Travel
Menelusuri Sedapnya Kwe Cap di Pangjay

13 Jun 2014


Meski namanya sering disebut, rasanya belum banyak yang tahu bahwa di Jalan Pangeran Jayakarta, Jakarta, ada ’surga’ kuliner khusus makanan peranakan dari Pontianak. Tentunya tak serta-merta muncul. Area yang kerap dinamakan kompleks Panca Warna ini, diawali dengan dibukanya lapak rujak Pontianak oleh salah satu famili dari pemilik biro iklan Panca Warna, sekitar tahun 1978. Walau kini kios rujak tersebut tutup, masih banyak generasi penerus warga Pontianak yang membuka lapak beragam jajanan di sini, antara lain  kwe cap, bubur ikan, hingga kue basah.


GURIHNYA NASI CAMPUR

Hari belum terlampau malam ketika femina tiba di sentra jajanan ’Pangjay’. Puluhan mobil tampak terparkir rapi di sisi jalan. Para pengunjung pun mulai memenuhi salah satu kios, yaitu AFEN 34B. Letaknya tepat di sebelah kanan papan iklan Panca Warna. Sangat hidup dengan lampu neon dan padat karena dipenuhi meja-meja lipat dan kursi plastik untuk pelanggannya.

Tak mau ketinggalan, femina ikutan mampir ke kios nasi campur perdana di area ini yang sudah ada sejak akhir tahun 1970-an. Di tempat asalnya, nasi campur ini populer juga dengan nama koi peng (nasi ayam). Walau namanya nasi ayam,  di dalam seporsi nasinya juga hadir irisan daging babi yang menjadi inti dari nasi campur.

Selain daging ayam atau daging babi panggang, isian lainnya seperti semur telur, daging babi bumbu merah (char siu), dan lapchiong (sosis babi) serupa dengan nasi campur Medan. Namun, dibandingkan nasi campur Medan, nasi campur Pontianak terasa lebih basah. Karena, setelah semua lauk ditata di atas nasi putih,  sebelum disantap nasi disiram dengan kaldu ayam panas yang kental  gurih.

Disertai pula sambal cabai yang wajib diaduk dengan nasi sebelum disantap. Dijamin bertambah kelezatannya! Sebagai pelengkap, tersedia kaldu ayam yang disajikan di mangkuk terpisah. Hmm… lezat menggoda!


SIO BIE

Masih di kios yang sama, sio bie (siomay) menjadi alasan pengunjung untuk tidak langsung beranjak pergi setelah menghabiskan nasi campur. Bagi pengunjung baru, mungkin jajanan ini akan terlewat begitu saja kalau tidak melihat jelas stiker bertuliskan ’siomay’ di kaca depan stan. Terselubung hangat di dalam dandang kukus, keberadaan siomay-nya baru tampil hanya saat pelayan membuka tutupnya.

Bentuknya pun bukan kotak atau lonjong seperti siomay yang dijajakan keliling pada umumnya, melainkan seperti siomay dim sum. Terbuat dari tepung sagu, daging babi, udang, jamur hioko/shiitake, ebi, bawang bombay, dan bengkuang. Semua bahan dicincang dan diberi bumbu penyedap, lalu dibungkus dengan kulit pangsit yang tipis dan dikukus hingga matang. Bila dibandingkan dengan siomay ikan, teksturnya terasa padat berkat komposisi tepung yang sedikit.

Cocolannya pun beda. Warnanya cokelat gelap karena diracik dari campuran cabai serta tambahan cuka hitam (Chinese black vinegar) yang terbuat dari fermentasi ketan hitam dan gandum. Tersedia pula saus kuning yang rasanya kecut seperti mustard dan encer. Kedua saus ini bisa dicampur bersama atau dihidangkan terpisah.


SATAI KUAH

Beranjak sedikit ke kios berikut yakni Sate Kuah Pontianak, femina mencicipi satai kuah. Kalau biasanya satai diberi bumbu kacang dan menjadi pendamping lontong, kali ini satainya tidak hanya berselimut bumbu kacang, melainkan juga bersiram kaldu sapi yang aromatik berkat tambahan kapulaga dan pekak. Wah!

Potongan daging ayam atau daging sapi yang sudah ditusuk menjadi satai kemudian dilumuri kecap manis, lalu dibakar di atas bara api. Satu porsi berisi potongan ketupat, satai ayam atau satai sapi bumbu kacang, acar mentimun, dan daun bawang. Siram kuah hangatnya sesaat sebelum disantap.

Legit, kental, dan gurihnya bumbu kacang menyeimbangkan kaldu sapi yang cenderung enteng di lidah. Alhasil, satai bermandikan saus yang tak begitu kental. Tambahkan air jeruk lemon cui dan sambal yang pedasnya cukup menggelitik lidah. Ah, sedap!


