True Story
Kisah Lizzie Velasquez Bangkit dari Julukan Wanita Terburuk di Dunia

5 Nov 2016


Foto: AFP

 
Julukan ‘world ugliest woman’ pernah ditujukan kepadanya. Kini orang mengenal Lizzie Velasquez (27) sebagai motivator global sekaligus pejuang anti-bullying. Kata-katanya berhasil menggerakkan hati 11 juta orang di forum TED Talk. Kisah hidupnya menjadi rekaman dokumentasi tentang keberanian yang menginspirasi banyak orang di pelosok dunia. Siapa sosok wanita muda yang satu ini?
 
SADAR BERBEDA
Lizzie tidak tahu bahwa dirinya berbeda sampai ia masuk ke taman kanak-kanak. Gelora antusiasme untuk bisa belajar dan bermain bersama anak-anak lain seusianya mendadak surut. Mereka tidak menyukainya. Atau lebih tepatnya, mereka takut padanya! Ia melihat tangan-tangan kecil itu menunjuk-nunjuk dirinya, diikuti tatapan ngeri. Tak ada satu pun yang bersedia duduk sebangku dengannya, apalagi mengajaknya bermain bersama. Lizzie sangat sedih.

“Jujur, saat itu saya tidak tahu bahwa saya berbeda dari anak-anak lainnya. Di mata keluarga, saya adalah sebagaimana adanya saya, yaitu Lizzie,” ungkap wanita kelahiran Austin, Texas, AS, itu mengenang masa-masa getir dalam hidupnya. Otak anak-anaknya yang terlalu sederhana gagal memahami apa yang terjadi. Pulang ke rumah, ia pun bertanya kepada kedua orang tuanya, “Apa yang salah dengan diriku?”

Dengan lembut kedua orang tuanya berusaha meyakinkan Lizzie, bahwa tak ada yang salah dengan dirinya. “Kamu hanya lebih kecil dari anak-anak yang lain. Kamu cantik, cerdas, dan dapat mencapai apa pun yang ingin kamu raih,” jawab ayah dan ibunya saat itu. Ucapan mereka ini menjadi fondasi kokoh yang membangun keyakinan tentang jati dirinya.

Lizzie tumbuh dalam limpahan kasih sayang dan dukungan kedua orang tuanya. Bahkan sejak awal kelahirannya, ketika para dokter mengatakan bahwa mereka kemungkinan harus merawatnya seumur hidup dan mengetahui kemungkinan putri mereka tidak akan bisa bicara, berjalan, atau melakukan apa pun secara mandiri. “Dengan semua peringatan itu, mereka tetap memilih saya dan tidak pernah menyembunyikan ekspresi kasihnya terhadap saya, bahkan di tempat umum sekalipun,” ungkap Lizzie, yang terlahir sebagai sulung. 

Lizzie lahir prematur di usia kandungan 8 bulan, dengan bobot kurang dari 1 kg dan diikuti kondisi kesehatan yang sangat langka. Dokter menemukan tanda-tanda kelainan genetis neonatal progeroid syndrome. Meski bukan penyakit mematikan,  kelainan ini membuat tubuhnya tidak dapat menumpuk lemak dan mengalami gejala penuaan dini.

Saking mungilnya, ibunya, Rita Velasquez, sampai harus memakaikan baju boneka saat Lizzie masih bayi. Seumur hidupnya, bobot Lizzie tidak pernah melampaui 29 kg! Wajahnya berbentuk bangun segitiga memanjang dengan tulang hidung membengkok tajam, seperti paruh burung. Mata kanannya yang mulai berawan sejak usia 4 tahun kini telah menjadi buta total, sementara mata kirinya mulai kehilangan kemampuan melihat. Di dunia, hanya 200 orang yang lahir dengan sindrom ini. Satu dari tiga atau enam orang di antaranya memiliki gejala spesifik yang sama dengan dirinya.

Dengan kondisinya ini, tidak heran jika ke mana pun ia pergi, semua mata akan tertuju kepadanya. “Mereka melihat saya seperti melihat monster,” ungkap Lizzie, yang kini telah terbiasa memiliki ‘audiensi’ ke mana pun ia melangkahkan kaki.
 
TITIK BALIK HIDUP
“Seiring usia, saya sadar bahwa sindrom ini tidak akan hilang. Ini pil pahit yang harus saya telan,” ungkap Lizzie, mengenang masa-masa pertumbuhannya. Ia ingin terlihat seperti orang-orang lainnya, dan membaur dengan mereka. Namun, ia gagal menemukan cara untuk mewujudkan keinginan ini. “Saya tidak bisa menyalahkan para dokter atau orang tua. Jadi, saya menyalahkan diri sendiri,” lanjutnya.

