Travel
Magis Berbeda Milik Paris

7 Nov 2014


Kala di Paris, menaiki Menara Eiffel, berfoto di depan Arc de Triomphe, mengintip isi Musée du Louvre, dan berjalan-jalan di sepanjang Champs-Élysées sambil mengudap macaron dari Ladurée sudah menjadi agenda sejuta umat. Saya justru memilih cara yang berbeda. 

Paris sebenarnya memiliki sudut-sudut yang jarang terjamah turis. Boleh percaya boleh tidak, namun beberapa makanan, pâtisserie dan kopi terbaik di Paris bisa ditemui di tempat-tempat ini. Bagi saya yang menggilai jalan-jalan, mencari sesuatu yang baru dari sebuah destinasi adalah ‘tugas’ traveler sejati.

Déjeuner  ala Parisienne

Budaya déjeuner (makan siang) di sini bertolak belakang dengan gaya Amerika yang serba cepat. Masyarakatnya hobi makan siang di bistro dengan minimal 2 course menu, yakni makanan pembuka dengan makanan utama, atau makanan utama dengan pencuci mulut. Menyikapi ini, tak sedikit restoran menyediakan menu makan siang yang lengkap. Salah satunya restoran favorit saya, Le Hide. 
Le Hide yang tidak jauh dari Arc de Triomphe bisa jadi pilihan, daripada restoran-restoran mahal di sepanjang Champs-Élysées. Restoran kecil yang dikepalai chef Hide Kobayashi ini menyajikan hidangan autentik Prancis berpadu presisi dan ketelitian khas koki Jepang. Datang saja lebih awal karena kapasitasnya yang kurang dari 40 kursi ini selalu ramai di jam makan siang.
Walau menunya kerap berganti, beberapa yang pasti tersedia adalah Escargots version traditionnelle Française, yakni hidangan dari bekicot khas Prancis yang dimasak dalam kuah dari mentega dan bawang putih. Oleh chef Hide, bekicot dimasak hingga lembut, disajikan bersama choux pastry bertabur peterseli cincang dan sedikit cabai bubuk untuk tendangan cita rasa.
Hampir semua plats du jour (hidangan utama) di Le Hide memiliki keunikan masing-masing. Saya pernah mencicipi ravioli dengan isian foie gras yang disajikan bersama buah apel yang sudah dibuat karamel dan potongan kecil foie gras beserta sedikit saus gurihnya. 

Mont Blanc, salah satu favorit saya, dihidangkan oleh chef Hide dengan lebih cantik. Ada pula Pannacotta yang dibuat dari krim chesnut dengan es krim vanilla,   disajikan dengan meringue panggang dan saus vanilla. Jajal pula Crêpe Suzette yang akan di-flambée (dibakar dengan alkohol) langsung di hadapan Anda. Sisihkan bujet sekitar 30 euro untuk 3 course menu atau 20 euro untuk 2 course menu.

Éclair Naik Daun

Di Indonesia, nama-nama butik kue seperti Ladurée, Pierre Hermé, dan Fauchon mungkin pernah terdengar. Di Paris, gerainya selalu berdiri di lokasi populer, dengan desain butik yang atraktif dan tampilan kemasan yang mewah.
Ketika Anda sudah bosan melihat merek-merek tersebut, saatnya berkunjung ke Des Gâteaux et du Pain di Boulevard Pasteur. Pâtisserie yang dikepalai Claire Damon ini tidak hanya menjual kue, tapi juga roti. Claire dulunya menempati posisi tinggi di dapur milik pastry chef Pierre Hermé.
Di sini, saya menggemari Gâteaux St-Honoré. Kala itu, kue sus kecil ini dalam versi  isi krim mangga dan di luarnya berupa krim rasa salted caramel. Sekadar informasi, St-Honoré merupakan kue klasik buatan Santo Honoré, pelindung para pastry chef. 

Pamplemousse Cheesecake juga berhasil menggoda saya. Adonan cream cheese mousse dengan cita rasa pahit-asam khas grapefruit ditemani biskuit renyah dan manis pada bagian dasar, demi menyumbang rasa legit. 
Untuk saya yang menyukai kombinasi rasa nonkonvensional, kue-kue di Des Gâteaux et du Pain selalu menawan. Karena tak tersedia kursi dan meja, nikmati saja di bistro kecil di seberangnya, ditemani kopi atau teh. 
Berdasarkan pengamatan saya dari Europain 2014 (pameran pastry and bakery terbesar Eropa), kudapan éclair kembali naik daun di Paris. Tren macaron yang berlangsung lebih dari 4 tahun mulai digeser oleh kemunculan éclair dengan rasa baru dan desain yang nyeni. Salah satu gerai terbaik yang menjual artisanal éclair adalah L’Éclair de Genié.
Gerai mungil di Rue Pavée ini adalah hasil karya pâtissière ternama, Christophe Adam, otak dari kreasi-kreasi pastry yang chic di Fauchon pada awal tahun 2000-an. Siap-siap tergoda dengan sejumlah chocolate truffle, selai, dan juga cokelatnya! Mudah untuk terpikat pada Passion-Framboise, éclair warna kuning dengan hiasan raspberry dengan filling krim markisa. Juga Vanille Noix de Pecan dengan filling krim vanilla dan kacang pecan cincang yang dibuat karamel. Setahu saya, kreasi-kreasi musimannya, buah kolaborasi dengan pastry chef lain di Paris, juga menarik. 


