Trending Topic
Stop Basa Basi Seksis

4 Feb 2016

 
Konon, basa-basi jadi salah satu cara menunjukkan keramah-tamahan. Sayangnya, begitu ramahnya, terkadang orang mencari bahan basa-basi yang sebenarnya ‘tak boleh’ dibicarakan. Misalnya, warna kulit, berat dan tinggi badan, hingga masalah jodoh atau masalah pribadi lainnya. Bisa-bisa mereka tersinggung. Bukannya berhubungan baik, malah akan menciptakan musuh.  
 
Beberapa tahun lalu, saat Moriska (18) masih duduk di bangku sekolah dasar, ia merasa minder dengan warna kulitnya. Kulit Moriska yang gelap sering kali jadi bahan olokan teman-teman sekolahnya. “Waktu SMP, saya bahkan dipanggil ‘Blacky’ karena kulit saya paling gelap di antara teman-teman lain. Sedih banget kalau ingat itu,” kenang finalis Wajah Femina 2015 ini. 
 
Sama halnya dengan yang dialami Arinsza (23). Memiliki tubuh extra large, membuatnya kerap dijadikan bahan guyonan atau basa-basi di lingkungan sekolahnya.  Bahkan, beratnya pernah mencapai angka 98 kilogram, hingga membuat Arinsza mendapat panggilan khusus: Arindut. “Keseringan dikatain gendut, saya jadi enggak percaya diri. Ada masa di mana saya dulu takut bercermin,” ujar wanita yang kini aktif sebagai beauty blogger ini. 
 
Basa-basi memang sudah menjadi bagian dari kebiasaan di masyarakat, sekalipun harus menyentuh wilayah personal seseorang. Ungkapan seperti, “Kamu gendutan, deh!”, “Kok, sekarang jadi iteman, sih?” atau “Kapan nikah, nih. Udah 30, ‘kan?” kerap jadi bahan obrolan. Padahal, ungkapan, pertanyaan, dan komentar soal fisik yang mempermalukan (life and body shaming) seperti itu bisa menyinggung perasaan orang lain. “Meski banyak yang melakukannya, basa-basi menanyakan urusan pribadi seseorang tentu bukan hal yang tepat,” ungkap Bagus Takwin, dosen, penulis, dan peneliti dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI), Jakarta.
 
Menurut Bagus, basa-basi adalah cara seseorang menunjukkan kepedulian ataupun beramah-tamah kepada orang lain. Penting bagi beberapa orang berbasa-basi untuk menjaga nilai sosial yang umum terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sayangnya, menurut Bagus, tingkah laku sesuai nilai sosial yang umum tersebut tidak disertai kepekaan dan tenggang rasa atau empati. Sebaliknya, nilai sosial berupa basa-basi yang menyentuh area pribadi orang lain malah bisa merusak hubungan sosial. 
 
Komentar buruk mengenai warna kulit yang gelap sempat menjadikan Moriska tumbuh sebagai pribadi yang rendah diri. Ejekan yang ia terima sejak kecil hingga SMA membuatnya mengalami masalah dalam pergaulan. “Di saat teman-teman lain bergerak aktif mengikuti beragam kegiatan, saya malah lebih suka menyendiri dan menangis karena merasa tidak nyaman dengan warna kulit saya yang gelap,” ujarnya.
 
Begitu pula dengan Arinsza yang sampai kini mengaku masih merasa minder dengan ukuran tubuhnya, sekalipu ia telah berhasil menurunkan berat badan sebanyak 27 kg dalam setahun. “Makanya, saya paling malas, deh, datang ke acara reunian bersama teman-teman lama, karena mereka pasti menyinggung masalah berat badan saya,” jelas Arinsza. 
 
Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan budaya basa-basi. Beberapa orang melakukannya untuk mencairkan suasana. Namun, “Lakukanlah tanpa menyinggung soal fisik, status, warna kulit, usia, itu urusan pribadi seseorang. Cari bahan obrolan yang umum seperti menanyakan kabar atau pekerjaan. Bicara hal pribadi tak jadi masalah bila lawan bicara adalah teman dekat, bukan orang yang baru dikenal,” tegas Bagus. 
 
Mutia Surya (24) bercerita, “Sebenarnya ada masa-masa ketika saya merasa risi  ketika orang lain mulai melakukan body shaming kepada saya. Saya pun sempat memberontak di hadapan mereka, dan menanyakan apa yang salah dari tubuh saya yang pendek ini.” Namun, bukannya membuat mereka sadar bahwa Mutia kurang suka, mereka justru kembali menertawakan Mutia. (f)
 
 
 


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?