Namun, situasinya menjadi lebih baik justru saat ia memasuki gerbang SMA. Ia menyadari ia memegang kendali penuh akan hidupnya, yaitu menjadi sosok yang positif. Ia memberanikan diri untuk ikut berbagai aktivitas di sekolah, memulai pertemanan, dan belajar bagaimana menjadi orang yang lebih bergaul. “Awalnya sangat menakutkan, tapi saya yakin hasilnya akan sebanding,” ujar wanita kelahiran 13 Maret 1989 itu.

Lizzie bergabung menjadi staf penulis di surat kabar sekolah, dan ambil bagian dalam pembuatan buku tahunan sekolah sebagai fotografer. Ia menjajal klub pemandu sorak, dan sangat menyukai seragamnya yang menurutnya sangat cute. “Tiap kali saya mengenakannya ke sekolah, rasanya seperti seorang superhero!” ujarnya, bahagia. Di tengah teman-temannya, Lizzie merasa bisa menjadi dirinya sendiri, bahkan lebih dari ketika ia berada di tengah keluarganya.

Segalanya tampak sempurna, sampai suatu hari, saat ia mendapat ‘kejutan’ yang menjungkirbalikkan dunianya. Saat itu usianya baru 17 tahun. Seperti kebanyakan remaja lainnya, YouTube menjadi solusi membunuh kebosanan di tengah mengerjakan tugas-tugas sekolah. Sebuah thumbnail video terlihat sangat familiar, sehingga ia pun mengkliknya. Video yang telah ditonton oleh lebih dari 4 juta orang itu mengisahkan tentang dirinya, sebagai ‘world ugliest woman’.

Tayangan itu diikuti berbagai komentar menghina yang sadis dan tak punya hati. Dunia menjadi lebih baik tanpamu. Kenapa orang tuamu membiarkanmu hidup? Bunuh dengan api! Lizzie membaca  tiap komentar yang tertulis, dan heran bahwa tidak satu pun dari mereka yang membela dirinya dan berkata, “Menjauhlah, dia masih anak-anak,” atau “Kamu tidak tahu cerita di balik penampilannya yang seperti itu.”

“Rasanya seperti ada sebuah tinju yang menembus layar komputer dan menghantam saya dengan sangat keras,” ungkap Lizzie. Sampai saat ini  ia tidak tahu siapa yang menggelarinya ‘wanita terburuk di dunia’ itu. Ia tidak tahu apakah orang itu laki-laki atau perempuan.

“Andai saya tahu, maka saya akan memberikan kartu dan bunga sebagai ucapan terima kasih kepadanya. Sebab, video itu telah mengubah hidup saya menjadi lebih baik,” ungkapnya, penuh syukur. Setahun setelah kejadian itu ia bahkan memberanikan diri untuk berbicara tentang kondisi medisnya dan bagaimana menyikapi tindakan bullying, di hadapan 400 siswa kelas 9 di sekolahnya.  

Kesempatan ini tidak hanya membukakan fakta di balik penampilannya kepada orang lain, tapi juga membuka wawasan pribadinya. Dari berbagai pertanyaan dan sharing cerita murid-murid remaja itu, ia menemukan keterkaitan kisah sebagai korban bullying. Hal ini membuatnya sadar bahwa dirinya bukanlah satu-satunya yang paling menderita. Bahwa perilaku bullying ini tidak bisa dibiarkan, tapi harus dihentikan!
 

MEMILIH BANGKIT

Kini, di usia 27 tahun, dengan tinggi tubuh 157 cm  dan bobot hanya 28 kg, Lizzie mampu berdiri tegar sebagai aktivis anti-bullying. “Saya tidak mau balas dendam. Itu hanya buang-buang waktu. Saya ingin membuktikan bahwa mereka salah. Sebaliknya, saya bisa memanfaatkan memberikan makna hidup yang lebih besar dari kondisi saya ini,” tekadnya, bulat.

Lulus SMA, Lizzie melanjutkan kuliah di jurusan Studi Komunikasi, Texas State University, di St. Martin, Texas. Ia tetap bergaul dengan teman-temannya, dan menjalani hidup yang normal. Di masa-masa inilah ia memiliki kerinduan lebih untuk membagikan kisah hidupnya sebagai sebuah pembelajaran yang memotivasi. Ia banyak bicara di depan forum, dan menulis buku berjudul Lizzie Beautiful: The Lizzie Velasquez Story.

