27 Apr 2017

Pembuktian Diri Diela Fadiela, Model asal Yogyakarta Pemenang Kategori Busana Nasional Wajah Femina (WF) 2016

Foto:
 
Anggun, luwes, dan berkarakter, itulah beberapa kelebihan Dilla Fadiela (23) yang membuat para juri jatuh hati. Sebagai model di Yogyakarta, ia memang kerap tampil mengenakan kebaya untuk pemotretan atau fashion show. Mungkin ini juga yang membuatnya terpilih menjadi Pemenang Kategori Busana Nasional Wajah Femina (WF) 2016.
 
Pembuktian Diri
Wanita cantik ini adalah sosok yang pantang menyerah. Baginya, kegagalan yang ia hadapi adalah pembelajaran. Seperti ketika ia gagal menjadi finalis di ajang WF 2014 lalu. Saat itu Dilla yang hanya mampu sampai peringkat 40 besar, mengoreksi diri dan juga bertanya kepada rekan-rekannya sesama model di Yogyakarta, Faradina Amalia, alumnus WF 2014 dan Nisa Ayu Nurfitri, Pemenang III WF 2015.

“Mereka berbagi pengalaman tentang pose, berat badan, dan cara jalan yang diinginkan dalam WF,” katanya. Akhirnya, dua tahun kemudian, setelah merasa siap dan berhasil menurunkan berat badan sebanyak 7 kg, ia pun kembali mencoba. Ternyata, tak hanya masuk final, ia bahkan meraih gelar Pemenang Kategori Busana Nasional WF 2016. 

Prestasinya ini pun membawa dampak positif. Tawaran pekerjaan untuk sesi pemotretan maupun fashion show terus mengalir. “Beberapa hari usai ajang WF, ada sekitar 5 desainer, salah satunya Mimi Intan, meminta saya mengenakan kebaya karyanya untuk pemotretan,” ungkapnya, senang.   

Dalam acara Boyolali Fashion Show, akhir Desember 2016 lalu, ia pun berkesempatan mengenakan kebaya karya Anne Avantie. Lalu pada Februari 2017, ia dipercaya Kementerian Pariwisata RI tampil sebagai model dalam majalah Pesona Indonesia edisi pertama, yang pemotretannya mengenakan kebaya di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.

“Mereka menelepon saya dan menawarkan pekerjaan. Saya tidak tahu dari mana mereka mendapat nomor saya,” ujarnya heran. Baru-baru ini, ia juga sudah menjalani syuting iklan pariwisata Kabupaten Wonosobo.

Dilla mengatakan, bekal beragam yang ia dapatkan selama karantina, ajang WF telah mengubah sebagian besar hidupnya. Ia merasa tutur kata dan sikapnya kini jauh lebih baik, dan yang paling penting adalah ia jauh lebih percaya diri.

Kelas boosting confidence yang disampaikan Kamidia Radisti, alumnus WF 2006, menjadi salah satu yang sangat berharga baginya. “Saya suka caranya menyampaikan materi. Mendengarkan keluhan dari masing-masing finalis, setelah itu dia memberikan jalan keluar,” kata wanita pemilik tinggi badan 174 cm dan berat 54 kg ini.

Ia mengaku, kini cara berpakaiannya pun sangat ia jaga, tidak lagi sembarangan serta bersikap dewasa dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini dilakukan karena kini ia sudah mulai menjadi perhatian banyak orang. “Selain menjaga nama baik diri sendiri, saya juga ingin menjaga nama baik WF,” katanya.
Di kalangan teman-teman modelnya, ia merasa punya keunggulan. Ia lebih dianggap dan diakui dibandingkan dengan sebelumnya. “Menurut saya, di dunia model, prestasi adalah salah satu yang membedakan kita dengan model yang lain,” tuturnya.

Dengan prestasinya lewat WF, Dilla ingin menunjukkan bahwa model tidak hanya bisa jalan di catwalk, tapi bisa berprestasi. Tak hanya di tingkat daerah, tapi juga di tingkat nasional, bahkan tingkat internasional. “Prestasi itu yang dapat saya gunakan untuk pembuktian diri sekaligus mendapat pengalaman dan pengakuan agar tidak mudah disepelekan orang lain,” katanya, tegas.

Dilla pun berharap, kelak bila kariernya sudah  makin bagus, banyak pengalaman, dan dikenal banyak orang, ia akan mendirikan sekolah modeling, yang sudah menjadi impiannya sejak lama. “Saya akan mendesain program belajar yang jauh lebih lengkap. Tak hanya cara berjalan, berpose, dan koreografi, tapi juga pembekalan tentang public speaking dan attitude,” ujarnya, optimistis.
 
