Trending Topic
Sudah Menikah, Tak Kunjung Mandiri. Potret Pasangan Muda Millennial?

27 Jul 2016


Foto: Fotosearch


Anak di rumah ada yang mengawasi, makanan pun sudah tersedia di meja makan, lampu putus ada yang mengganti, tiap hari baju bersih tersetrika rapi selalu tersedia, sopir pun siap mengantar. Enak memang tinggal bersama orang tua, tidak harus pusing memikirkan macam-macam. Bekerja pun jadi bisa fokus. Benarkah sebanyak itu hal positifnya?

Kalau bicara ideal, orang menikah pasti ingin memiliki ruang sendiri, baik terpisah rumah atau tidak. “Karena di sinilah saatnya pasangan mulai membangun teamwork. Ada yang harus dipelajari setelah keluar dari sarang. Melepaskan diri dari dunia masing-masing dan membentuk tim yang baru,” Nessi menuturkan.
           
Hal inilah yang juga dipikirkan oleh Amila dahulu, saat memilih tinggal sendiri setelah menikah. Amilla dan suami menikah di usia muda, 22 dan 24. Emosi yang masih labil dan sama-sama belum mapan membuat mereka sering bertengkar, khususnya masalah finansial.  Karena itulah, mereka merasa butuh masa penyesuaian dan membangun aturan sendiri tanpa direcoki pihak luar.

“Bayangkan jika masih tinggal seatap dengan orang tua. Kalau kami bertengkar, orang tua pasti ingin tahu dan ujung-ujungnya bisa baper tidak menyukai menantunya,” cerita Amila Tamadita (25).

Begitu juga dengan Lina Aswita (25). Ia memang merasa privasinya berkurang dan orang tua jadi tahu masalah mereka sejak kembali ke ‘sarang’. Karena sering merasa tidak cukup, ia suka meminjam uang kepada ibunya. Rupanya, sang suami keberatan dan malu sehingga ia sering ditegur suaminya kalau meminjam uang pada orang tua. “Secara tak disadari, tinggal dengan orang tua membuat kami jadi kurang mandiri dan melihat orang tua sebagai problem solver segala masalah,” kata Lina.

Menurut psikolog Nessi Purnomo,  ia memahami, keberadaan orang tua yang ada di depan mata memang bisa membuat seorang anak segera tergoda untuk lari kepada mereka ketika membutuhkan bantuan. Lagi pula,  orang tua sendiri. Mengapa harus pergi ke orang lain? Meski begitu, Nessi menyarankan, “Jika memang harus meminjam, pinjamlah untuk sesuatu yang urgent, yang sifatnya musibah. Meski tergantung pada orang tua, cobalah lebih mandiri untuk masalah finansial.”  

Selain masalah keuangan, ada hal lain yang perlu diperhatikan, yaitu harus ikut aturan yang berlaku di rumah orang tua. Namanya bukan tinggal di rumah sendiri, aturannya pasti berbeda, ‘kan. Sela bercerita, meski tidak mau ikut campur urusan anaknya, ia tetap memberlakukan aturan di rumah, terutama masalah tata karma. “Suka tidak suka, mereka harus mau ikut aturan saya selama mereka masih tinggal di rumah saya,” tegas Sela.  Misalnya saja, aturan ketika akan masuk ke dalam rumah harus mengucapkan salam.
           
Hal ini termasuk urusan anak atau cucu. Namanya juga nenek, pasti ingin menyenangkan cucunya. Hal yang sepertinya  terlihat ‘sepele’ pun akhirnya bisa memicu konflik klasik antara orang tua  yang sudah menerapkan aturan lewat pengasuh anak, misalnya, dilanggar sang nenek agar cucunya senang.
Karena itu, supaya tidak terjadi konflik, cobalah duduk bareng dengan pasangan dan mertua atau orang tua kita, untuk memetakan apa yang boleh dilakukan nenek terhadap cucu. Sampaikan dengan jelas mengapa kita punya aturan begini dan begitu. “Banyak hal  kecil yang bersifat privat yang harus diurus sendiri oleh orang tua muda ini, sementara peran nenek dioptimalkan untuk melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh orang tua  tiap hari, misalnya mengawasi kinerja pengasuh anak,” saran Nessi. 

