Fiction
Kirana [7]

4 Jul 2011

<< cerita sebelumnya

Jadi, mereka bekerja keras mencari hubungan yang bisa menjelaskan bagaimana mobil itu bisa berada di Jember dalam keadaan prima, tidak ada bekas kerusakan atau reparasi atas mobil itu. Juga tentang kehadiran Kirana yang misterius dalam keadaan seperti sekarang.

Yang lebih istimewa lagi adalah berita kebakaran loji kemarin telah membawa balik Adrian ke desa ini. Sebenarnya, Adrian tidak pernah tinggal jauh dari Malang setelah kejadian pada Minggu pagi itu. Ia berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain di Kota Malang. Demikian besar cintanya terhadap Kirana, membuatnya tidak ingin meninggalkan wanita itu begitu saja. Bahkan, ia rela meninggalkan anak istrinya di Bandung.

Aku terperangah mendengarnya. Serius, ini sangat menarik.

“Kami tak mau terburu-buru. Kami sudah bekerja sama dengan banyak pihak selama beberapa bulan ini. Mudah-mudahan hari ini kita bisa menyudahi semuanya. Kita akan mengetahui segera siapa yang sebenarnya berbohong.”

Aku merasa demikian bergairah menunggu saat itu tiba. Dalam masa menunggu itu, aku dapat bercakap-cakap dengan Suster Meida. Rupanya ia juga mendapat cukup banyak pertanyaan. Namun, ia mampu menjawabnya dengan baik. Ia juga tidak sabar menantikan, saat pengakuan para saksi dikonfrontasi untuk menetapkan tersangkanya.

“Jadi seperti di film, ya, Dok.”

Aku tersenyum mengiyakan.

Pada pukul 14.00 tepat kami dikumpulkan di ruang kerja Kapten Prayoga. Aku dan Suster Meida duduk di dekat pintu, di sisi seorang petugas penyidik berbaju preman. Herlambang, Inang Dayu, dan Adrian duduk saling berhadapan membentuk segitiga dengan didampingi masing-masing oleh seorang penyidik. Baru sekali ini aku melihat Adrian. Pria ini memang berwajah tampan dan kelihatan baik hati.

Konfrontasi dimulai.

Minggu, 10 Februari 2008.
Herlambang mengakui kekhilafannya dengan melakukan tindak kekerasan kepada Adrian dan Kirana, karena tersulut oleh api cemburu. Selepas kekacauan itu ia meninggalkan rumah menuju Surabaya. Alibinya dibenarkan oleh beberapa saksi. Sedangkan Adrian mengatakan pagi itu ia langsung menuju Blitar dengan menggunakan bus.

Inang Dayu mengatakan, seharian ia di rumah menjaga Kirana yang menangis di dalam kamarnya. Menurutnya, Kirana sama sekali tidak mau makan dan minum. Ia hanya mengurung diri di kamar. Ketika hujan turun pada petang harinya, tiba-tiba saja Kirana berlari keluar dari kamarnya, lalu kabur dengan mobil sportnya. Inang Dayu tidak dapat menahannya. Ia mengabari Herlambang mengenai kepergian Kirana.

Senin, 11 Februari 2008.
Herlambang mendapat kabar dari seorang warga Ngantang yang menemukan Kirana tergeletak di pinggir jalan dalam keadaan luka parah pada kepalanya dan segera dilarikan ke rumah sakit. Menurut keterangan, mungkin ia sempat melompat keluar mobil, sebelum kendaraannya itu meluncur deras ke dalam jurang sedalam lebih dari 40 meter. Herlambang kemudian memindahkan istrinya ke rumah sakit di Surabaya agar memudahkan pengawasan baginya.

Inang Dayu menerima kabar mengenai kecelakaan yang dialami Kirana dan meneruskannya kepada kepala desa. Ia tidak boleh meninggalkan loji, karena dilarang oleh Herlambang.

Senin, 17 Maret 2008.
Herlambang membawa Kirana kembali ke loji dalam kondisi memprihatinkan. Ia menderita amnesia dan anoreksia. Inang Dayu membenarkan, karena sejak itu ia yang merawat Kirana.

Sabtu, 28 Juni 2008.
Polisi lalu lintas Jember menahan Imran bin Asnam karena menyetir dalam keadaan mabuk. Ia mengendarai mobil sport merah dengan STNK atas nama Kirana Chandradewi. Menurut keterangan Imran, setelah ia sadar, mobil itu dititipkan di bengkelnya oleh seorang wanita pada bulan Februari lalu, yang katanya akan diambil satu minggu kemudian setelah diperbaiki.

Jumat, 22 Agustus 2008.
Ledakan tabung gas menyebabkan terbakarnya dapur loji milik Herlambang. Kirana melarikan diri dengan cara menyelinap, lalu bersembunyi di di jok belakang jip milik Dokter Anindita.

