Fiction
Rahasia Diri [2]

29 Dec 2011

<< cerita sebelumnya

“Tapi, aku baru bisa diwawancara, kalau syutingnya sudah selesai.

“Saat break tidak boleh?” Tumpak menawar.

“Lihat nanti, ya. Asal tidak mengganggu, rasanya bisa saja.”

“Oke, aku janji tidak akan mengganggu. Terima kasih banyak, ya. Sampai jumpa besok!”

Vivi menutup ponselnya. Malam kian larut. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 24.00. Namun, matanya sulit sekali untuk dipejamkan. Jarum jam terus bergulir. Vivi menatap kembali, ke arah jam dinding. Sudah pukul 3 pagi! Mengapa aku segelisah ini? Kenapa aku tidak bisa tidur? Padahal, tadi mata ini sudah mulai redup.

Vivi kembali membaca naskah skenario dengan serius, supaya matanya lelah dan kemudian tertidur. Namun, tidak bisa juga. Apakah aku harus membangunkan Mama? Tapi, kasihan, Mama pasti sudah tertidur lelap.

Di rumahnya yang besar, Vivi hanya tinggal bersama ibu dan 2 pembantu. Semuanya perempuan. Tiba-tiba perasaannya tidak nyaman. Bulu kuduknya berdiri. Ada rasa takut menghantuinya. Vivi langsung berlari menuju kamar ibunya. “Ma, buka, Ma!” Vivi mengetuk pintu kamar Henny dengan napas tersengal.

“Ada apa, Vi?” tanya Henny, sambil membukakan pintu dengan mata tampak mengantuk. Tidak biasanya putrinya seperti ini datang ketakutan.

“Aku nggak bisa tidur, Ma. Tadi bulu kuduk Vi berdiri. Kata orang, kalau bulu kuduk berdiri, itu tandanya ada makhluk halus yang lewat,” ujar Vivi, masih dengan nada takut.

“Ah, itu hanya perasaanmu saja. Kamu mungkin lupa berdoa sebelum tidur,” kata ibunya.

Vivi tersenyum malu.

Benar saja, ketika Vivi selesai memanjatkan doa, ada rasa tenang di hatinya. Dalam dekapan sang bunda, Vivi tertidur lelap, tanpa harus dihantui perasaan takut lagi.

“Hai, Betty, apa kabar? Vivi ada di mana?” tanya Tumpak pada Betty, asisten pribadi, di lokasi syuting.

“Kamu sudah membuat janji dengan Mbak Vivi?” tanya Betty.

”Ya, pasti sudah, dong!” kata Tumpak.

“Lalu, Mbak Vi bersedia?” tanya Betty, curiga.

“Kalau dia tidak bersedia, tidak mungkin aku susah payah datang ke sini,” kata Tumpak, kesal.

“Halo, Bang Tumpak. Sudah lama menunggu?” sapa Vivi, ramah.

“Ya… cukup lama juga. Soalnya, aku malah diwawancara oleh Betty!”

”Bet, ini Bang Tumpak yang sering aku ceritakan itu. Wartawan yang punya sifat humoris yang tinggi. ” kata Vivi.
Tumpak tertawa.

“Ya, sudah, kita wawancara di rumah saja, ya, Bang. Syutingnya sudah selesai, kok.”

Bagi Tumpak, wawancara di mana saja tidak jadi masalah. Yang penting, ia bisa menggali banyak hal tentang Vivi. Jujur saja, untuk mewawancarai artis seperti Vivi bukanlah hal yang mudah. Banyak rekan sesama wartawan yang mengalami kesulitan setiap kali ingin melakukan wawancara. Banyak alasan yang dikemukakan Vivi untuk menolaknya. Makin didesak, Vivi makin mengeluarkan jurus ampuhnya, yaitu pergi dan meninggalkan senyum.

Tapi, tanpa kesulitan Tumpak begitu mudah merebut hati wanita itu sehingga ia tak pernah keberatan jika diwawancara. Tapi, baru kali ini Vivi mengajaknya wawancara di rumah.

