite di Tokyo, sebuah jalan berbukit dan rindang yang dipadati butik-butik ternama berpenampilan cantik. Kawasan Omotesando berbatasan dengan Harajuku dan Jingumae, pusat keramaian anak muda di Tokyo selain Shinjuku dan Shibuya. Suasana di sini terasa lebih homey dan hangat dibandingkan dengan di Ginza, dan ini menjadi kawasan favorit saya  tiap kali berkunjung ke Tokyo.

Chachanoma berada di jalan kecil, di belakang butik Dior Omotesando. Hampir saja saya melewatinya karena tempat ini memasang signage yang sangat kecil dan tidak mencolok. Tampak antrean pengunjung di depan tearoom yang mungil, ketika saya tiba menjelang makan siang. Untuk mendapatkan meja siang itu saya harus menunggu sekitar 1 jam, padahal saya sedang tidak bisa berlama-lama. Alhasil, saya hanya masuk untuk membeli teh dan tea pot.

Chachanoma dimiliki oleh Watada, tea sommelier muda yang memiliki pengetahuan tentang teh Jepang, yang luar biasa. Ia memilih 30 jenis teh untuk disajikan di sini dan ia juga yang menyeduh teh untuk tamu yang datang. Semua jenis teh itu  bisa dibeli dalam bentuk daun. Pengunjung bisa membaca keterangan tentang masing-masing jenis teh dengan melihat contoh tehnya di sebuah dinding yang terletak di dekat puntu masuk kafe. Jangan khawatir, bukan dalam bahasa Jepang, melainkan tersaji dalam bahasa Inggris.
Saya membeli kyushu berukuran kecil dari tanah liat untuk melengkapi koleksi tea pot saya. Kyushu yang saya beli tersebut adalah tea pot yang digunakan dalam menyajikan teh untuk pengunjung di Chachanoma. Saya juga membeli houjicha, roasted Japanese green tea. Sejujurnya, saya ingin ngobrol lebih lama bersama Watada, namun saya tak ingin mengganggunya karena ia sedang sibuk menyeduh teh untuk pengunjung lain. Maybe next time!





























TEH RASA UMAMI

Hari terakhir   di Tokyo, saya mengunjungi Ippodo Tea di Marunouchi, daerah pusat perkantoran dan kawasan bisnis modern di Tokyo, tidak jauh dari Tokyo International Forum. Ippodo pertama kali berdiri di Kyoto, baru kemudian membuka cabang di Tokyo pada tahun 2010. Ini adalah brand toko teh Jepang yang cukup dikenal di luar Jepang karena sukses membuka gerai di New York.

Berbeda dengan tiga tempat minum teh lainnya yang saya kunjungi, di mana saya bisa memesan teh untuk diminum di tempat, Ippodo sebenarnya adalah toko teh Jepang, bukan tearoom. Pengunjung yang datang akan memasuki tea shop terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan masuk ke area tempat duduk. Area penjualan teh dan peralatan teh di sini sama luasnya dengan area tempat pengunjung duduk.

Di tempat ini, menu makanan tidak tersedia, namun  tiap kali memesan teh akan disertai dengan satu potong kue khas Jepang, seperti mochi. Pengunjung dapat memesan teh pilihan, antara lain matcha, gyokuro, sencha, dan bancha. Untuk tiap jenis teh, terdapat tiga sampai empat kualitas.

Untuk gyokuro misalnya, tersedia gyokuro tenka ichi, gyokuro kanro, dan gyokuro mantoku. Gyokuro tenka ichi memiliki kualitas terbaik dengan harga satu setengah kali lebih mahal dari gyokuro mantoku. Saya pun memesan gyokuro tenka ichi. Penyajian teh di Ippodo dinamakan kaboku way, di mana pengunjung menyeduh tehnya sendiri, tidak dibantu tea server. Teh yang saya pesan  disajikan di atas nampan kayu, terdiri dari tea pot khusus gyokuro, teh yang sudah ditakar, empat cangkir putih, timer, dan sepotong kue.

Empat cangkir tersebut digunakan untuk mendinginkan air hingga suhu 55º C, yakni suhu yang disarankan untuk jenis teh gyokuro. Air panas pertama dituang ke cangkir pertama kemudian dipindah ke cangkir kedua, begitu seterusnya sampai cangkir keempat. Terakhir, baru dituangkan untuk menyeduh teh. Saat air dituangkan ke cangkir, suhu air akan turun sekitar 10º C. Untuk teh pesanan saya, timer diatur 2 menit untuk waktu penyeduhan teh. Tiap jenis teh akan berbeda waktu seduh, takaran teh, dan suhu airnya. Semua sudah disiapkan dan kalau pengunjung masih bingung, seorang staf akan membantu menyeduhkan tehnya.

Bagi yang belum pernah mencicipi teh gyokuro mungkin akan kaget dengan rasanya. Gyokuro memiliki rasa umami yang sangat kuat. Dengan penyeduhan yang pekat dan suhu rendah membuat rasa umami ini bisa bertahan selama beberapa menit di rongga mulut. Rasanya sangat berbeda dengan teh yang umum kita minum, ada yang sangat suka, ada juga yang sangat tidak suka.

Suasana di Ippodo ini sangat tenang. Pengunjung yang datang ke sini adalah mereka yang benar-benar ingin menikmati teh Jepang berkualitas tinggi. Saya menikmati teh gyokuro saya perlahan dalam suasana tearoom yang tenang. Satu kesan yang saya dapatkan dari keempatnya: kebanyakan tearoom di sini bagaikan oase di tengah hiruk pikuk Kota Tokyo. (f)























Alamat tearoom

1.    Cha no Ha
B1 Matsuya Ginza Dept. Store, Ginza, Tokyo 104-0062
(+81 3- 3567-3230), www.chanoha.info.com
2.    Higashiya Ginza
Chome-7-7 Ginza, Chuo, Tokyo 104-0061
(+81 3-3538-3230), www.higashiya.com
3.    Chachanoma
5 Chome-13-14 Jingumae, Shibuya, Tokyo 150-0001
(+81 3-5468-8846), www.chachanoma.com
4.    Ippodo Tea
Kokusai Bldg. 1F 3-1-1 Marunouchi Chiyoda Ward, Tokyo 100-0005
(+81-3-6212-0202), www.ippodo-tea.co.jp


RATNA SOMANTRI (KONTRIBUTOR-JAKARTA)

 



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?