2 Feb 2017

Perjalanan Cahya Purwaningtyas Suprayitno untuk Mewujudkan Mimpi

Foto: Dachri Megantara

Menjadi Pemenang Favorit Wajah Femina 2016 mengubah jalan hidup yang telah dirancang oleh Cahya Purwaningtyas Suprayitno (18). Lahir dan tumbuh besar di Surabaya, ia tak pernah menyangka dirinya bisa merantau ke Jakarta, apalagi untuk mewujudkan mimpinya menjadi model profesional.
 
Bertransformasi
Dalam perjalanan menuju Jakarta, Cahya mendekap erat pengalaman-pengalaman yang menguatkan dirinya sejak kecil. Bukan karena dendam, tetapi justru untuk menguatkan mental dan tekadnya. Cahya kecil rupanya banyak melewati masa sulit. Waktu masih duduk di sekolah dasar, fisiknya cukup sering menjadi sasaran ejekan teman-temannya.
 
“Dulu waktu SD, kulit saya ireng (hitam) dan gendut, berbeda dengan teman-teman lain,” ungkap wanita kelahiran 15 Oktober 1998 ini.
 
“Ditambah lagi, rumah saya berjarak satu blok dari sekolah, sehingga tiap hari saya ke sekolah naik sepeda atau jalan kaki,” katanya.
 
Meski pada dasarnya Cahya termasuk anak yang cuek, cemoohan yang terus-menerus dilayangkan kepadanya pun pernah membuatnya menangis. Suatu hari, ketika sedang pelajaran olahraga, ia tak bisa berlari cepat karena bobot tubuhnya berat.
 
“Teman-teman meneriaki saya, ‘Huuu… dasar payah! Enggak iso mlayu (tidak bisa lari)!” ujar Cahya, mengingat masa itu. Kejadian itu membuat Cahya bertekad untuk lebih menjaga kebugaran tubuhnya.
 
Sejak SMP, Cahya mulai rutin berolahraga di pusat kebugaran dan di rumah. Pola makan sehat pun tak lupa ia jalankan lebih giat sejak masuk SMA. Ia mengurangi asupan karbohidrat dan meningkatkan asupan protein. Kerja kerasnya tidak sia-sia. Tubuhnya pun terasa lebih bugar dan penampilannya menjadi lebih segar dan terawat.
 
“Dengan fisik yang ideal dan sehat, saya merasa lebih percaya diri, seperti pribadi yang baru,” tutur wanita dengan tinggi 167 cm dan bobot 52 kg ini.
 
Lucunya, ketika bertemu dengan teman yang dulu mengejeknya, Cahya justru mendapatkan cemoohan baru. Mereka menuduhnya melakukan operasi plastik
atau minum obat diet keras. Ia juga sempat mendapat julukan kurang mengenakkan karena lebih banyak bersahabat karib dengan pria dibandingkan wanita.
 
“Saya nangis di kelas dan sempat curhat ke guru konseling. Saya juga minta pindah sekolah ke orang tua. Tapi, orang tua menegaskan, saya harus melalui masa ini untuk menjadi wanita yang kuat,” jelas penyuka satai taichan ini.
 
Kata-kata kedua orang tuanya pun terbukti. Rasa percaya diri dan kekuatan itu pun membuat dewan juri Wajah Femina 2016 memilihnya sebagai salah satu finalis Wajah Femina 2016. Maka, ketika beberapa kenalannya di dunia model mencibirnya sebagai finalis yang menyogok juri agar terpilih sebagai Juara Favorit Pembaca Wajah Femina 2016, Cahya bisa menghadapinya dengan tenang. Sebab, ia tahu benar, mimpinya bisa terwujud karena ia memang berusaha keras.
 
Selain membekali diri dengan keterampilan modeling dan wawasan di dunia entertainment, Cahya mengaku tak henti-hentinya mempromosikan diri di kampus,
sharing di lebih dari 25 grup Line, dan berkicau di media sosialnya.
 
“Kalau sedang kuliah di laboratorium komputer, saya minta teman-teman untuk login ke website femina dan vote foto saya. Ibu saya pun mempromosikan saya saat arisan,” ujar wanita yang pernah berkuliah di Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Teknologi informasi dan Kreatif, Universitas Internasional Semen Indonesia, Gresik, Jawa Timur, ini.
 
Langkah ke Depan
Sampai di Jakarta, Cahya mengaku sempat merasa minder ketika bertemu dengan dua model profesional yang juga berasal dari Surabaya. Namun, saat itu ia berusaha tetap fokus pada mimpinya. Rasa percaya dirinya kembali meningkat ketika ia tahu bahwa dua model profesional itu tidak terpilih sebagai finalis Wajah Femina 2016 seperti dirinya.
 
“Saya selalu ingat pesan Ibu untuk tetap yakin pada kemampuan diri sendiri, tidak membanding-bandingkan dengan orang lain karena tiap orang itu unik,” ujar Juara 1
Indonesia Top Model Jawa Timur 2015 dan Juara Favorit Indonesia Top Model Jawa Timur 2015 ini.
 
Prestasi demi prestasi di bidang modeling pun membuka banyak pintu kesempatan karier di Surabaya. Bahkan, sebuah agensi model yang dulu pernah menolak Cahya, kini menghubunginya kembali dan memintanya untuk bergabung. Namun, mimpi dan rencana karier Cahya sudah mantap. Ia memutuskan untuk merantau ke Jakarta agar kemenangannya tidak sia-sia dan bisa lebih fokus.
 
“Dosen memperbolehkan saya ijin kuliah dan tetap mengikuti UAS. Tetapi, saya pikir itu tidak adil dan kurang maksimal. Lagi pula, biaya bolak-balik Surabaya-Jakarta
kan tidak sedikit,” jelas putri dari Agung Suprayitno (44) dan Ani Purwanti (42) ini. Ia pun menyusun rencana baru, yakni mengambil kuliah di Jurusan Bahasa Inggris, Bina Sarana Informatika, Jakarta, sambil mengasah keahliannya untuk berbicara di depan publik.
 
“Sambil kuliah, saya akan mengikuti beberapa casting untuk menjadi presenter. Saya juga akan menggunakan hadiah Wajah Femina dari Talkinc untuk mempertajam kemampuan saya di bidang public speaking,” ungkap Cahya, yang mengidolakan Shahnaz Mariela, Pemenang I Wajah Femina 2009, yang menjadi mentor di kelas Presenting & Public Speaking di karantina Wajah Femina 2016.Menurutnya, menjadi presenter acara berita dan entertainment di televisi adalah sebuah
tahap pengembangan kariernya sebagai model.
 
“Saya ingin bisa menyampaikan informasi yang bermanfaat untuk publik,” ungkap wanita yang sejak SMP sudah mengikuti kompetisi storytelling dan news anchor hingga tingkat nasional ini.
 
Cahya tidak tahu pasti kapan kerikil akan kembali menghadang langkahnya. Namun, ia kini lebih mantap untuk mewujudkan mimpi dengan bermodal kepercayaan diri, prestasi, dan restu dari kedua orang tua.
 
“Tantangan datang bukan tanpa alasan. Fungsinya untuk menguatkan seseorang,  termasuk saya. Saya harus berani menerima tantangan agar bisa terus maju,” kata Cahya. (f)
 


Topic

#WF2016