Trending Topic
Seri Kisah Muslim Dunia: Yunani, Pengajian di Kedai Kopi

6 Jul 2016



Foto: Dok. my-favourite-planet.de, greektravel.com, beautifulmosque.com
 
Di Indonesia, Malaysia, Pakistan, atau negara-negara Timur Tengah, Islam memang merupakan agama mayoritas. Tak heran bila penganutnya bisa menjalankan ibadah dengan tenang dan merayakan hari-hari besarnya dengan gegap gempita.
            Tapi, bagaimana dengan umat muslim yang terpaksa tinggal di negara-negara yang tak akrab dengan peradaban Islam? Bagaimana pula suka duka mereka sebagai kelompok minoritas? Ikuti kisah-kisah kaum muslim yang tinggal di Jepang, India, Yunani, dan Brasil.

YUNANI
Yunani identik dengan negeri dewa-dewi Olympus: Zeus, Venus, Mars, dan sebagainya. Atau, dongeng-dongeng tentang manusia setengah dewa, seperti Spartacus atau Achilles. Setelah kelahiran Nabi Isa hingga saat ini mayoritas penduduk Yunani (95%) memeluk Gereja Yunani Ortodoks (pecahan dari Gereja Katolik Roma).

Namun, bukan berarti negara di tanjung Mediterania ini asing dengan Islam. Terutama karena letaknya yang bertetangga langsung dengan Turki, yang mayoritas penduduknya menganut Islam. Selain itu, Yunani juga hanya dibatasi Laut Tengah dengan negara-negara Arab di Afrika Utara.

Sebenarnya, Islam sudah masuk ke Yunani sejak zaman Kekaisaran Byzantium (Romawi Timur), dibawa oleh para pedagang Arab. Makin berkembang saat Yunani diduduki oleh Turki pada zaman Dinasti Usmaniah (Ottoman) pada abad ke-14. Bahkan, konon, pada 1354 sudah dibangun masjid pertama di Yunani. Dan, mungkin tak banyak yang percaya bahwa Kuil Parthenon di Athena --ibu kota Yunani-- yang terkenal itu dulunya adalah sebuah masjid.

Namun, orang Yunani umumnya menyanggah hal itu. Apalagi, sebagai pusat Gereja Ortodoks, kehadiran masjid sepertinya ‘terlarang’ di Athena, seperti halnya di Mekah atau Madinah, yang tak mengizinkan dibangunnya gereja. Bahkan, hingga saat ini, Athena menjadi satu-satunya ibu kota di Eropa yang tak punya masjid, meski ada sekitar 300 masjid di kota-kota lain di Yunani.

Terlebih, sejak ditandatanganinya Perjanjian Lausanne (1923), pasca Perang Dunia I. Perjanjian itu mengatur tentang ‘pertukaran’ kaum muslim Yunani (yang umumnya berasal dari Macedonia –kini  Serbia) dengan penganut Gereja Ortodoks yang hidup di luar Yunani. Akibatnya, umat muslim di Yunani terus menyurut, dan kini jumlahnya hanya sekitar 108.000 saja, yang sebagian besar merupakan imigran dari Turki dan Serbia.

Meski tak ada larangan untuk beribadah, kaum muslim di Athena terpaksa melakukan ibadah atau kegiatan berjamaah (salat Jumat, salat Ied, pengajian, berbuka puasa, dan sebagainya) di rumah (salah seorang umat), di basement-basement apartemen yang mayoritas dihuni komunitas muslim, atau bahkan di sejumlah kedai kopi.
Kondisi ini tak urung menjadi bulan-bulanan kritik para pejuang hak asasi manusia. Terutama menjelang diselenggarakannya Olimpiade 2004 di Athena. Apalagi, Yunani juga merupakan salah satu anggota Uni Eropa yang menganut asas demokrasi dan hak asasi manusia, termasuk kebebasan beragama.

Mungkin karena itu, sejak 2006, pemerintah Yunani mulai menggulirkan rencana untuk membangun sebuah masjid di Athena. Tak tanggung-tanggung, kabarnya akan digelontorkan dana sejumlah 15 juta Euro untuk pembangunan yang direncanakan akan berlangsung selama 3 tahun itu. Tentu saja rencana ini disambut gembira oleh kaum muslim di Athena.

 Kendati begitu, hanya sedikit wanita muslim di Yunani yang mengenakan jilbab. Mungkin hal ini ada hubungannya dengan kebijakan sekuler yang diberlakukan di negara tetangganya, Turki. Meski mayoritas penduduknya beragama Islam, Turki memang memberlakukan pembatasan pemakaian jilbab bagi kaum wanitanya. Antara lain, dengan melarang pemakaian jilbab di sekolah-sekolah dan tempat kerja. (f)

Tina Savitri, Ficky Yusrini


Topic

#puasadanlebaran

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?