Setelah penyidik pertama membacakan ringkasan kesaksian yang telah diberikan oleh para saksi, ia memandang berkeliling, menunggu respons dari hadirin yang terdiam masih berusaha mencerna rentetan kejadian itu. Ia kemudian menanyakan pada Herlambang, mengapa tidak melakukan penyelidikan atas sebab jatuhnya mobil mewah berharga ratusan juta rupiah itu? Herlambang berdalih bahwa ia lebih mengutamakan istrinya yang cedera parah. Meskipun kedengarannya janggal, masih bisa diterima.

Mengenai mobil yang ternyata ditemukan di Jember dalam keadaan baik, ia mengatakan mungkin saja mobil istrinya tidak jatuh. Tetapi, Kirana mengalami perampokan disertai kekerasan. Sekalipun ia ingin melakukan cross check, Kirana telanjur menderita amnesia. Argumen itu mulai membuat alibi pertamanya menjadi lemah.
Udara di ruangan ini menjadi hangat oleh emosi yang mulai meluap-luap.

Penyidik kemudian melanjutkan bahwa tidak pernah ada laporan polisi atas kecelakaan tunggal di Ngantang pada tanggal 10 Februari. Tidak ditemukan juga data pasien dengan kasus mirip Kirana di beberapa rumah sakit di sekitar Malang. Herlambang tidak bisa memberikan argumentasi lagi.

Setelah mobil ditemukan di Jember, polisi menunjukkan foto Kirana kepada Imran. Pria itu menyebutkan bahwa wanita yang menitipkan mobil itu tidak sama dengan yang ada di dalam foto. Wanita itu jauh lebih tua dan bertubuh besar.

Semua perhatian tertuju pada Inang Dayu yang duduk tegak. Wajahnya datar saja, tidak menunjukkan emosi apa pun. Tetapi, Herlambang juga kelihatan tidak setenang semula.

Penyidik menoleh pada Kapten Prayoga dan memberikan kode lewat anggukan kepala. Kapten Prayoga menyuruh anak buahnya membawa Kirana masuk. Atmosfer ruangan ini makin panas. Kami melihat Kirana didorong masuk dengan mengenakan kursi roda. Ia ditemani seorang tenaga medis dan seorang polisi. Ia tersenyum padaku dan Suster Meida.

Kirana duduk menghadap Inang Dayu, Herlambang, dan Adrian. Ia kelihatan sangat rapuh dengan tubuh kurusnya. Kesan bingung dan ketakutan tampak jelas di wajahnya yang kurus. Penyidik bertanya pada Kirana apakah ia mengenal mereka bertiga. Ia lalu menjawab hanya mengenali Herlambang dan Inang Dayu, tetapi tidak dengan Adrian. Penyidik memintanya untuk mengingat-ingat lagi tentang Adrian. Namun, makin didesak, Kirana justru menunjukkan kegelisahan yang membuatku dan Suster Meida berdiri otomatis.

“Tidak usah ditanyakan lagi, Pak. Dia sama sekali bukan Kirana,” tiba-tiba Adrian membuka suara yang mengejutkan kami semua.

Wajah Herlambang memucat.

“Maksud Anda, Saudara Adrian?” penyidik menegaskan.

“Dia memang mirip sekali dengannya. Tetapi, saya tidak merasakan emosi yang sama jika saya melihatnya.” Jawaban itu memerahkan telinga Herlambang yang berusaha menahan dirinya yang gemetar oleh kemarahan. Tangannya mengepal kuat pada jok sofa.

“Cobalah periksa punggung sebelah kiri bawah, ada tahi lalatnya.”

Itu sangat mengejutkan. Lebih mengejutkan lagi, ketika Herlambang terbang melewati meja, lalu menyambar Adrian di seberangnya. Dalam sekejap ia sudah memukuli pria itu, yang segera dilerai oleh penyidik dan Kapten Prayoga. Kirana yang ketakutan segera dibawa keluar oleh perawat agar tidak histeris di dalam. Aku dan Suster Meida berpegangan tangan di sudut ruangan dengan gemetar. Adrian tidak melawan. Hidungnya bocor oleh pukulan Herlambang. Kapten Prayoga memberinya tisu untuk menyumbatnya.

“Kau kurang ajar! Kau bawa ke mana dia, hah?!”

Pertanyaan itu memperjelas bahwa wanita yang dibawa masuk tadi memang bukan Kirana. Kemarahan Herlambang memuncak karena Adrian mengetahui pasti letak tahi lalat Kirana. Itu berarti hubungan keduanya sudah jauh dari sekadar guru dan murid yang belajar melukis. Pertanyaan itu juga sekaligus membuka sandiwara Herlambang.

Adrian mengusap hidungnya yang berdarah.


Penulis: Shanty D. Rilmira
Pemenang Penghargaan Sayembara Mengarang Cerber femina 2008



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?