“Jangan biarkan orang lain menilai dari tampilan luarmu. Jangan biarkan hal negatif menghalangi langkahmu dalam meraih kehidupan yang engkau inginkan. Ini menjadi misi harian saya,” tegas Lizzie kepada Ann Curry di sebuah talk show saluran TV Today, yang juga dihadiri oleh ayahnya, Lupe Velasquez, dan ibunya, Rita Velasquez.

Lizzie tidak memungkiri bahwa ada masa-masa gelap dalam hidupnya. Terutama ketika orang menuduhnya anoreksia, padahal yang sebenarnya Lizzie makan 5.000 kalori  tiap harinya. “Saya manusia biasa. Segala ucapan negatif tentu akan menyakiti hati dan membuat saya kecewa,” lanjutnya. Namun, Lizzie selalu mengingat pesan ayahnya. Ia hanya boleh punya satu kesempatan untuk bersedih dan menangis. Setelah itu, ia harus move on, dan belajar melihat sisi positif dari segala sesuatu.

Jadi, ketika kondisi emosionalnya sedang gelap gulita, ia memperbolehkan diri menjadi rentan. Ia akan mengunci diri di kamar, menutup jendela, dan mendengarkan musik sedih dari lagu-lagu yang dinyanyikan Adele, lalu menangis, dan makan makanan junk food. “Dalam satu hari itu saya keluarkan semuanya. Begitu matahari esok bersinar, saya punya energi untuk melanjutkan hidup,” paparnya. 

Sikap hidup ini tidak datang dengan sendirinya, tetapi merupakan benih yang ditanam oleh ayah dan ibunya, sejak Lizzie masih kecil. Ketika dunia luar membuatnya sadar bahwa ia berbeda, jauh dalam benaknya ia merasa normal. Ia tidak pernah mendapat perlakuan yang berbeda. “Kamu bisa melakukan apa pun yang kamu inginkan. Pusatkan pikiranmu, dan tentukan apa yang menjadi golmu.” Kata-kata inilah yang biasa ia dengar dari kedua orang tuanya, dan Lizzie nyaris berhasil meraih semua golnya.

Ia lulus dari universitas. Ia telah menerbitkan 3 buku, dan sedang menyelesaikan buku keempatnya. Ia menjadi motivator dunia paling dicari, pejuang anti-bullying. Film dokumenter tentang dirinya berjudul A Brave Heart: The Lizzie Velasquez Story, tayang premier di saluran Lifetime TV pada 17 Oktober lalu. Bersama media sosial Tumblr, ia mengampanyekan gerakan ‘Post It Forward’ yang menebarkan spirit positif di komunitas online. Termasuk menjadi wadah untuk mengatasi isu kesehatan mental dan emosional orang-orang muda.

Lizzie juga pernah memukau 11 juta audiensi, off air dan on air, di forum TEDx Austin Women. Di kesempatan ini ia bahkan bisa melihat sisi lucu dari kondisinya. Ia membalik pola pikir dengan melihat keterbatasan fisiknya menjadi benefit-benefit dalam hidupnya. Ia bebas makan apa saja dan kapan saja tanpa takut beratnya bertambah. Tentang mata kanannya yang buta, ia berkata, “Ketika ada orang menyebalkan, maka ia bisa berdiri di sebelah kanan saya, supaya ia tidak terlihat.” Tawa pun meledak.

Di kesempatan itu pula Lizzie mengajukan satu pertanyaan  kepada audiensi. “What defines you? Apa yang mendefinisikan diri kita?” Awalnya, Lizzie mendefinisikan dirinya dari penampilan luar. Tiap hari, ia bangun dengan harapan semuanya akan berubah, dan ia akan terlihat seperti orang-orang lainnya. Dan tiap hari ia kecewa. Hingga ia sadar, bahwa definisi dirinya adalah segala sesuatu yang ia miliki. Orang tua dan keluarga yang sangat mengasihi dan menerima dirinya apa adanya, napas hidupnya, dan  tiap kesempatan yang datang dalam hidupnya.

“Saya memakai semua hinaan dan anggapan negatif orang terhadap saya sebagai tangga dan bahan bakar mencapai sukses. Namun, untuk mengawalinya  tiap orang harus bisa menjawab, ‘Apa yang mendefinisikan dirimu?’  Keputusan telah diserahkan ke tangan kita masing-masing,” ungkap Lizzie, menutup pembicaraannya di sesi TED Talk itu.(f)


Topic

#truestory

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?