Fiction
Theo (8)

25 Jun 2012

<< cerita sebelumnya

Tanpa terasa, laju mobil melambat. Kemudian menepi di sebuah rumah tua yang masih sangat terawat. Rumah tua Oma Rima, neneknya tercinta, yang masih terawat dengan baik.


”Ayo, Ivi,” ajak Theo.

Ivonne tampak ragu-ragu. Theo tersenyum kecil. Pasti dia tidak menyangka kalau Theo akan mengajaknya ke sebuah rumah. 

“Pak Andi ikut masuk saja,” ajak Theo.
Kali ini raut wajah Ivonne agak lega. 

”Tenang saja,” ujar Theo, sambil tersenyum kecil. ”Ini rumah omaku. Aku sudah janji akan mengunjunginya begitu aku tiba di Jakarta.” 

Ivonne mengangguk. Theo sempat melihat Ivonne mengetuk ujung kakinya tiga kali sebelum keluar dari mobil. 

Theo mengetuk pintu utama rumah tersebut. Di wajahnya tersungging senyum lebar. 
Pintu terbuka perlahan. Oma Rima keluar.

”My dear Theo!!!” Dia memeluk Theo dengan erat. Diciumnya kedua pipi lelaki itu.

”Oma Rima,” Theo juga balas memeluknya dengan erat. Nada suaranya mengandung kasih sayang.

”Siapa ini teman-temanmu?” Oma Rima baru menyadari kehadiran Ivonne dan Pak Andi.

”Ini Pak Andi, sopir PT Kimia Utama.” Theo memperkenalkan Pak Andi. Pak Andi mengulurkan tangannya dengan canggung.

”Hallo, Pak Andi,” sapa Oma Rima dengan hangat. 
Pak Andi tersenyum lebar. Merasa nyaman dengan perlakuan Oma Rima yang hangat dan menyenangkan.

”Dan siapa gadis cantik ini?” Oma Rima berpaling ke arah Ivonne. 
Ivonne merasa jengah. Dia tersenyum tipis. “Pacar kamu, ya?” Kini Oma Rima mengerling jail ke arah Theo.

Theo tersenyum lebar, “Ini personal assistant saya selama berada di Jakarta. Namanya Ivonne Christabelle.”

Ivonne mengulurkan tangannya dan Oma Rima membalas uluran tangan itu sambil tersenyum lebar. ”Senang sekali bertemu dengan kamu, Ivi.” 

”Ehm... saya juga senang sekali bertemu dengan Anda,” Ivonne membalas dengan sopan.
Theo tersenyum melihat reaksi Ivonne, pasti karena nama panggilan itu lagi!

”Ayo, semuanya masuk. Kita makan malam sama-sama, ya...,” ajak Oma Rima, sambil membuka lebar-lebar pintunya.

Tubuh Ivonne tampak mengejang mendengar perkataan Oma Rima.

*****
Makan lagi! Ivonne mengerang. Dia tidak bisa makan di rumah orang lain, makan dengan piring orang lain, makan dengan perangkat makan orang lain, makan bersama orang lain! 
”Ayo, Ivonne. Mari masuk,” Oma Rima kembali mengundang Ivonne, yang berdiri mematung di depan pintu.

Ivonne tidak kuasa membuat wanita baik hati itu terluka, jadi dipaksakannya kakinya untuk melangkah masuk. Di benaknya berkecamuk berbagai cara dan alasan yang mungkin dapat digunakan untuk menolak ajakan makan bersama itu.

“Terima kasih, Oma Rima, tapi saya sudah makan.”
Kkkrriiuuukkkk!!!!
Perutnya mengkhianatinya! Wajah Ivonne memerah mendengar suara protes perutnya sendiri.
Oma Rima tersenyum. Pak Andi tidak berani tersenyum. Theo, sebaliknya, tertawa terbahak-bahak.

“Kalian pasti sudah bekerja keras sekali, ya....” Oma Rima menggandeng tangan Ivonne ke ruang makan. Melirik dengan tegas ke arah Theo, yang langsung terdiam. Ivonne tidak berdaya menolak.

Ruang makan Oma Rima tertata dengan rapi. Di atas meja sudah terhidang macam-macam masakan rumah. Ivonne memandang semua yang berada di atas meja dengan mata terbelalak. Piring orang lain, sendok-garpu orang lain, serbet orang lain, gelas orang lain, makanan orang lain! Dia tidak dapat melakukannya!

”Ayo, dear Ivi,” ajak Oma Rima. 
Ivonne memejamkan matanya. Mengusir bayangan wajah kedua orang tuanya. Itu panggilan sayang dari orang tuanya. Mengapa sekarang semua orang memanggilnya dengan Ivi?

”Saya...,” Ivonne berusaha menolak lagi, tapi dia tidak kuasa melihat kilatan sendu yang tampak dari mata Oma Rima. Kilat sendu yang biasanya tampak pada wajah Mama, kalau Ivonne tidak sengaja melukai perasaannya.

”Saya...,” Ivonne menghela napasnya. ”Senang sekali,” Ivonne memaksakan seulas senyum di wajahnya.

Seketika itu juga, kilat sendu di mata Oma Rima sirna. Digantikan oleh binar-binar ceria. 

”Silakan duduk. Ivi, Pak Andi, Theo sayang....” Oma Rima menjamu mereka layaknya tuan rumah yang baik. 
”Ayo, diambil makanannya.” 

Oleh: Irene Tjiunata

                                                                                cerita selanjutnya >>


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?