Travel
Destinasi Rasa Di Negeri Binthe Biluhuta

7 Aug 2015


Gorontalo lebih dikenal secara luas sebagai provinsi destinasi divers (penyelam). Padahal, tanah kelahiran lauk binthe biluhuta ini kaya hidangan laut yang berempah. Jajanan lokalnya pun semarak.
Menelusuri kekayaan rasa Hulontalo (semenanjung Gorontalo) menjadi impian saya, Valentina Limbong, sejak lama. Saya berkesempatan untuk menginjakkan kaki di sana bersama sejumlah pencinta makan lain. Kami sama-sama merasakan bahwa ini tur langka yang tak boleh dilewatkan.

Rahang Tuna Nikmat
 “Mengunjungi daerah pesisir, seafood segar tentu jadi primadona,” ujar Noor Sitoresmi, pencinta makan enak yang sudah bertahun-tahun menetap di Gorontalo. Pemahamannya mengenai daerah Gorontalo menjadikan wanita yang akrab disapa Noer ini seksi sibuk untuk membantu kami memaksimalkan perjalanan ini. 
Kami langsung singgah di RM Melky Brazil di Pelabuhan Gorontalo. Kami ‘disambut’ kepulan asap hasil dari ikan kakap merah yang sedang dibakar. Di papan nama rumah makan, tercantum jenis-jenis ikan yang bisa dipesan, dari ikan kakap, ikan goropa, hingga ikan bobara (kuwe). Meski tak banyak jenisnya, aneka ikan bisa dimasak dalam bumbu dan cara yang berbeda. “Jika tak ingin menunggu lama karena semua pesanan dimasak mendadak, sebisa mungkin pesanlah hidangan yang diinginkan selagi dalam perjalanan menuju tempat ini,” saran Noer.
Sekejap, ikan kakap masak woku, kakap goreng, sup ikan, dan bobara   bakar sambal dabu-dabu beserta sayur tumis kangkung sudah siap disantap. Bumbu ikan masak wokunya medok dan wangi daun kemanginya menusuk hidung. Ikan goreng atau bakar bersiram sambal dabu-dabunya pun tak kalah menggoda. Pencinta seafood rasa pedas pasti bahagia!
Puas bersantap di ‘Brazil’, kami teruskan perjalanan ke pantai yang lain, yakni Pantai Indah, Pohe. Di RM Ratu (Raja Tuna), kami menemukan semua masakan berbasis ikan tuna. Dari ikan tuna mentah (sashimi tuna), tuna masak woku, sup ikan tuna, hingga  dada tuna bakar atau tuna goreng. Signature dish di sini adalah rahang tuna dan satai tuna.
Rahang ikan tuna dipotong kasar, dibumbui, lalu dibakar atau digoreng. Daging ikan tuna yang menempel pada bagian rahang ini mantap saat dicocol ke dalam sambal rawit merah bersiram minyak kelapa panas. Walau pedasnya ‘membakar lidah, tak lantas membuat pencicipnya kapok karena rasanya terlalu enak. Jika ingin lebih santai, datanglah sore hari. Ini waktu yang  pas untuk menikmati kesegaran sashimi sambil ditemani angin pantai.     
 


