Fiction
Sang Penulis [9]

27 Jun 2011

<< cerita sebelumnya

“Tidak akan ada yang percaya,” sahut Darmian tenang. Ketenangannya yang bak airdi telaga membuat Abel bergidik. Laki-laki di hadapannya tidak menunjukkansedikit pun penyesalan. “Dan, apa kaupikir aku akan membiarkanmu? Sejak akutahu Hariman pernah menerbitkan novel, aku sudah merasa ada yang tidak beres.Aku bukan seorang jenius, Annabel, tapi aku percaya pada kekuatan ambisi.”

Darmian menarik kain yang menutupi kakinya. Kaki kanannya menjejak lantai,kemudian diikuti kaki kirinya yang disambung dengan kaki palsu. Betapaterkejutnya Abel kala ia melihat Darmian, dengan menopang berat badannya padakedua tangannya, bangkit dari kursi rodanya, dan berjalan ke arahnya!

Abel merasa seluruh tubuhnya hilang tenaga. Instingnya menyuruhnya lari, tapiia hanya bisa terpaku. Darmian berjalan makin dekat dengannya. Tiba-tiba saja,ia menjulurkan tangannya dan mencekik Abel. Abel kaget, tapi sudah terlambatuntuk menghindarinya. Ia mencakar-cakar, tapi cengkeraman tangan Darmian tidaksedikit pun melonggar. Abel megap-megap. Ia mulai kehilangan kesadaran danpandangannya mengabur.

Tiba-tiba, antara sadar dan tidak, Abel melihat bayangan lain. Cekikan dilehernya melemah, lalu udara kembali mengisi paru-parunya. Ia terbatuk-batuk,dan menghirup napas cepat-cepat. Di depan matanya, ia melihat Mariana memegangpisau pembuka amplop yang berlumuran darah. Darmian terduduk di lantai,kesakitan. Tangannya menyentuh bagian punggung sebelah kanannya. Matanya menatapMariana seolah-olah melihat hantu.

Dan memang seperti itulah penampilan Mariana saat itu.Rambutnya tergerai dan wajah cantiknya pias seperti mayat. Ekspresinya amatdatar. Ada bekas air mata di pipinya. Namun, sepasang mata yang membalastatapan Darmian itu telah kering dan kini menyiratkan kemurkaan.

“Mariana, mengapa…?” bisik Darmian lirih. Mariana menggertakkan bibirnya, laluseperti gila, menancapkan pisau itu kembali ke tubuh Darmian. Abel yangmelihatnya langsung pulih dari keterkejutannya.

“Mariana, hentikan! Kau bisa membunuhnya!” pekik Abel, panik. Ia berusahamenarik Mariana menjauh dari Darmian, tapi Mariana bergeming sedikit pun.Tangannya terus bergerak dan darah mengucur makin banyak.

“Dia memang pantas mati! Dia memang pantas mati!” teriak Mariana,berulang-ulang. Abel terpaksa mendorong Mariana sampai jatuh. Darmian terdengarmengaduh dengan luka-luka tusukan di punggungnya.

“Kita akan melaporkannya ke polisi, Mariana! Kalau kau membunuhnya, kau akandipenjara!” teriak Abel, kalut. Mariana perlahan-lahan mendaratkan tatapannyake wajah Abel.

“Hariman kadang-kadang menatapku dengan sedih, dan aku terus berpikir kesalahanapa yang telah kulakukan! Rupanya, semuanya karena dia! Dia yang telahmenghancurkan hidup Hariman, menghancurkan hidupku! Aku tidak akan pernah bisamemaafkannya!” Air mata membanjiri pipi Mariana. “Setelah Hariman meninggal,berkali-kali aku ingin mengakhiri nyawaku. Aku seperti tidak punya tujuan hiduplagi. Tapi, setiap kali aku melihat Mas Darmian, aku selalu membuang pikiranitu. Aku harus hidup untuk menopang Mas Darmian. Dia begitu baik padaku. Diabegitu menyayangiku. Namun,” Mariana merapatkan bibirnya dengan penuhkegeraman, “ternyata selama ini dialah yang telah merampas semua kebahagiaanku.Dia tidak pantas hidup!”

“Tapi, kau juga tidak boleh membunuhnya. Aku yakin Hariman juga tidak ingin kaumengotori tanganmu dengan dosa ini. Darmian sedang terluka parah sekarang. Kitaharus membawanya ke rumah sakit untuk diobati, baru setelahnya, kita laporkandia ke polisi,” kata Abel cepat-cepat. Ia tidak ingin Darmian benar-benar matikehabisan darah. Ia harus dihukum untuk kejahatan yang telah ia lakukan.

“Tidak ada gunanya,” kata Mariana. “Dia telah menghancurkan novel Hariman.Tidak ada bukti.”
“Aku punya!” seru Abel. “Tadi siang aku sudah mengirimkan satu kopi ke Jeffry.Kita akan membawanya ke pengadilan untuk diadili, Mariana. Membunuhnya tidakakan menyelesaikan apa pun. Membunuhnya tidak akan menghidupkan Hariman!”

“Membunuhnya akan membuatnya mati, satu-satunya yang pantas untuk dia terima,”kata Mariana dingin.

Abel buru-buru menarik Mariana bersamanya keluar dari perpustakaan. Darmiansudah hilang kesadaran. Ini benar-benar buruk! Abel tahu ia harus bertindakcepat.

“Ambilkan kunci mobil!” perintah Abel, ketika ia melihat Sita yang berdirigemetaran di ambang pintu. Gadis muda itu langsung terbirit-birit mengambilkankunci mobil Mariana.

