Fiction
Tarian Merpati [2]

15 Jun 2012


<<<<  Cerita Sebelumnya

Aku hanya sedikit terhibur oleh dunia cyber ini, meskipun sunyi bagiku. Tidak setiap hari aku menerima surat elektronik. Paling dari Miss. Kay, mengumumkan tugas sejarah musik, atau Angela, cewek Spanyol itu. Andrian Bagaspati. Siapa ini? Rasanya aku pernah mendengar nama itu?

From: Adrian Bagaspati
To: reynanda@mailworld.com
Subject: Hai, Rey!

Hai, Rey! Aku mendapatkan alamat ini dari seorang teman (dia minta namanya dirahasiakan). Senang sekali mendengar kau telah pulih, dan telah keluar dari Bogor. Aku dengar kau tinggal di Den Haag sekarang, dan sekolah lagi di konservatorium musik Amsterdam. Apa pun yang kau lakukan Rey, apabila membuatmu bahagia, aku pun bahagia. Aku setia memantau keadaanmu Rey, dan selalu mendoakanmu. Mungkin kita tidak bisa kembali seperti dulu lagi. Namun, yang terpenting bagiku, kau bahagia.

Salam rindu,
Adrian

Adrian Bagaspati. Siapakah dia? Mungkinkah seseorang diam-diam menyimpan rindu padaku? Serindu apa? Dan Bogor. Apa yang aku lakukan di sana? Sebentar. Rasanya aku ingat sesuatu. Hamparan taman hijau, dengan bunga-bunga nusa indah merah pucat dan putih. Orang-orang berbaju biru pucat. Siapa? Di mana? Lalu jeruji-jeruji. Aku melihat orang-orang aneh dalam jeruji. Pasti mereka berasal dari penggalan mimpi burukku.

Dan laki-laki bernama Adri ini, bagaimana dia bisa memasuki penggalan mimpiku? Apakah dia pangeranku dalam dunia mimpi? Apakah dunia cyber ini nyata atau mimpi? Bagaimana aku bisa kehilangan kendali atas mimpi-mimpiku? Mengapa kubiarkan mereka menyeruak dan mengaburkan batas-batas antara realitas dan mimpi?

Pasti aku sedang bermimpi. Internet cafe ini, mungkin tidak nyata. Tetapi, bunyi dengung itu sangat nyata, nyaring memenuhi telinga. Dan kegelapan itu, turun perlahan-lahan, seperti senja yang aneh. Rasa dingin yang nyata, menggerayangi wajah, telapak tangan, dan kaki. Lihatlah, sebuah lorong panjang menganga tanpa ujung. Gelap, dingin, dan aman.

Seseorang menjerit memanggil-manggil namaku. Namun, aku tak bisa berpaling.

Apakah aku bahagia? Aku bahkan tidak tahu untuk apa aku ada. Mengapa hanya aku yang merasa hampa, sedangkan seorang Valerie bisa begitu bergairah, dan merasa sempurna? Mungkin benar kata Valerie. Dia tahu bagaimana cara menikmati hidup, sedangkan aku tidak. Aku terus terombang-ambing dalam batas realitas dan mimpi. Realitas yang ingin kutolak, mimpi yang ingin kurengkuh. Mimpi yang tak berdimensi waktu. Realitas yang kabur. Untuk apa kujalani semua ini?

“Do you need a rest, Rey?” suara hangat Greg mengambang dari ujung piano. Aku mulai mengenali jemariku yang bergetar, dan tanganku yang dingin. Selembar partitur tergeletak di depanku. Piano sonata in A Major. Aku harus memainkannya.

“No, no, no. It’s allright. Kamu tidak bisa berlatih kalau tubuhmu kurang sehat. Come on. Beristirahatlah. Biar kupanggilkan Valerie untukmu.”

Kata Valerie, kemarin aku pingsan di kafe internet. Sungguh aku tak merasa apa-apa, hanya pusing yang berdenyut di kepala. Namun, semua orang mengkhawatirkanku. Tante Win menyuruh Valerie mengawalku ke mana pun aku pergi.

Valerie datang dengan tergopoh-gopoh. Greg berjalan di belakangnya. Mereka membantu aku berdiri.

“Just relax, I’m allright...” Tetapi, badanku limbung, dan aku terjengkang ke belakang. Dalam hitungan detik, aku mencoba berdiri lagi.

Dalam dekapan Valerie, mataku berkunang-kunang.

“Sudahlah, Val. Jangan berlebihan begitu. Aku tidak apa-apa.”

“Tidak apa-apa katamu? Kamu pingsan di kafe internet kemarin dan barusan kamu jatuh. Kamu bilang tidak apa-apa?” Valerie semakin mengeratkan cengkeramannya di pinggangku. Dia membawaku ke front hall, dan ternyata, Bruce sudah menunggu di pintu hall. Pintu mobilnya terbuka di sampingnya.

“Are you allright?” serunya. Wajahnya agak pucat, tampak khawatir. Alisnya yang lebat bertaut di pangkal hidung. Apa yang dikatakan Valerie kepadanya? Mungkin Val bilang, aku mengidap penyakit menahun yang sulit disembuhkan, dan karenanya, aku diasingkan di negeri ini. Tatapannya sungguh menawarkan empati. Jangan ge-er Rey, dia tak berbeda dengan orang-orang lain. Mereka hanya iba kepadamu.