Sarapan hingga Ngemil
Setelah dimanjakan dengan seafood di hari pertama, wisata kuliner di hari kedua dimulai sejak makan pagi. Tiap kali datang ke satu daerah, saya kerap melewatkan sarapan di hotel karena makanan pinggir jalan, pasar tradisional, atau rumah makan yang menyajikan makanan setempat jauh lebih menarik untuk dicicipi.
Sebelum berangkat, ada satu tip dari Arie Parikesit, pendiri Kelanarasa Culinary Solutions, yang merancang tur ini. Saat berwisata kuliner, harus patuh pada ‘management tummy’. Istilah kocak buatannya itu berarti jika berpelesir ke suatu tempat dan tak ingin melewatkan satu pun makanan khasnya, makanlah sedikit demi sedikit di  tiap tempat. Kiat ini mencegah perut ‘menyerah’ atau kekenyangan di saat agenda kuliner lainnya masih antre untuk disambangi. Bagi saya yang doyan jajan sana-sini, ini juga ‘manajemen’ yang juga saya jalani sejak lama, ha… ha… ha….
Di Gorontalo, nasi kuning adalah hidangan sarapan paling populer selain bubur ayam dan bubur sagela (bubur ikan roa). Di warung makan Sabar Menanti, Anda akan disuguhi seporsi nasi kuning dan semangkuk sup seperti soto berisi telur rebus. Topping-nya adalah telur dadar iris, serundeng, dan bawang goreng. Disajikan  bersama sambal ulek yang lagi-lagi pedasnya luar biasa.
Beda lagi saat saya mampir ke warung nasi kuning di Jl. Panigoro. Di dalam ruangannya  ada sepanci besar sup sumsum. Di tempat ini, pendamping nasi kuning bukanlah ayam goreng atau telur dadar iris, melainkan satai sapi atau kambing dan sup sumsum. Cukup berat memang. Tapi, karena rasanya yang lezat, tak membuat lidah cepat berhenti mengunyah. Seporsi sarapan ‘berat’ ini harganya Rp65.000.
Kenyang sarapan, saya dan rombongan berjalan mencicipi ilabulo di kedai Ilabulo. Konon, makanan yang mirip dengan otak-otak ini dulunya adalah camilan para raja di Gorontalo. Mengutip cerita dari Amanda Katili Niode, penggagas Omar Niode Foundation yang juga ikut serta dalam tur ini, ilabulo dilambangkan para raja sebagai totombowata, yang dalam bahasa Gorontalo berarti bersatu padu dalam sebuah perbedaan. Perbedaan di sini dilambangkan dari bahan-bahan pembuatnya, yaitu sagu, hati-ampela ayam, lemak ayam, dan rempah pedas, yang menjadi sebuah kesatuan yang nikmat. Cita rasa nikmat inilah yang menjadi perdamaian bagi para raja yang sedang berselisih.
Kedai Ilabulo di simpang Jl. Diponegoro adalah paling populer di kota ini. Tak jarang, para perantau atau turis domestik kerap memesannya sebagai oleh-oleh. Saking ramainya, sang pedagang membutuhkan tungku pembakar sebanyak 3 buah (masing-masing memiliki panjang ±1 meter) dengan asap yang tak hentinya mengepul karena banyaknya penggemar. 
Satu hal yang saya perhatikan setelah mencicipi beberapa hidangan bakar, masyarakat Gorontalo umum memanggang di atas bara api menggunakan batok kelapa dan cangkang kemiri. Seperti juga yang dijumpai kala mencicipi jagung bakar di sekitar pantai, di daerah Pohe. Efek cangkang kemiri ternyata memberi aroma nutty pada jagung bakar. Ini bukan pula jagung bakar biasa, karena disajikan dengan sambal yang diracik dari jantung pisang dan kelapa muda parut. Unik!    