 
KULIAH, MODELING, AKTING, DAN KEGIATAN SOSIAL
Modeling bukanlah hal baru bagi wanita kelahiran Bandung, 24 Juli 1993, ini. Dengan alasan melatih keberanian Dilla kecil yang pemalu, ibunya, Murniati (52), mendaftarkannya di sekolah model Samurai Pro, Yogyakarta. Ia masih TK kala itu. Sayang, saat ia masuk SD, kursus modelingnya terhenti, karena ia harus pindah mengikuti ibunya yang ditugaskan bekerja di Surabaya.

Lalu, di bangku SMP, saat mereka pindah ke Semarang, Jawa Tengah, ia kembali melakukan aktivitas modeling dengan mengikuti berbagai lomba tingkat sekolah.

Merasa modeling sebagai salah satu passion-nya, maka saat di SMA, ia kembali memperdalam ilmunya dengan belajar lagi di Samurai Pro dan Yam Modeling, Yogyakarta. “Sejak itulah saya mulai mengikuti fashion show profesional. Tidak hanya di Yogya, tapi juga di beberapa kota lain, seperti Solo dan Semarang,” kata alumnus SMA Negeri 11 Yogyakarta ini.

Perjalanan Dilla menekuni modeling tidaklah selalu mulus. Banyak sekali kerikil kecil yang bisa membuatnya terjatuh. Di awal kuliah tahun 2012 lalu misalnya, anak pertama dari dua bersaudara ini hampir saja meninggalkan dunia modeling karena merasa jenuh. Tawaran pekerjaan sedikit, dan tugas-tugas kuliah menumpuk.

“Di satu sisi saya dituntut makan sedikit agar berat badan tetap terjaga, sementara di sisi lain, saya perlu makan banyak sebagai sumber energi yang banyak untuk mengerjakan tugas kuliah,” ungkapnya, serius.

Belum lagi bila ia ingat sikap kurang menyenangkan yang pernah dilakukan oleh rekannya sesama model. Ia pun makin bimbang. Apakah ia harus memilih untuk tetap menjadi model, atau meninggalkannya dan seratus persen fokus pada kuliah.

Atas dukungan orang tua, Dilla pun berhasil melewati masa sulit itu, walau pekerjaan sepi dan uang sakunya menipis. “Tapi saya senang. Urusan sekolah, saya mendapat dukungan dan motivasi dari Ibu. Sedangkan modeling, saya mendapat dukungan dari Ayah,” ungkapnya, senang.

Wanita berkulit sawo matang ini mengungkapkan, ayahnya, Yudi Irawanto (51), dulunya adalah seorang model di Kota Bandung, Jawa Barat. “Saya banyak mendapat masukan dan saran dari Ayah. Ayah berpesan, jadilah model yang tidak sombong. Senyum apa adanya, jangan dibuat-buat,” katanya.

Selain modeling, wanita berdarah campuran Melayu dari ibu dan Sunda dari ayah ini pun mulai mencoba peruntungan di dunia peran, pada tahun 2015. Atas informasi temannya, ia mengikuti casting dan sempat muncul di film Surga Yang Tak Dirindukan 1 dan Surga Yang Tak Dirindukan 2 sebagai sekretaris Prasetiya (Fedi Nuril).

Film lain yang juga ia bintangi adalah Rudy Habibie, dengan berperan sebagai teman Rudy Habibie (Reza Rahadian). Baru-baru ini ia juga terlibat dalam film Kartini. “Casting dan syuting semua film yang saya bintangi itu berlangsung di Yogyakarta,” tutur wanita yang mengidolakan aktris India, Deepika Padukone, ini.

Dilla berharap, bila diberi kesempatan, ia akan menekuni dunia peran. Untuk mewujudkan hal itu, ia akan mengikuti beragam casting.  “Walau gagal, saya terus mencoba. Saya percaya, suatu saat akan ada film yang saya cocok menjadi pemeran utamanya,” ungkapnya, optimistis. Wanita berzodiak Cancer ini menambahkan, akting ia pelajari secara autodidak, salah satunya dengan cara menonton film.

Di tengah kesibukannya menyiapkan skripsi, menjalani pemotretan dan fashion show, Dilla aktif berkegiatan sosial. Sejak tahun lalu, ia tergabung dalam Leo Club, sebuah organisasi yang diprakarsai oleh kalangan anak muda. Ia menjabat posisi sebagai bendahara. “Induk Leo Club adalah Lions Club, organisasi sosial internasional. Kami tidak hanya menyalurkan sumbangan, tapi juga melakukan pendampingan dan memberikan pembekalan, seperti membuat kerajinan tangan, kepada masyarakat dan remaja,” katanya.

Salah satu kegiatan yang mereka gagas adalah pembekalan membatik dengan teknik shibori kepada masyarakat di wilayah Gunung Api Purba, Yogyakarta. “Saya terpanggil untuk berkegiatan sosial karena saya merasa ada sesuatu yang kurang dalam kehidupan. Saya tidak mau hidup hanya untuk modeling dan untuk kuliah saja,” tutupnya. (f)
 


Topic

#WajahFemina