3 Aug 2017

Dea Goesti Rizkita, Memperjuangkan Kesetaraan Pendidikan untuk Anak-anak Korban Konflik

Foto: Dok. Femina Group
 
Wanita berdarah Sunda ini sadar bahwa harapan masyarakat Indonesia atas keberadaannya di ajang Miss Grand International pasti sangat tinggi. Namun, hal itu tidak menjadi beban yang berat. “Saya tidak terlalu berambisi harus juara. Justru saya sangat senang karena bisa mengangkat isu kesetaraan pendidikan di ajang ini,” ujar Dea.

Dea lalu menjelaskan bahwa ia memang mengusung misi kesetaraan pendidikan bagi anak-anak korban konflik karena suku atau etnis, juga anak-anak korban perang. Maka, sebagai bagian dari persiapan, ia menjalin kerja sama dengan International Society for Advancement of Cytometry (ISAC). Bersama lembaga ini, ia akan mengunjungi negara-negara rawan konflik di Asia Tenggara, seperti Kamboja, Vietnam, dan Myanmar, Juli 2017 mendatang.

Di sana, ia akan melihat secara langsung cara penanganan anak-anak korban konflik dalam memperoleh pendidikan. “Niat saya adalah mengadvokasi anak-anak korban konflik untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Hanya pendidikan yang dapat memulihkan kondisi psikologi mereka,” ungkapnya, optimistis. Untuk dalam negeri, dengan biaya pribadi, dalam waktu dekat Dea akan mengunjungi Maluku, sebagai salah satu daerah bekas konflik karena agama di Indonesia.

Wanita kelahiran Bandung, 28 Juni 1993, ini memang menyukai kegiatan sosial. Kesibukan kuliah yang selama ini membuatnya sulit untuk berkegiatan. Karena itu, setelah menjadi finalis Wajah Femina, ia memberanikan diri mendirikan gerakan ‘Menuju Sekolah’ bersama teman-temannya. “Kami melakukan pendampingan belajar dan konseling pendidikan bagi anak-anak dan orang tua yang kurang mampu. Terakhir, kami melakukan kegiatan di wilayah pesisir. Tepatnya di Kaligawe, Semarang,” ujarnya.

Ia juga menggunakan media sosial, khususnya Instagram, untuk berbagi. Dea memanfaatkan Instagram Live untuk sharing tentang beberapa hal. Salah satu tema yang ia angkat baru-baru ini adalah tentang cyber bullying.

Wanita bertubuh ramping ini berbagi tip tentang cara menghadapi bullying di media sosial. Biasanya, dua hari sebelum live, ia merilis pengumuman berupa e-banner, supaya para follower tahu dan bisa menyiapkan pertanyaan. “Saya menyiapkan diri dengan membaca buku-buku teori yang berkaitan dengan topik yang akan saya bicarakan,” kata Dea, yang  sudah melakukan live sebanyak 3 kali dengan tema yang berbeda-beda.

Jiwa berbagi yang dimiliki dan prestasi yang telah diraih Dea  tidak terlepas dari didikan dan dukungan kedua orang tuanya, Kose Koswara (54) dan Aas Asmawati. “Dalam kehidupan sehari-hari, kedua orang tua, khususnya Ayah, mengajarkan saya untuk berbuat baik kepada semua orang. Ajaran itu terlihat dari kepercayaan para tetangga kepada Ayah. Tiap kali ada tetangga yang menghadapi masalah, bahkan perselisihan suami-istri, ayah saya yang menjadi mediator,” ujarnya, bangga.

Ajaran itu pula yang ditiru oleh Dea. Ia ingin hidupnya bermanfaat bagi orang lain. Kelak, setelah tugasnya sebagai Puteri Indonesia Perdamaian 2017, ia akan pulang ke Semarang untuk menyelesaikan kuliah S-2. Setelahnya, ia bercita-cita untuk berkarier sebagai psikolog anak di Jakarta. (f)
 



Topic

#wajahfemina