“Val,” bisikku, ”kurasa kita naik kereta api saja.”

“Ya, ampun, Rey... Kenapa, sih, kamu ini? Sudahlah, kamu menurut saja. Toh, kami bukan orang-orang jahat yang pantas kamu cur....”

Curigai. Pasti itu yang akan dikatakannya. Benar, ‘kan? Mungkin orang berpikir, aku mengidap sejenis penyakit yang aneh, akumulasi penyakit fisik dan psikologis karena trauma pada suatu kejadian. Mereka pikir mungkin aku sakit jiwa. Sebentar, sebentar. Trauma? Sakit jiwa? Kejadian apa? Rasanya aku teringat sesuatu. Lorong putih beraroma racikan obat-obatan. Tubuh-tubuh kekar. Aku melihat gambar yang berganti-ganti cepat. Bau ban terbakar. Asap hitam melukis langit. Ketukan tergesa-gesa di pagar. Bel dipencet tak sabar. Lolongan. Teriakan. Umpatan. Tapi, tak ada yang nyata.

Karena yang nyata, lagi-lagi hanyalah lorong gelap dingin yang panjang, yang melumatku dalam kontraksi liangnya. Dan entah mengapa aku merasa nyaman.

From: Restati Widodo
To: reynanda@mailworld.com
Subject: Bagaimana kabarmu, Rey?

Bagaimana kabarmu, Nak? Mama cemas sekali mendengar berita tentangmu. Lebih cemas lagi, karena Mama tidak bisa melihat dan merawatmu. Separah apakah pusing-pusing yang sering kau alami? Om Danu bilang, kau sempat pingsan dua kali, di kafe internet dan di kampus? Terlalu sibuk, membuatmu cepat lelah. Istirahat, yang penting kamu harus istirahat. Saran Mama, jangan keluar rumah dulu. (Bukankah kamu bisa mengirim e-mail dari rumah?). Dokter Iskandar akan memeriksa dan merawatmu. Dia sangat baik. Dia sahabat Om Danu, dan dia orang Indonesia. Turuti saran-sarannya, dan jawablah e-mail Mama ini, Rey. Supaya Mama tenang mendapat kabar langsung darimu. Doa Mama selalu.

From: reynanda
To: Restati Widodo
Subject: Re:Bagaimana kabarmu, Rey?

Mama, Rey baik-baik saja. Mama tidak usah terlalu mengkhawatirkan Rey. Dokter Iskandar sudah memeriksa Rey, dan dia bilang tekanan darah Rey rendah. Menurutnya, Rey memang harus lebih banyak istirahat. Rey baik-baik saja, Ma. Sungguh! Mulai saat ini, Mama tidak perlu mencemaskan Rey. Oh, ya, apakah Mama ingat teman Rey yang bernama Adrian Bagaspati? Rey mulai ingat sesuatu tentang dia. Rey lupa, apakah dia teman kuliah, atau teman SMA, ya?

Salam kangen juga,
Rey

From: Restati Widodo
To: reynanda@mailworld.com
Subject: Re: Bagaimana kabarmu, Rey?

Syukurlah, Dokter Iskandar sudah memeriksamu. Adrian Bagaspati? Mama tidak ingat nama itu. Rasanya, tidak ada nama itu di antara teman-temanmu. Dari mana kamu mengetahuinya? Jangan paksakan pikiranmu, Rey! Jangan berpikir yang bukan-bukan. Sekali-kali JANGAN. Kamu harus mengistirahatkan semuanya, tubuh, tenaga, dan pikiran. Kesehatanmu lebih penting.

Peluk dan cium,
Mama

From: Adrian Bagaspati
To: reynanda@mailworld.com
Subject: Selalu untukmu, Rey...

Seperti kau menghilang di sebuah waktu,
ketika berahi menikam matahari dengan sebilah belati
Langit merona merah tua
Maka kugambar wajahmu pada lempeng bulan penuh, serpihan ranting kering, bening embun yang melukis jendela
Laraku adalah serpihan siang yang terkoyak
Jadi kuhirup aromamu pada mimpi-mimpi samar
Biarkan aku mengais kelindan napasmu pada trotoar
Sebab mungkin aku tak lagi bermimpi, esok hari

Adrian, Adrian. Siapakah kamu? Mungkin kamu terlontar dari masa lalu, sebab puisimu tak asing. Dan aku kembali mengenali debar yang akrab itu, pada gelisah kata-kata....

Namun, mengapa aku gagal mengingatmu?

From: reynanda
To: Restati Widodo
Subject: Re: Bagaimana kabarmu, Rey?

Mama, Adrian Bagaspati itu ada. Hingga kini Rey gagal mengingatnya, tetapi dia nyata. Tentunya, dia pernah sangat dekat dengan Rey. Mungkin sahabat, atau... (Apakah Rey pernah punya kekasih, Ma?). Dia mengguyurkan sejuk ke tubuh Rey yang dahaga. Dia memompakan darah ke tubuh Rey yang lara. Dia membuat Rey merasa utuh. Mama tidak perlu khawatir. Rey baik-baik saja, semakin membaik dari hari ke hari.

Rey


Penulis: Sofie Dewayani
(Pemenang Penghargaan Sayembara Cerber Femina 2002)







 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?