Fiction
Air, Udara, Api, Tanah [1]

21 May 2012

AIR
Fe mengunci pintu apartemennya dengan hati-hati, kemudian mengeceknya sekali lagi, sebelum menyimpan kunci di kantong kecil di tasnya. Ia bukannya tidak percaya pada keamanan gedung apartemen sederhana bertingkat dua ini. Tapi, toh, tidak ada salahnya berjaga-jaga, biar tidak menyesal. Ia cinta pada apartemennya. Cinta pada apa yang ada di dalamnya. Karena, itu semua murni hasil kerjanya, bukan hasil menodong seperti yang biasa dilakukan anak-anak muda yang memiliki orang tua kaya. 

Ia cinta pada seisi gedung ini. Tempatnya, suasananya, terlebih lagi, orang-orangnya. Bu Rasti, yang sudah bertahun-tahun hidup sendirian, suka dengan misteri yang menyelubungi dirinya. Atau, keluarga Warren yang datang dari Eropa bersama keempat anaknya yang masih kecil. Mereka sudah telanjur cinta pada Indonesia. Tina yang antusias terhadap mode, tapi sangat pelupa. Pasangan muda Amadeus yang baru saja pindah ke apartemen bawah. Andrea yang tak pernah ramah, tapi selalu tersenyum cerah jika menawarkan kosmetik buatan perusahaannya. Satu lagi, Orien, satu-satunya penghuni yang masih kuliah di salah satu universitas swasta di kota ini. 

Fe berjalan menyusuri lorong apartemen itu pelan-pelan. Pagi masih segar dan dia punya banyak waktu untuk menikmatinya. Ia selalu bangun saat matahari baru saja menampakkan diri di peraduannya dan ketika embun pagi baru menyentuh dedaunan. Supaya ia bisa mendengar kicau burung. Supaya ia tidak terburu-buru mempersiapkan harinya. Supaya masih sempat menyapa Yang Di Atas untuk berterima kasih dan memohon perlindungan-Nya. Dan, supaya ia tetap merasa hidupnya masih mengalir seperti air.

Hanya ada tiga penghuni apartemen di tingkat dua termasuk Fe. Dan, seperti biasa, Fe cuma berhasil mengulum senyum saat melewati pintu apartemen Tina, lalu terus melenggang saat melihat pintu apartemen Orien, karena ia tahu gadis itu masih terlelap pada jam-jam segini.

Ketika kakinya mulai menginjak anak tangga, ia kembali teringat saat pertama ia datang ke apartemen ini. Harganya memang relatif murah dibandingkan apartemen mewah bertingkat puluhan. Bagi Fe, banyak hal dalam hidup ini yang tidak bisa dicapai dengan hanya menjentikkan jari. Butuh lebih banyak cucuran keringat dan tetesan air mata, untuk mendapatkan sesuatu. Karena itu, ia lebih suka naik dan turun lewat tangga. 

Di ujung tangga, ia melihat Pak Suwa sedang memperbaiki pintu. Pak Suwa adalah suami dari pemilik apartemen ini dan terdaftar sebagai salah satu anggota ISTII alias Ikatan Suami Takut Istri Se-Indonesia. Pekerjaannya setiap hari cuma memperbaiki pintu, yang tak pernah berhasil dibetulkan. Siang hari ia menghabiskan waktu untuk kabur ke alam mimpi dan membiarkan dirinya berkeliaran di sebuah supermarket yang cukup besar di kota ini sebagai satpam. Fe jarang bertemu dengan Bu Elly, istrinya, karena biasanya ketika ia hendak berangkat ke kantor pagi-pagi, wanita itu sudah berangkat ke pasar tradisional. Baik untuk berbelanja bahan-bahan makanan maupun berbelanja gosip-gosip terbaru. 

“Sudah mau berangkat, Mbak?” sapa Pak Suwa. Sapaan yang sama tiap pagi, yang selalu dilengkapi senyum genit, sambil memelintir kumisnya yang cukup lebat. Konon, ia memelihara kumis itu karena kumisnya cukup ampuh untuk mengancam istrinya yang suka marah-marah dan cemburu. Pasalnya, kata orang, Pak Suwa selalu mengancam istrinya akan mencukur kumis kebanggaannya itu jika istrinya mulai marah-marah. Tapi, itu cuma cerita yang mungkin disebarkan dari mulut Pak Suwa sendiri, supaya ia tidak ketahuan takut pada istrinya yang galak. Padahal, semua tahu bahwa Pak Suwa tidak pernah bisa berkutik menghadapi mulut tajam istrinya. 

Seperti biasa, Fe cuma mengangguk, sambil tersenyum. Senyum kecil yang tulus. Tanda bahwa ia senang menerima sapaan Pak Suwa, meskipun tiap hari kalimat tersebut menyentuh daun telinganya. Fe lantas melenggang melewati Pak Suwa yang kembali sibuk berkeluh kesah. 

Teriakan anak-anak kecil membuat langkahnya berhenti tatkala ia hendak melewati pintu apartemen keluarga Warren.

“No, Kevin! Don’t do that! Give it to me!” terdengar teriakan Mrs. Warren pada Kevin, anak tertuanya.

Daun pintu apartemen itu terbuka dan wajah mungil Sally, anak ketiga keluarga Warren yang berumur tiga tahun itu, muncul. Gadis mungil ini selalu tahu pukul berapa biasanya Fe lewat pintu apartemen mereka.

“Good morning, Miss Fe,” sapanya, sambil mengulurkan tangan. Masih ada remah-remah roti kering sisa sarapan di sekitar mulut Sally.

Fe berjongkok di depan gadis kecil itu, membersihkan wajah si mungil, kemudian menerima uluran tangannya. “Pagi, Sally. Apa kabar?”

Sally menepuk perutnya yang terlihat penuh untuk menunjukkan bahwa ia baru selesai sarapan.

“Selamat pagi, Fe!” sapa Mrs. Warren, kemudian menatap gadis kecilnya dengan tatapan serius. “Sudah beri salam pada Fe?”

Sally mengangguk. 

“Good girl!” kata Mrs. Warren. Sedetik kemudian terdengar suara sendok terjatuh diiringi tangisan si bayi Georgie. Kemudian, ia meninggalkan Fe dan Sally sambil menggeleng-gelengkan kepala pada Fe, dan berkata, “Semoga harimu menyenangkan, Fe!”

Fe cuma tersenyum simpul. Senakal apa pun anak-anak keluarga Warren, ia senantiasa menikmati waktu bersama mereka.

“Give me a kiss before I go, Dear,” pinta Fe dan memberikan pipi kirinya untuk dicium mulut mungil Sally.

Sally terkikik setelah mencium pipi Fe, yang lalu menutupkan pintu untuk Sally. Ia kembali melangkah menuju pintu keluar gedung itu.

“Tunggu, Fe!”

Fe menoleh, sambil menaikkan alis matanya. Tanda bahwa suara itu tidak biasa didengarnya di pagi hari. 

Bu Rasti berjalan tergesa-gesa menghampiri Fe. 

“Bu Rasti ada perlu dengan saya?” tanya Fe, ketika Bu Rasti sudah berdiri di hadapannya sambil membetulkan letak roknya.

“Kau selalu berjalan kaki ke kantor, ya?”

Fe menganggukkan kepala. Bertanya-tanya dalam hatinya.


                                                         cerita selanjutnya >>



Penulis: Jessie Monika
Pemenang Harapan Sayembara Mengarang Cerber femina 2005


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?