Travel
Akhir Pekan Seru di Busan

3 May 2013



Pada akhir pekan, apalagi jika long weekend, kereta jurusan Busan hampir pasti diserbu warga Seoul yang ingin menghabiskan waktu. Ya, sama seperti Bandung bagi warga Jakarta, Busan adalah tempat ‘pelarian’ warga Seoul yang ingin menikmati suasana berbeda. Deburan ombak dan pasir pantai ternyata dirindukan oleh kebanyakan orang yang tinggal di kota dan pegunungan. Saya, Umi Akhdadiyah, membuktikannya.


Red Carpet Busan International Film Festival

Sengaja saya rancang datang ke Busan saat festival film ini. Di bulan Oktober ini, Busan seperti disulap menjadi Cinema City untuk seminggu.

Semua teater yang ada di kota ini dimanfaatkan. Jadwal lengkap dan peta bisa didapat di mana saja: stasiun, terminal, hotel. Bahkan, BIFF (Busan International Film Festival) menerbitkan majalah harian selama berlangsungnya acara, yang memuat film-film apa yang diputar hari itu, dan juga seputar gosip artis!

Kegiatan dipusatkan di Busan Cinema Center. Gedung inilah yang menjadi pusat kegiatan dari BIFF, opening dan closing ceremony diadakan salah satu teaternya yaitu BIFF Theater, teater terbuka yang luas, bisa menampung 4.000 penonton. Layarnya pun superbesar.
Saya sempat menonton Tai Chi 0, film dari Hong Kong yang disutradarai dan diperankan oleh Stephen Fung. Karena datang kurang cepat, saya kebagian tempat duduk di deretan belakang di BIFF Theater, dengan membayar tiket seharga 6.000 won (sekitar Rp54.000). Karpet merah digelar di sepanjang jalan menuju teater, serasa artis! Sebelum film dimulai, ada kata pembuka dari sutradara. Saya langsung menyesal tidak bisa duduk di kursi depan, tidak bisa melihat Stephen yang ganteng dari dekat.

Nonton di teater terbuka ini mengingatkan saya pada layar tancap yang makin jarang di Indonesia. Walau fasilitasnya jauh lebih keren, rasanya mirip, terutama saat di tengah-tengah film tiba-tiba angin berembus kencang. Suhu di malam hari pada musim gugur yang dingin membuat saya langsung merapatkan jaket tebal. Di sebelah, saya lihat para ibu menyelimuti anak-anaknya dengan selimut yang mereka bawa.

Saya juga mengunjungi BIFF Square di Jagalchi Market. Keluar dari stasiun kereta, sudah terasa ramainya, dan langsung berada di BIFF Square! Menyemarakkan festival, toko-toko di BIFF Square ini memberi diskon besar-besaran. Di BIFF Square terdapat layar lebar dan panggung di depan Megabox Busan Theater, salah satu teater yang digunakan untuk BIFF. Sore itu tidak ada acara di panggung, tapi suasana ramai sekali oleh orang-orang yang ingin berfoto. Satu lagi lokasi keriaan BIFF, yaitu BIFF Village di pantai Haeundae.




Menyusuri Pantai dan Tebing
Pantai Haeundae

adalah salah satu ikon Busan. Bukan cuma turis, warga lokal pun senang rekreasi di sini sambil menanti matahari tenggelam di horizon. Pantainya yang lebar berwarna cokelat muda memang asyik untuk bermain, tapi kurang cocok untuk direnangi karena ombaknya besar.

Di musim panas biasanya di sini diselenggarakan festival istana pasir.
Berbagai bentuk seperti istana Korea dan tokoh kartun anak-anak dari pasir, menghiasi pantai. Di sini juga ada akuarium raksasa. Tapi, karena waktu yang terbatas, saya memilih menikmati semilir angin pantai sambil menyusuri jalan setapak yang dibuat di sepanjang sisi pantai.

Jalur ini ternyata juga favorit para pencinta jogging. Setelah pantai berpasir habis, dan digantikan karang-karang, jalan setapak ini tidak habis. Saya terus  menyusuri jalan yang  mulai naik turun mengikuti kontur tebing yang berbatasan dengan karang.
Di sebelah barat Pantai Haeundae saya melihat patung putri duyung duduk di salah satu batu karang. Dalam papan yang terpajang tertulis, legenda tentang Putri Hwangok dari Naranda yang menikah dengan Raja Mugung. Konon, putri itu sering duduk termenung memandang ke lepas pantai karena merindukan kampung halamannya saat bulan purnama. Terus melangkah, saya tiba di mercusuar. Dari sini kita bisa melihat jembatan Gwangan atau jembatan berlian, jembatan terpanjang di Korea Selatan, membentang sepanjang 7,42 km menghubungkan daerah Haeundae dan Suyeong. Saat melintasinya saya sampai heran, kok, enggak habis-habis jembatannya. Di malam hari jembatan ini terlihat megah dengan lampunya.

Daerah tepi laut yang tak kalah beken  adalah Tae Jong Dae, yang berbentuk tebing. Letaknya jauh di ujung selatan Pulau Yongdo di barat Busan. Dari Stasiun Busan kita bisa menaiki city tour atau bus umum. Jaraknya lumayan jauh, dengan bus sekitar satu jam. Kalau sedang musim liburan, jalanan bisa macet dan makan waktu dua hingga tiga kali lipat.