BUBUR IKAN

Aneh bila harus menyebut salah satu hidangan yang tersaji di kios Bakso Afung, milik Sung Nam Sen, ini sebagai bubur. Karena, apa yang dihidangkan justru bukanlah bubur seperti pada umumnya. Tampilannya lebih mirip nasi putih yang disiram kuah. Ini bukan kelalaian sang penjual, tapi memang begitu penampilan dari semangkuk bubur ikan khas Pontianak.

Tiap hari, Sen  turun tangan menanak nasi. Saat ada yang memesan, nasi direbus hingga agak membengkak seperti bubur setengah jadi,  setelah itu baru ditata di dalam mangkuk saji. Ditambahkan daging ikan kakap putih yang sudah diiris, lettuce, irisan daging babi berbumbu kecap manis, daun seledri, tongcai (lobak iris yang diasinkan), dan minyak bawang putih. Saat akan disantap, disiram kaldu yang gurih.

Meski femina tidak terbiasa dengan konsep bubur seperti ini,   rasanya cukup enak dan bisa diterima lidah. Ringan dan aroma ikannya tidak tercium sama sekali. Wangi bawang putih di kaldu bercampur  dengan aroma gurih khas tongcai. Sederhana, tapi unik!


NASI KARI 33

Pengaruh Melayu ikut memperkaya warisan kuliner peranakan Pontianak. Bedanya, bumbu dan rempah yang digunakan tidak setajam masakan Melayu dari daerah Indonesia lainnya. Nasi Kari Pontianak, misalnya. Tendangan bumbu karinya lebih ringan bila dibandingkan dengan jenis kari di Sumatra.

Tertarik? Pesan saja dari kios Nasi Kari 33 di depan bubur ikan Pontianak. Nasi kari ala Pontianak ini lebih banyak isinya. Satu piring dijamin kenyang, karena tak hanya berlimpah nasi, tapi juga penuh dengan varian lauk yang sedap. Di antaranya, udang bumbu kuning bercita rasa manis, daging babi kecap, semur telur, dan semur ayam. Lengkap dengan tambahan gulai sayuran yang terdiri dari kacang panjang, mentimun, terung, dan kentang.

Dijamin  tiap suapannya bakal memanjakan lidah.  Untuk yang suka pedas, tambahkan sambal terasi. Atau yang suka asam, bisa menyantapnya dengan acar kuning. Mantap!


SEDAPNYA KWE CAP

Merasa masih punya sedikit ruang kosong di perut, femina melanjutkan wisata jajan di kios Kwe Cap Sisi. Apa sih, kwe cap itu? 

Kwe cap tak lain adalah potongan kwetiau atau mi lebar yang terbuat dari tepung beras, lalu disiram kuah dari kaldu tulang babi dan minyak babi. Ditambah lembaran kulit babi goreng kering (seperti rambak) yang sudah direbus dan bawang putih goreng. Tekstur kwetiaunya lebih lembek dibanding kwetiau pada umumnya karena proses perebusan yang lama. Ada pula beberapa yang hancur saat disantap.

Ketika diaduk, kuah akan sedikit mengental dan berwarna keruh keputihan. Bisa juga disantap dengan tambahan bakso tahu. Rasanya enak kala disantap selagi panas. Femina sendiri senang menambahkan air jeruk lemon cui, kecap ikan, sambal dan lada ke dalam kuahnya. Rasanya menjadi asin, kecut, dan pedas. Menyantapnya pun sambil keringatan karena panas dan pedas. Terbayang kan  kelezatannya?

Untuk melayani pelanggan, pemilik kios, Viriani, akrab disapa Vivi, beraksi sendiri bersama satu asisten. Mereka jeli melayani pesanan orang dan gesit membungkus pesanan dari pelanggan lainnya. Tak sedikit orang yang datang untuk membawa pulang beberapa bungkus porsi kwe cap racikannya, ‘warisan’ dari sang  ayah, Tjin Mei Khim.  


BAKMI AHOK

Masih ingin merasakan nikmatnya kuah panas di tengah malam yang mulai terasa dingin, femina mampir di kios Bakmi Ahok. Di Pontianak, bakmi ini sangat terkenal sebagai jajanan sore di Jalan Gajah Mada. Sedangkan di area ini, pemiliknya adalah Lim Lim Hok, yang memulai bisnisnya pada tahun 1990-an.      

Sebelum membuka bisnisnya, Hok bekerja sebagai karyawan di salah satu toko bakmi di Jalan Mangga Besar. Setelah banyak belajar, Hok memutuskan untuk berbisnis mi dengan gaya bakmi kepiting khas kampung halamannya, Pontianak.

“Tak bisa dipungkiri memang, karena Pontianak terkenal akan hasil laut yang melimpah, salah satunya kepiting ini,” cerita Pue, istri Hok.

Menurut Pue, soal pembuatan mi sebetulnya tak beda dengan pembuatan mi secara umum. Bakmi dari tepung terigu direbus dan dibumbui dengan kecap asin dan minyak bawang. Bedanya ada pada topping, yang terdiri dari kepiting kecil, bakso ikan, bakso ikan goreng, fish cake, kekian (fish cake dari udang), irisan daging babi berbumbu kecap, dan pangsit goreng. Semuanya dibuat sendiri  tiap hari.  Tingkat keasinan kuah pendampingnya pas di lidah. Untuk memperkaya rasa, femina memberi merica bubuk, sambal rawit, dan air jeruk limau.