“Bang Tumpak, perkenalkan, ini mamaku!” ujar Vivi, memperkenalkan sang mama sesampainya di rumah.

Penuh kehangatan Henny menyambut putri semata wayangnya dengan ciuman. Ini memang sebuah kebiasaan yang tak pernah ingin ia tinggalkan. Hubungan keduanya akrab. Tidak saja sebagai ibu dan anak, melainkan juga sebagai sahabat.

Setelah saling berjabat tangan, Henny mempersilakan Tumpak untuk duduk di ruang tamu, lalu ia beranjak ke ruang tengah.

”Ma, temani aku, dong,” pinta Vivi.

Agak ragu Henny menatap Tumpak. “Apa boleh?” tanyanya.

“Boleh saja, Tante. Tidak ada masalah. Apalagi, yang ingin saya diskusikan adalah perjalanan karier Vivi. Biasanya, setiap kali saya mewawancara Vivi, yang saya tanyakan hanyalah konfirmasi seputar gosip yang beredar tentangnya. Tapi, kali ini, saya ingin membuat profilnya secara lengkap,” kata Tumpak.

Henny tersenyum, sambil mengangguk.

“Jadi, sejak kapan Vivi merintis karier di dunia entertainment?” tanya Tumpak, memulai wawancaranya.

“Sejak 10 tahun lalu. Ketika itu aku masih kelas 3 SMP. Suatu hari, aku sedang jalan-jalan ke mal, lalu bertemu seseorang yang menawarkan untuk ikut model iklan. Awalnya, sih, takut. Apalagi, aku sama sekali tidak mengerti tentang hal seperti ini. Sebelum aku bisa memberi jawaban, orang itu lalu memberi kartu nama. Ketika aku tunjukkan pada Mama, Mama kemudian menelepon orang itu. Yah, akhirnya, jadi seperti ini,” kata Vivi, sambil bergelayut manja pada lengan ibunya.

“Lalu?”

‘Ketika itu, aku tidak memegang posisi sebagai peran utama. Hanya numpang lewat. Tapi, sejak itu aku mendapat beberapa tawaran untuk iklan. Setelah itu, mulai ada tawaran main sinetron.”

”Hebat sekali. Apakah perjalanannya memang semulus itu?” selidik Tumpak.

“Tidak juga. Kadang-kadang, aku menemukan kerikil-kerikil kecil!”

“Contohnya?”

“Banyak juga yang iri dan berusaha menjatuhkan karierku. Tapi, kalau ingin maju, aku harus menghadapi tantangan itu.”

“Bagaimana dengan kekasih?”

“Saat ini, aku ingin berkonsentrasi di karier. Untuk menjalin hubungan serius, aku menunggu saat yang tepat,” kata Vivi.

“Atau, jangan-jangan, calon kekasih Vivi diseleksi ketat oleh Tante?” tanya Tumpak pada Henny.

“Sejauh ini Tante memberikan kebebasan penuh pada Vivi untuk menentukan pilihan hidupnya. Tante hanya berpesan agar ia mencari pria yang baik, penuh tanggung jawab, dan tidak materialistis!”

Ya, Henny memang memberikan kebebasan pada putrinya untuk menentukan pasangan hidup. Hanya, masa kelam yang dulu pernah dialaminya membuat Henny begitu selektif pada setiap teman pria Vivi. Karena, dulu, gara-gara suaminya terjerat cinta Mira, seorang wanita kaya yang baru bercerai, Bram rela meninggalkan dirinya, yang saat itu tengah hamil muda.

Penderitaan Henny tidak sampai di situ. Mira masih berusaha untuk melenyapkan Henny dengan cara menyewa pembunuh bayaran. Tapi, Tuhan memang baik. Henny bisa menyelamatkan nyawanya. Meskipun, untuk mempertahankan dirinya, ia harus mendekam di penjara. Karena, ia kemudian berbalik membunuh Aron, pembunuh bayaran itu.


cerita selanjutnya >>

Penulis : Dennise


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?