Trending Topic
Radikalisme Masuk Ke Sekolah

30 Mar 2016


Belum lama ini media massa marak oleh berita ditemukannya buku materi pengayaan yang mengandung unsur-unsur radikalisme, bahkan terorisme, di sekolah-sekolah Islam swasta tingkat PAUD (pendidikan anak usia dini) di beberapa daerah di Pulau Jawa. Salah satunya adalah buku yang berjudul Anak Islam Suka Membaca, yang memuat kata-kata seperti bom, bantai, dan jihad.
           
Menurut M. Abdullah Darraz, Direktur Program Maarif Institute, berdasarkan riset yang mereka lakukan sejak tahun 2011, penetrasi gerakan radikal melalui institusi pendidikan  makin besar. Masalahnya ada pada faktor internal, yaitu oknum guru dan/atau kepala sekolah yang menyuburkan ajaran radikal tersebut. Sedangkan faktor eksternal yaitu pihak luar sekolah yang masuk melalui lembaga bimbingan belajar atau kegiatan ekstrakurikuler.

Kenyataannya, radikalisme di lingkungan akademis beberapa tahun belakangan memang cukup menguat, terutama karena sekolah dan universitas adalah lahan kaderisasi. Banyak alumni  kampus favorit yang  kembali ke sekolahnya untuk merekrut anggota baru. Banyak siswa-siswi yang terpengaruh karena euforia jargon, istilah, atau simbol luar dunia yang fantastis, yang sebetulnya mereka tidak paham betul, atau malah tidak ada isinya.

Tapi, gerakan radikalisme di sekolah atau kampus justru sering kali tidak dilakukan secara terbuka. Mereka tidak terang-terangan ceramah, tetapi juga membantu adik-adik kelasnya belajar dengan memberi bimbingan belajar. Caranya memang bukan lagi dengan mencuci otak, tapi dengan mengambil hati.
           
Selain oknum sekolah yang memang sengaja menyuburkan nilai-nilai radikal dan antinasionalisme, yang menjadi kekhawatiran juga adalah kepekaan dan pengetahuan SDM sekolah-sekolah di daerah yang tidak mumpuni. Ketika menerima ajaran atau paham radikal dengan kedok Islam, masih banyak dari mereka yang menerimanya dengan mentah-mentah, bahkan menganggapnya konsep mulia.

"Mau tidak mau, kita harus memperkuat kapasitas guru dan dewan sekolah. Dewan sekolah banyak yang permisif karena kelompok yang berkedok agama ini dianggap lebih aman dibanding kelompok motor, misalnya. Akhirnya, di sekolah yang seharusnya netral, justru terjadi penguatan simbolisasi keagamaan," ujar Abdullah, yang  menekankan, pentingnya menumbuhkan toleransi di sekolah. 

Sebagai orang tua, ada beberapa hal atau topik yang bisa dijadikan rambu-rambu, untuk mewaspadai masuknya nilai-nilai radikalisme di sekolah. Yang pertama, konsep antara agama Islam dan kafir yang dipandang hitam putih atau benar salah. Yang kedua, hubungan atau relasi orang muslim dengan non-muslim cenderung toleran terhadap perbedaan atau tidak. Yang ketiga, kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti apakah masih dalam pengawasan sekolah dan melibatkan pihak luar sekolah atau tidak. (f)
 


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?