“Bantu aku mengangkat Darmian ke mobil!” teriak Abel lagi. Sita mengikuti Abeldi belakangnya tanpa bicara. Mereka berdua, dengan susah payah, akhirnyaberhasil membaringkan Darmian ke mobil. Abel menghidupkan mobil, sementara Sitaberlari untuk membuka gerbang.

“Kau di rumah saja! Aku akan ke rumah sakit bersama Sita!” kata Abel padaMariana. Dengan kecepatan tinggi, mobil pun melaju meninggalkan Mariana yangberdiri mematung dengan baju penuh percikan darah dan tangan berlumuran darah.

Tiga bulan kemudian, Abel bersaksi melawan Darmian Trisjoyo atas percobaanpembunuhan dan tentu saja atas penipuan karya cipta. Jaksa berhasil mengajukanbukti berupa novel Hariman. Novel itu berhasil dilacak setelah Jeffry mengontakpihak penerbit yang menerbitkan Sang Penulis sepuluh tahun yang lalu. Penerbititu pun ternyata sudah pailit bertahun-tahun lalu, sehingga usaha ekstra pundikerahkan. Untunglah mereka bisa menemukan laki-laki yang pernah menjadieditor di sana. Abel berterima kasih banyak pada Jeffry yang telah bersusahpayah ke sana kemari untuk mendapatkan informasi tentang novel itu.

Dengan bukti-bukti yang memberatkan, dan dari kesaksian Mariana serta Abel,hakim akhirnya memutuskan Darmian dikenakan denda Rp500 juta dan harus mendekamdi penjara selama lima tahun, padahal jaksa menuntut tujuh tahun penjara.Kondisinya yang cacat memberinya keringanan.

Kasus Darmian menjadi berita utama di media cetak maupun elektronik. Nama Abelpun makin sering disebut-sebut. Pihak penerbit akhirnya mengubah nama pengarangtiga novel terakhir Darmian Trisjoyo menjadi Hariman dan royaltinya dibayarkankepada Mariana. Akhirnya, Hariman mendapatkan kehormatan yang seharusnya iaterima, meskipun ia tidak lagi memiliki kesempatan mencicipinya.

Biografi Darmian tidak jadi diterbitkan. Walaupun pihak penerbit mengatakan iniadalah momen yang bagus yang pasti membuat Abel mendulang lebih banyak uang dankesuksesan, Abel menolak meneruskannya.

“Terlalu banyak kebohongan dalam hidup Darmian Trisjoyo. Aku tidak menganggapini pantas untuk dipublikasikan. Kalau kalian memang ingin mencari penggantikuyang bersedia menulisnya, silakan saja. Aku bisa menyerahkan semua kasetrekaman dan file yang dibutuhkan,” kata Abel dengan keteguhan yang taktergoyahkan.

Namun  ternyata, pihak penerbit memilih tidak melakukannya. Merekasebaliknya melakukan negosiasi dengan penerbit Sang Penulis sebelumnya untukmembeli hak penerbitan novel Hariman. Prosesnya sangat mudah. Kini, SangPenulis dicetak ulang di bawah penerbit yang berbeda dan menjadi salah satunovel yang paling dicari-cari. Semuanya juga adalah imbas dari kasus Darmian.

Abel menatap wajah Hariman di foto profil penulis di bagian belakang sampulnovel Tujuh Kilau Permata. Wajahnya yang sedang tersenyum lebar mencerminkanoptimisme dalam hidup. Sepasang matanya yang berwarna hijau terlihat ramah.Abel akhirnya bertemu dengan sang penulis sesungguhnya dari karya-karya luarbiasa, yang telah memberinya inspirasi dan kekuatan, walaupun hanya lewat foto.

Abel mendongak dan mengedarkan pandangan. Suasana Book+Stop sangat tenang.Beberapa pengunjung tampak sedang asyik membaca. Ada juga yang hanya duduksambil berbincang-bincang. Seorang laki-laki keluar dari ruang buku dengannovel Sang Penulis di tangannya. Abel tersenyum. Novel-novel Hariman kinimerupakan koleksi penting di Book+Stop. Novel-novel yang sebelumnya masihmemakai nama Darmian, sudah dibuang. Darmian tidak punya tempat di mana punlagi.

Abel mengangkat Le’ petit Prince-nya ke bibir dan membiarkan teh itu mengalirturun di kerongkongannya. Laptop-nya terletak di atas meja. Ia sedangmengerjakan novel terbarunya. Tokoh utama dalam novelnya kali ini adalahseorang wanita yang jatuh cinta pada laki-laki misterius yang telah menolongnyakeluar dari tumpukan buku-buku yang jatuh menimpanya gara-gara rak yang oleng.

Pintu kaca tiba-tiba terbuka, dan, layaknya déjà vu, Abel melihat sosok yangdikenalnya itu melangkah masuk. Abel langsung berdiri dan melambaikantangannya.

“Mariana!”

Itulah nama sang tokoh utama yang juga akan menjadi judul novelnya yangterbaru. Abel memutuskan untuk menulis sebuah cerita berdasarkan kisah cintaMariana dan Hariman. Ia ingin mengabadikan kisah mereka berdua di dalam buku.

Inilah satu lagi penghormatan yang ingin Abel berikan kepada Hariman, sangpenulis, dan kepada Mariana, wanita berani yang telah begitu tegar menghadapikejamnya takdir. (tamat)

Penulis: Vivi



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?