Tae Jong Dae sebetulnya sebuah taman luas dengan beberapa titik menarik, seperti mercusuar, kuil kecil, juga menara pandang. Ini memang salah satu daerah perbatasan Korea Selatan dan Jepang. Karena itu, sesekali lewat kapal patroli. Untuk masuk ke sini tidak dipungut bayaran. Untuk mengitari area yang sangat luas kita bisa berjalan kaki atau naik mobil berbentuk seperti kereta dengan membayar 1.500 won (Rp13.500). Tetap saja, untuk mencapai tebing yang tepat berada di tepi laut, kita harus berjalan kaki. Angin kencang sesekali membuat saya sulit melangkah. Segarnya aroma laut bercampur dengan dedaunan di taman, sungguh menyegarkan.

Di satu lokasi terdapat sebuah patung ibu yang sedang menggendong anak. Saya pikir itu tentang bentuk kasih sayang biasa saja. Ternyata, di tebing itu dulu sering dijadikan lokasi bunuh diri, dan patung itu merupakan peringatan bagi siapa pun agar mengurungkan niat bunuh dirinya karena mereka sangat berharga bagi ibu mereka.




Wisata Pasar Ikan

Sebagai kota pelabuhan, Busan terkenal juga sebagai penghasil makanan laut. Malah, salah satu menu wajib kunjungan ke Busan adalah mampir ke pasar ikan Jagalchi.

Jangan bandingkan dengan pasar ikan Muara Angke yang becek dan berbau menyengat. Jalan menuju pasar ikan Jagalchi lumayan macet, tapi tidak becek. Aroma ikan memang tercium, tapi tidak sampai membuat pusing.

Aneka ikan segar, ikan yang sudah dikeringkan, gurita berbagai ukuran, sampai aneka seafood yang diawetkan dengan saus merah, tampak berjajar di sepanjang jalan.

Bagian dalam pasar juga bersih. Saya sempat kaget mendengar suara seorang ibu penjual yang seperti marah-marah kepada pembeli. Tapi, setelah melihat ekspresi wajahnya, tampaknya biasa saja. Ah, mungkin, seperti kebanyakan orang yang tinggal di pantai, nada suara mereka memang cenderung tinggi.

Penasaran mencicipi seafood di sini, saya pun mampir di sebuah restoran. Bak-bak penampung seafood tampak di bagian depan resto. Hmm... pasti segar, nih. Saya memilih satu porsi mix seafood ukuran kecil saja, ditambah nasi. Benar saja, hidangan datang dalam porsi jumbo, yang bisa dinikmati  untuk tiga orang.

Dalam satu piring besar, tersaji tiga macam seafood: gurita yang dipotong kecil-kecil,   kerang segar warna kuning berukuran besar, dan satu lagi,   saya tidak tahu namanya, berbentuk seperti kikil sapi  berwarna cokelat dan dipotong kecil-kecil. Semua tanpa bumbu, hanya disiram air es. Yang bikin kaget, gurita dan seafood yang serupa kikil tadi masih bergerak-gerak! Melihat saya ngeri, sang pelayan memberi tahu lewat bahasa tangan, bahwa seafood yang seperti kikil itu bagus untuk kecantikan kulit. Wah, kalau kulit saya jadi sehalus kulit orang Korea, sih, rasanya nekat, nih, saya habiskan.

Sambil memejamkan mata, saya coba satu per satu. Tak ada rasa amis sama sekali. Benar-benar seafood yang segar. Terasa liat saat dikunyah. Hanya saja, tentakel gurita itu terasa agak menempel di lidah dan dinding mulut. Harus dikunyah sempurna, agar tak nyangkut di tenggorokan. Penasaran, saya cari tahu, mana seafood yang seperti kikil tadi. Ternyata, bentuknya seperti mentimun, berwarna cokelat.



Menuju ke Sana

• Pesawat:  Bandara internasional Busan, Gimhae dari Bandara Gimpo, Seoul, maskapai Korean Air dan Asiana. Perjalanan sekitar satu jam dari Seoul ke Busan.
• Kereta: Pilihan tercepat, 3 jam perjalanan, adalah kereta KTX. Atau kereta Saemaeul dan Mugunghwa yang berhenti di  tiap kota dan memakan waktu 5 jam.
• Bus: Dari Seoul menggunakan bus memakan waktu perjalanan selama 5 jam.

Menginap di Mana?


• Sheraton Hotel, terletak di pusat perbelanjaan Centum City. Sangat dekat dengan BIFF Cinema Center.

• The Westin Chosun, terletak tepat di sisi Pantai Haeundae. Di sini Anda akan dimanjakan oleh pemandangan matahari terbenam, angin laut yang segar, dan keramaian Pantai Haeundae.

•    Novotel Ambassador, juga terletak di Pantai Haeundae. Tak jauh dari keramaian.




Tip

• Jika mau praktis, ikut saja bus Busan City Tour.  Ada dua jenis tur bisa diikuti: Loop Tours (Haeundae Tour, Taejongdae Tour) dan tur sesuai tema (sejarah, budaya, kuil, eco toru, dan pemandangan malam). Harganya, 10.000 won (Rp90.000).

• Untuk mencapai satu tempat ke tempat lain, menggunakan kereta bawah tanah sangat mudah, murah, dan cepat. Tapi, jika ingin menikmati suasana, melewati jembatan Gwangan yang panjang menggunakan bus.

• Banyak penduduk Busan yang cukup fasih berbahasa Jepang ketimbang bahasa Inggris. Ini karena letaknya  yang dekat dengan Jepang.

Umi Akhdadiyah (Kontributor)








 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?