Bermain di Pasar 

Apalah artinya berkunjung ke Paris tanpa bermain di pasar segarnya. Ada Marché Avenue Président Wilson yang buka tiap Rabu, dan Marché Biologique Raspail yang buka hari Minggu. Pasar umumnya dimulai dari pukul sembilan pagi hingga setengah dua siang.

Pasar di sepanjang Boulevard Raspail ini terkurasi atas penjual makanan organik, mulai dari sayuran, buah, keju, susu, hingga pastry dan roti. Selalu memikat bagaimana warna-warni produk segar ini ditata dengan ramai oleh tiap penjual. Wajib coba adalah lait cru atau susu yang langsung diperah dari sapi tanpa dipasteurisasi sebelumnya. Segar dan sangat gurih! Banyak keju khas Prancis yang menggunakan lait cru sebagai salah satu bahan utamanya.
Di Marché Raspail saya menemukan Patibio, gerai temporer yang menjual pastry dan roti berbahan dasar organik. Mulai dari quiche, tartlettes beragam rasa, hingga canelé. Bersiaplah untuk mengantre karena banyak juga Parisienne yang menggemari Patibio. Dua kegemaran saya adalah Tarte aux Poire dengan buah pir Normandy dan Gougère. Karena semua lebih sedap disantap hangat, tersedia oven untuk memanaskan rotinya.
Paris juga adalah surga barang antik. Untuk itu, telusuri Marché de Porte de Vanves yang buka tiap Sabtu dan Minggu. Lebih dari 30 penjual barang-barang antik, mulai dari peranti makan, buku-buku dari abad ke-18, koleksi piringan hitam, hingga perhiasan dan ornamen dekorasi dijual di sana. Mengingat areanya besar, persiapkan waktu luang yang panjang.
Banyak penjual tidak bisa berbahasa Inggris. Makanya, jika Anda lihai berkomunikasi atau punya teman yang bisa berbicara bahasa lokal, barang yang Anda taksir mudah ditawar. Saya berhasil memboyong tiga pasang cangkir espresso dengan garis emas, serta sendok dan garpu kuno untuk koleksi, seharga 50 euro. Ini terhitung murah!

Menambah Koleksi Dapur

Kota gastronomi ini tak hanya pusatnya restoran, bistro dan kafe, namun juga perlengkapan dapur hingga koleksi buku-buku resep dengan harga yang lebih murah dibandingkan di Indonesia tentunya. Salah satunya E. Dehillerin, toko peralatan dapur tertua di Paris. Konon, figur masak Amerika Julia Child membeli panci pertamanya di E. Dehillerin. 
          
Hampir segala macam bentuk peralatan dapur kuno dan modern tersedia di sini, mulai dari baskom dan panci perunggu, hingga cetakan kue. Arsitektur kunonya juga terjaga apik. Di gudang bawah tanah masih terdapat instalasi pemanas ruangan dari   tahun 1800-an. 
Berjalanlah tiga blok ke Rue Montmarte dan cari toko La Bovida yang berlogo perahu layar besar. Toko dua lantai ini memiliki koleksi yang lebih modern. Misalnya, bumbu dan kitchen gear seperti apron, chef jacket, serta sepatu dapur dengan standar khusus.
Memburu buku resep dan buku tentang makanan? Librairie Gourmande adalah tempatnya. Terletak di jalan yang sama, toko dua lantai ini menyimpan lebih dari 10.000 judul ragam bahasa. Majalah makanan lokal menjadi referensi menarik bagi saya yang kerap mengerjakan proyek food styling. Pelayanannya sangat ramah, walaupun pengunjung sedang mencari judul-judul khusus.


Jalan-Jalan Malam di Montparnasse

Ketika bosan atau tidak bisa tidur di malam hari karena jetlag, area Montparnasse --tak jauh dari stasiun KA Gare Montparnasse-- menjadi tujuan saya. Area ini memiliki crêperie yang buka hingga larut malam. Pemiliknya kebanyakan orang Normandy yang menetap di Paris. Konon, orang Normandy yang datang ke Paris selalu menginginkan crêpes tiap baru turun dari kereta. 

Kegemaran saya masih Crêperie Josselin. Crêpes dan galettes (crêpes asin dari tepung buckwheat)-nya bervariasi. Dari vegetarian, crêpes dengan bacon dan keju, sampai crêpes manis bertabur salted caramel, dan crêpes yang dibakar dengan Grand Marnier. 
Saya suka rasa crêpes yang nendang, yakni crêpes yang direndam liquor seperti Grand Marnier, Rhum, atau Calvados. Harga crêpes sekitar 7-10 euro. Untuk rata-rata kemampuan makan orang Indonesia, satu porsinya bisa untuk dua orang. Cicipi juga cider buatan tempat ini dengan dua pilihan rasa manis, atau brut dengan cita rasa yang lebih asam. 
Di area Montparnasse juga berdiri banyak seafood bar yang menyajikan tiram segar, prawn cocktail, dan beragam wine. Menyesap wine, bir, atau espresso pada malam hari di tepi jalan ini  ditemani lampu-lampu gemerlap adalah salah satu hal terbaik tentang Paris untuk saya.



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?