PENGKANG DAN CHOI PAN

Intermezzo dari makanan berat, femina ‘mengambil napas’ sejenak saat berjalan ke kios sebelah dan melihat tumpukan pengkang di depan stan bertuliskan ’Choi Pan Goreng Pontianak’. Pengkang merupakan jajanan khas Desa Peniti, Siantan, sekitar 30 km dari Pontianak.

Serupa dengan lemper di Pulau Jawa, penganan ini diracik dari beras ketan yang dikukus, diisi ebi tumis,   lalu dibungkus menggunakan daun pisang. Bedanya, kalau lemper berbentuk persegi panjang, pengkang tampil beda dengan bentuk segitiga dan dijepit dengan potongan kayu bambu, lalu dibakar di atas bara api. Ada dua bungkus segitiga dalam satu jepitan dan harus dibeli sekaligus.

Sejatinya, menyantap pengkang paling pas dicocol ke sambal kepah, yakni sambal dari kerang yang banyak hidup di hutan mangrove dekat pantai di sekitar Pontianak. Sayang, di sini tidak tersedia. Namun, gurihnya ketan tetap membuat femina sulit berhenti membuka lembar demi lembar daun pelapis pengkang ini.

Tak puas hanya dengan pengkang, femina mencicipi choi pan goreng. Jajanan khas Singkawang, Kalimantan Barat, yang sudah mulai langka di Jakarta. Biasanya lebih banyak ditemukan dalam versi kukus. Itu pun hanya di daerah pecinan seperti Jalan Pademangan, Mangga Besar, dan Jembatan Lima.

Sama seperti versi kukus, versi goreng juga seperti kue pastel hanya lebih pipih dan berbentuk bulat. Isinya bervariasi, dari kacang hijau kupas, bengkuang, talas, hingga kucai, yang dibalut kulit dari tepung beras. Dengan sedikit minyak, choi pan pesanan femina langsung digoreng di atas wajan datar besar. Setelah kecokelatan luarnya, atasnya diberikan bawang putih cincang goreng. Teksturnya renyah di bagian luar, namun tetap lembut di bagian dalam.


KUE HINGGA BAHAN SEGAR

Sempatkan diri untuk masuk ke Toko Aliang. Dari luar, terlihat seperti toko buah karena tumpukan berbagai macam buah lokal dan impor yang menyesaki beranda.

Di sisi kiri berandanya ada gerobak berukuran besar yang memajang macam-macam kue basah dan kering khas Pontianak. Dari sla beng ke (ketan sarikaya, rasanya manis gurih), kue ladu (dodol bertekstur kasar dari tepung ketan yang dihancurkan), hingga tart susu (mirip pie dengan isi custard agak padat).

Femina tertarik mencicipi tai su, yakni bola ubi ungu cincang yang dicampur kelapa parut. Tak begitu jelas, karena bola-bola ini bermandikan santan berwarna ungu muda dari ubi. Bola ubinya pun padat. Walau empuk digigit, rasanya tidak selegit   bola ubi pada biji salak. Beda pula dengan bola ubi yang ada di dessert Taiwan biasanya.

Kalau masih belum puas, masuk lagi ke bagian dalam toko kelontongnya. Di dalam terlihat seperti supermarket rumahan dengan etalase di tiap sisinya. Dari kecap, daun teh, hingga terasi rebon, hadir di sini. Rata-rata barangnya adalah produksi Pontianak dan Malaysia. Dekat meja kasir juga terlihat berbagai jenis bakso, tahu, hekeng (lumpia udang) yang belum digoreng, hingga kwetiau basah. Semua berasal dari Pontianak dan sudah dibungkus plastik sesuai porsi masing-masing.


CICIPI JUGA!

  1. Tau suan: Bubur dari kacang hijau kupas, kuah manisnya dikentalkan dengan tepung kanji. Disantap dengan cakwe goreng. Hadir di kios Kwe Cap Sisi.
  2. Pisang goreng Kalimantan: Pisang goreng dengan tekstur  balutan tepung yang renyah  berpasir. Manis, legit, dan gurih. Hadir di sepanjang Jalan Pangeran Jayakarta, salah satunya di sebelah kiri Toko Aliang.
  3. Serba minuman: Selain pisang, di sebelah kanan Toko Aliang juga hadir gerobak kecil bernama Anguan, lengkap dengan bungkusan plastik yang bergantungan. Antara lain berisi lek tao ko (jus kacang hijau), es 12 macam dengan isi manisan pepaya, manisan kolang-kaling, hingga sago pudding.
  4. Sonkit:  Minuman dari perasan jeruk lemon cui (kietna) dan gula. Hadir di kios choi pan.




 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?