Namun, yang menjadi kunci utama dari persoalan ‘ketergantungan’ pasangan muda terhadap orang tua ini berkaitan dengan masalah pendidikan kemandirian. Banyak kasus orang tua terlalu banyak mengambil alih masalah dan kebutuhan anak sejak kecil. Contoh sederhana, urusan menyiapkan pakaian seragam  dan buku-buku pelajaran untuk berangkat ke sekolah, atau PR dari sekolah kerap masih  diurusi ibu atau pengasuhnya. Di rumah juga anak tidak diberi tanggung jawab untuk ikut mengurusi pekerjaan domestik. Tak heran anak-anak yang dididik dengan pola asuh seperti ini akhirnya tumbuh jadi  generasi manja yang tak bisa mandiri karena terbiasa dilayani.

 “Jujur saja, selama ini kan, mereka (anak-anak generasi milenial –Red) tak pernah repot. Ketika tinggal di rumah orang tua pun, mereka juga tidak mau terjung langsung mengurus rumah. Tinggal memeberi uang ke papa mama, sudah dianggap beres urusan. Hal itu mungkin terjadi, selain memang tidak ditanamkan tanggung jawab sejak dini, juga karena mereka tidak merasa memiliki rumah tersebut, walau tinggal di sana sejak kecil,” ujar Nessi.

Florencia mengakui, ia memang tidak menyadari bahwa sikapnya yang memanjakan Theo ternyata justru membuat anaknya tidak mandiri. Karena itu, kini ia harus menangggung akibatnya: bisa dibilang kebutuhan rumah tangga Theo sepenuhnya jadi tanggungannya. Gaji Theo hanya digunakan untuk kebutuhan pribadi, seperti membeli baju, makan di restoran, dan cicilan motor.

Namun, Florencia menyadari, apa yang terjadi padanya kini seperti sejarah yang berulang. “Dulu, sejak menikah  saya tinggal di rumah orang tua dan lepas dari tanggung jawab mengurus rumah tangga karena semua urusan dan biaya ditanggung papi saya hingga beliau meninggal dunia,” akunya. Sang papi memang terlalu memanjakannya. Akibatnya, ia jadi kurang bertanggung jawab dengan penggunaan uang dan hidup konsumtif. “Gaya hidup ini akhirnya menurun pada  anak-anak saya juga,” sesal ibu berputra tiga ini.

Lalu apa yang akan terjadi dengan pasangan ini ketika ditinggalkan orang tuanya? “Akan ada gonjang-ganjing sesaat. Namun, si anak akan bisa beradaptasi dengan situasi apa pun.  Akan ada masa-masa kacau di awal, tapi pasti akan bisa diatasi dengan proses yang berbeda-beda,” ungkap Nessi.
Bila Anda, sebagai pasangan muda, memang masih belum siap untuk ‘menjauh’ dari bantuan dan peran serta orang tua, ada hal-hal yang perlu dilakukan agar terjadi win-win solution, sekaligus menunjukkan bahwa  Anda tidak sekadar menumpang.  “Tunjukkan bahwa Anda menghargai mereka dengan hal-hal kecil,” saran Nessi.

Misalnya, sepulang kantor, setelah mandi, jangan langsung mendekam di kamar, tapi ajaklah orang tua ngobrol agar mereka tak merasa dianggap dibutuhkan untuk keperluan cucunya saja. “Atau, jika orang tua sakit, temanilah ke dokter, mereka pasti bahagia. Buat jadwal dengan saudara lain. Kalau memungkinkan ke dokter saat weekend, kenapa tidak. Tunjukkan niat baik Anda,” imbuh Nessi.  

 Jika Anda dan keluarga memiliki dana cukup, coba tiru apa yang dilakukan oleh sebuah developer di Jepang dalam mengakomodasi masalah tinggal dengan orang tua ini. “Mereka merancang rumah orang tua dan anaknya dalam satu area bangunan, yang tetap mementingkan privasi masing-masing. Karena mereka tahu, tinggal berdekatan secara fisik, secara psiko-sosial akan lebih nyaman, terjamin, dan berkualitas relasi sosialnya,” jelas Ida Ruwaida Noor, Ketua Pusat Kajian Sosiologi FISIP UI. (f)


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?