Fiction
Mad Man Show [2]

16 May 2012


Merah muka Sherly. Matanya seperti diperciki kaca. Geram, marah, dan merasa terjebak. Pertanyaan terakhir Troy jelas sedang menggiring Sherly untuk mementahkan pendapatnya sendiri. 


Jika dia menjawab ‘iya’ artinya dia mengamini bahwa tidak ada masalah dengan poligami. Kalau saat ini banyak wanita teraniaya ketika suaminya kawin lagi, itu masalah oknum. Seperti mengatakan bahwa tidak semua anggota DPR itu koruptor. Sebab, sistemnya sudah bagus. Penyelewengan itu ulah beberapa oknum saja. Lalu, bagaimana bisa badan legeslatif itu divonis sebagai lembaga paling korup di Indonesia?

“Saya… sama sekali tidak berpendapat seperti itu. Bagaimanapun saya menolak poligami.”

Troy sedikit mengangkat dagu. Senyumnya mengembang. “Anda tidak mempunyai jawaban lebih baik dari itu?”

Sherly Su menggertakkan giginya. Dia bangkit dari sofa dengan gerakan menyentak. Setelah menyorotkan pandangan marah terhadap Troy, dia lantas balik kanan, meninggalkan panggung. Troy menyusul bangkit. Bedanya, dia melakukannya dengan tenang. Sambil terus tersenyum menghadap kamera, dia memancing tepuk tangan semua penonton di studio dengan melakukannya terlebih dulu.

“Sherly Su baru saja bersama kita. Mantan bintang film tahun 80-an yang kini menjadi aktivis ini telah banyak berbagi dengan Anda. Pastikan Anda tetap di saluran Extreme TV besok pagi, sebab Mad Man Show akan hadir di rumah Anda dengan bintang tamu Ronggowarsito, pria yang menikahi empat wanita dan kini memiliki 40 anak. Hanya di Mad Man Show, talk show paling ekstrem di Indonesia. Saya Troya Pronocitro.”

Di mana posisi kita?”

Troy berjalan dengan bergegas di lorong kantor menuju ruang kerjanya. Tangan kanannya mengapit tumpukan file, tangan kanan menempelkan ponsel ke telinga. Galih, produser Mad Man Show, menjejeri langkahnya. Dia lebih mirip asisten dibanding orang yang bertanggung jawab terhadap seluruh proses produksi talkshow paling sukses itu.

“Tetap di puncak rating. Hari ini persentasenya bahkan melonjak tajam. Poligami tetap punya magnet kuat.”

Ujung bibir Troy sedikit terangkat. Dia menyimak penjelasan Galih sambil mendengarkan nada tunggu di ponselnya. Seseorang di seberang belum juga mengangkat teleponnya. Suara seksi Anggun menyanyikan It’s All In Your Mind di telinga Troy. 

I don’t want to believe, and I don’t want to live
by the excuses, of your weakness
Cause a woman should do, what she wants to do
There is no reason, for your shallow aggravation
Nothing wrong with this dress I wear
Nothing wrong with this smile I dare
Nothing wrong with my long black hair
It’s all in your mind, in your mind
Nothing wrong with these legs you see
Nothing wrong with this lean body
And nothing wrong with the woman in me
It’s all in your mind... in your mind


Hmm, feminis. Apa lagi yang bisa kamu kerjakan selain protes? Troy membatin.

Belum juga diangkat. Berkali-kali Troy mengulang panggilan, hasilnya sama saja. Troy menarik ponselnya dari telinga dan menyisipkannya ke kantong jas.

“Dia tak mau mengangkat teleponku.”

Galih tersenyum. “Wanita… biasalah. Sensitif. Show-mu hari ini memang sangat menggoncangkan.”

“Tapi, dia sudah tanda tangan kontrak untuk tampil di Mad Man Show pekan depan.”

“Ketika menelepon aku tadi, dia memang marah-marah. Tapi, dia tidak menyebut soal pengunduran diri dari kontrak pekan depan.”

Keduanya telah sampai di depan ruang kerja Troy. Si ’tuan rumah’ mendorong pintu ruangannya. Galih menguntit di belakang. 

“Apa kata dia tentang Mad Man Show hari ini?”

Troy melempar berkas file ke meja, lalu mengempaskan tubuhnya ke sofa. Galih menyusul duduk di depannya.

“Klasik. Menurut dia, kamu sama sekali tidak menghargai wanita.”

“Come on! Ini kan Mad Man Show. Ke mana otak orang-orang?” 

“Menurutku, Atlantis sangat berbeda. Dia selebriti yang otaknya cukup kinclong.”

“Aku tak suka wanita pintar.”