FESTIVAL KULINER GORONTALO
Dalam perjalanan malam terakhir di ‘surga’ kuliner ini, kunjungan kami bertepatan dengan Festival Kuliner Gorontalo. Sebagai putri Gorontalo sekaligus tuan rumah festival ini, Ibu Amanda mengundang seluruh peserta rombongan bersantap khas kampung halamannya di kediaman sang mertua.
 Ruang tamu diisi dengan beberapa meja prasmanan yang terpisah sesuai tema. Ada tumpeng, lauk-pauk, kue basah, kue kering, hingga meja saji kopi Pinogu yang jauh-jauh dibawa dari daerah pertanian kopi organik di Kecamatan Pinogu, Bolange. Salah satu yang menyita perhatian adalah tabu maitomo atau kue bugis. Jangan bilang pernah mencicipi tabu maitomo terenak jika belum menikmati langsung di kampungnya. Sebuah tampi bambu yang diletakkan di samping kuah bugis panas diisi beragam bumbu masak dan rempah. Sajian warisan pedagang Arab di masa lampau ini mengandung 33 jenis rempah dan bumbu. Beberapa di antaranya keluak, bunga adas, pala, cengkih, kayu manis, dan jintan.   
    Masih di meja lauk-pauk, ada morongi ikan payangga, yaitu ikan kecil seperti teri jengki segar yang digoreng tepung berbumbu pedas. Beda lagi dengan putungo, sekilas mata tampilan warnanya gelap seperti paru goreng. Padahal, putungo adalah jantung pisang yang dimasak pedas dengan rasa jintan yang menonjol. Biasanya, putungo dijadikan sebagai lauk kering pendamping nasi.
  Di penghujung santap, tuan rumah menawari saya untuk mencabut kue dari Walimah. Dahulu, rakyat membuat piramida kue ini sebagai persembahan kepada raja di hari perayaan Maulid. Isinya bermacam-macam, ada panada kering, kolombengi, kue sukade, bagea, dan beberapa kue kering lainnya. Hiasannya meriah sehingga bikin penasaran bagi yang melihatnya.


KUE KERAWANG BERMOTIF
Banyak sekali hal menarik yang saya temui di tempat ini. Ini juga yang membuat saya mengingatkan Anda bahwa Gorontalo bukanlah sekadar kota transit sebelum merencanakan menyelam di kepulauan sekitarnya, atau berpelesir ke Pulau Togean yang kesohor. Dapur kelahiran ayam iloni ini juga menarik seperti halnya Padang, Surabaya, Yogyakarta, atau kota lain yang kesohor sebagai destinasi makan enak. 
    Kekayaaan kuliner lainnya hadir dari sajian manis bernama kue kerawang. Kue kering ini dilukis cantik dengan motif yang terinspirasi dari kain kerawang atau yang juga disebut kain karawo. Karawo berarti sulaman tangan. Jadi, kain karawo adalah kain yang disulam dengan tangan. Wajar saja jika harga kue ini tidak murah (Rp130.000/ stoples). Kue kering ini dilukis  satu per satu menggunakan tangan.
Beberapa kali pernah mencicipi binthe biluhuta, akhirnya saya bisa mencicipinya langsung di sini. Masakan berbahan jagung ini juga populer dengan nama milu (jagung) siram. Melipir RM Syakinah, pemilik rumah makan mendemokan bagaimana memasaknya. Aslinya, jagung yang digunakan adalah jagung putih dengan bulir yang lebih besar ketimbang jagung kuning biasa. Kunci kelezatannya adalah minyak kelapa buatan sendiri yang campur ke dalam binthe biluhuta. Aaahhh, sedap!  

10 Lokasi Lezat
•    Café Brazil Melky: Jl. Martadinata (Pelabuhan Gorontalo), Gorontalo, Indonesia.
•    Rumah Makan Ratu (Raja Tuna):  Pantai Indah Pohe Tangga 2000, Gorontalo.
•    Rumah Makan Mawar Sharron/ Restoran Family: Jl. Merdeka No.37, Gorontalo.  
•    Rumah Makan Syakinah (spesialis milu siram dan ikan bakar): 
•    Warung Sabar Menanti: Jalan Sutoyo No. 31, Kota Selatan, Gorontalo.
•    Rumah makan Diva: Jl. Diponegoro No. 92, Kota Selatan, Kelurahan Limbabe, Gorontalo.
•    Pia Olivia: Jl. Imam Bonjol No.1, Gorontalo.
•    Nasi Kuning Panigoro: Jl. Panigoro
•    Jagung Bakar: Pantai Indah Pohe Tangga 2000, Gorontalo.
 VALENTINA LIMBONG


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?