Galih mengerutkan dahinya. “Lalu, apa alasanmu mengundangnya untuk Mad Man Show pekan depan?”

“Dia bisa meramal, bukan? Penonton teve kita masih banyak yang suka dibodohi oleh ramalan.”

Galih mengangkat bahu. “Tapi, itu tidak ada di script, Troy. Mungkin dia akan marah jika kamu terlalu berimprovisasi.”

Dua alis tebal Troy terangkat. “Sejak kapan Mad Man peduli soal script? Penonton kita suka kejutan, Galih. Jangan lupa itu.”

“Bagaimana jika dia bereaksi di luar dugaan ketika siaran langsung?”

“Aku suka itu. Mereka akan terlihat sangat bodoh ketika melakukannya.”

Studio Extreme TV, sehari kemudian
“Soal adil itu rahasia Tuhan. Itu pekerjaan hati. Sekarang saya tanya, kalau Anda seorang ayah dari empat anak, apakah hati Anda menyayangi mereka dengan kadar yang sama?”

Sebuah jawaban panjang untuk pertanyaan sederhana Troy. Beberapa menit lalu dia bertanya tentang tanggapan Ronggowarsito, bapak beranak 40 itu, tentang argumentasi para antipoligami yang mengatakan, “Tuhan pun menjamin, manusia tidak bisa berbuat adil ketika dia berpoligami.” 

Sekarang, sang bintang tamu menyodorkan dua pertanyaan balik sekaligus. Troy mengangkat bahu sambil mengerutkan dahinya, “Saya masih bujangan, Pak.”

Ronggowarsito tidak merasa ada yang salah dengan pertanyaannya. “Anda berapa bersaudara?”

Troy mengangkat telapak tangannya, mengacungkan empat jari sambil tersenyum aneh. Seperti senyum orang intelek ketika melayani obrolan seseorang tak terpelajar. 

“Anda pasti merasakan bahwa cinta orang tua Anda terhadap Anda tidak sama dengan cinta mereka kepada saudara-saudara Anda.”

“Di antara kami berempat tidak ada yang dibuang ke panti asuhan,” tukas Troy berusaha melucu. Tentu saja dia tidak ingin narasumber memojokkan dirinya di talkshow miliknya sendiri.

“Itu artinya orang tua Anda berusaha berlaku adil. Dalam realita mereka tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap anak-anaknya. Namun, di dalam hati bapak atau ibu, selalu ada anak favorit, anak kesayangan.”

“Oke. Relevansinya dengan poligami?”

“Seorang suami yang baik akan memperlakukan istri-istrinya dengan adil. Namun, jika di dalam hatinya ada perasaan istimewa terhadap salah satu istrinya, itu sangat manusiawi. Nabi Muhammad saja tidak bisa memungkiri bahwa Aisyah adalah istri yang paling ia sayangi setelah Khadijah.”

“Anda ingin mengatakan, Nabi Muhammad sudah mencontohkan bahwa poligami yang ideal bukan berarti seorang suami tidak boleh menyimpan perasaan lebih terhadap salah seorang istrinya.”

“Se-njlimet apa pun argumentasi orang-orang yang menolak poligami, hal ini sudah menjadi hukum Allah. Jika mereka menolak, protes saja kepada Allah.”

Dua alis Troy terangkat. Dia kembali tersenyum dengan cara yang aneh sambil memeriksa catatan, SMS, atau e-mail yang masuk laptop di depannya. “Saya punya catatan, Pak Ronggo, Nabi Muhammad sendiri lebih lama bermonogami. Kemudian, seluruh pernikahan setelah meninggalnya Khadijah, istri pertamanya, memiliki alasan kuat: persekutuan politik, kepentingan sosial, dan alasan lain yang bisa diterima akal.”

“Hukum Allah sudah mengatakan bahwa poligami itu halal. Mengapa harus diotak-atik lagi? Sekali lagi saya katakan, mereka yang tidak setuju itu, silakan saja protes kepada Allah.”

Troy melemparkan senyumnya ke penonton, disambut tepuk ta­ngan riuh. “Kamu akan segera kembali.” 

Jeda iklan. Sembilan atau sepuluh produk unggulan baru saja tayang iklan promosinya. Padat luar biasa. Sebuah tanda bahwa Mad Man Show masih dianggap memiliki popularitas tinggi. Iklan yang tayang di acara ini pasti ditonton banyak orang. Sebuah pertanda baik untuk memastikan bahwa ribuan atau jutaan orang telah menerima pesan komersial iklan-iklan tadi. 


                                                     cerita selanjutnya >>


Penulis:Taufiq Saptoto Rohadi 
Pemenang Penghargaan Sayembara Mengarang Cerber femina 2006



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?