Trending Topic
Nostalgia Film Jadoel

30 Aug 2016

Perjalanan perkembangan perfilman Indonesia bisa dilihat dari sinema-sinema lawas yang kembali dihadirkan dalam kemasan modern. Selain bisa dijadikan sebagai arsip budaya, film-film reborn ini melempar kita ke kenangan masa lalu yang bisa menjadi obat penawar rindu pada sosok idola dan scene kehidupan di masa itu.
 
Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1
(2016, Falcon Pictures)
Tahun ‘70-90’-an, film-film komedi Warkop DKI, atau biasa disebut dengan Warkop saja, merajai layar lebar dan diputar berulang-ulang di televisi. Hampir  tiap tahun, grup lawak yang dimotori oleh  almarhum Wahyu Sardono (Dono), almarhum  Kasino Hadiwibowo (Kasino), dan Indrojoyo Kusumonegoro (Indro) ini mengeluarkan dua film dan selalu menjadi box office.

Berdasarkan pertimbangan ini, maka sutradara Anggy Umbara tertarik untuk menghadirkan kembali trio legendaris tersebut. “Kekuatan mereka, selain kekonyolannya mengocok perut, juga bisa menyentil persoalan politik, sosial, hingga ekonomi ke dalam bahasa komedi yang ringan,” kata Anggy.

Meski dua personelnya, Dono dan Kasino, sudah lama meninggal dunia,  musik pengantar, gaya lawakan, hingga jargon khas mereka yang menjadi ‘nyawa’ Warkop tetap dikenang oleh penggemarnya. “Warkop tak tergantikan. Jadi, tantangan besar buat saya bisa menghidupkan kembali karakter mereka lewat pemeran yang menggantikan mereka. Inilah kesulitan membuat film reborn,” ujar Anggy.
Lewat proses seleksi yang ketat dan panjang, Anggy pun memilih Abimana Aryasatya menjadi Dono, Vino G. Bastian memerankan Kasino, dan Tora Sudiro sebagai Indro. “Masalah kemiripan fisik tidak menjadi prioritas saya dalam memilih pemeran, karena itu bisa dibantu make up. Yang saya utamakan kemampuan aktor menghidupkan karakter orang yang bersangkutan dan rasa suka mereka pada Warkop, karena itu bisa menciptakan chemistry yang kuat,” jelas Anggy, yang butuh waktu hingga setahun untuk mendapatkan pemeran yang cocok. Untuk bisa menghadirkan sosok Dono, Abimana rela mengenakan gigi palsu agar terlihat tonggos.

Intuisi Anggy ternyata tak meleset. “Akting mereka melebihi ekspektasi saya. Bahkan, Indro sampai merinding dan menangis di hari kedua syuting saat melihat adegan dan akting mereka. Beberapa kejadian di lokasi syuting sama persis dengan saat syuting Warkop zaman dulu. Misalnya, Vino yang selalu sial seperti Kasino dan juga gaya bicara sumpah serapahnya hingga sifat-sifat para anggota Warkop itu ‘keluar’ dalam sosok Abimana, Tora, dan Vino. Jadi, melihatnya seperti de ja vu,” kisah Anggy.  

Di dalam film ini, Indro juga terlibat sebagai executive producer, me-review skenario, membantu coaching akting pemeran, dan berperan sebagai alter Indro yang dikisahkan sebagai penyandang skizofrenia dalam film.

Film bertajuk Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1 yang rilis 8 September mengisahkan cerita yang baru dengan mengangkat isu modern. “Jadi, hanya karakter dan jargon-jargonnya yang dipakai. Ceritanya, sih, berbeda, dengan menyusupkan penggalan-penggalan scene dari film-film Warkop lawas,” cetus Anggy, yang rencananya merilis sekuelnya pertengahan 2017 nanti.  
 
Ini Kisah Tiga Dara
(2016, SA Films)
Film drama musikal Ini Kisah Tiga Dara arahan sutradara Nia Dinata merupakan film yang terinspirasi dari film klasik Tiga Dara (1956). Film drama musikal yang dibintangi oleh Shanty Paredes, Tara Basro, Tatyana Akman, Reubeun Elishama, Richard Kylie, Rio Dewanto, Ray Sahetapy, serta Titiek Puspa ini diharapkan mampu menghadirkan nostalgia bagi penikmat film fenomenal Tiga Dara pada tahun ’50-an.

“Saya sangat familiar dengan film Tiga Dara. Saat kecil dulu, film ini sering diputar ulang di televisi dan lagu-lagu klasik gubahan Sjaiful Bachri dalam film tersebut sangat legend. Makanya, saat tahu film ini akan direstorasi, rasanya seperti mimpi. Ini idola saya dari kecil! Akhirnya, saya juga jadi ingin membuatnya, tapi  tentunya dalam kemasan modern,” ungkap Nia yang merilis Ini Kisah Tiga Dara pada 1 September di layar lebar.
Film Ini Kisah Tiga Dara bercerita tentang tiga anak gadis yang diboyong ayahnya pindah ke Flores, Nusa Tenggara Timur. Gendis (Shanty), Ella (Tara), dan Bebe (Tatyana) bersama-sama menjalankan usaha hotel milik keluarga di Maumere. Hingga suatu hari oma mereka (Titiek Puspa) datang berkunjung dan cemas melihat ketiga cucunya ini belum memiliki kekasih. Konflik sulitnya mencari pasangan hidup bagi para gadis seperti dalam film Tiga Dara dihadirkan kembali dalam film ini.   

“Ini merupakan film musikal saya yang pertama. Meski saya seorang penyanyi, ternyata tak mudah bermain dalam drama musikal karena butuh teknik yang berbeda dari menyanyi di panggung atau rekaman,” aku Shanty. Penyesuaian ekspresi wajah saat menyanyikan aransemen ulang lagu-lagu Tiga Dara, misalnya. Tapi Shanty bahagia, karena ia telah menunggu selama 15 tahun untuk bisa bermain di film musikal.  Sementara Tara dan Tatyana yang bukan penyanyi, mengaku sangat tertantang untuk belajar menyanyi di bawah bimbingan pelatih vokal Indra Aziz.

Film lawas Tiga Dara sendiri berhasil direstorasi ke dalam format digital 4K setelah melalui proses restorasi fisik yang memakan waktu total 8 bulan di laboratorium L’immagine Ritrovata di Bologna, Italia, dan dilanjutkan proses restorasi digital oleh PT  Render Digital Indonesia selama 6 bulan di Indonesia.

“Sangat sulit memperbaiki seluloid film yang sudah berusia 60 tahun ini. Tiap frame terdapat kerusakan, mulai dari berjamur, tertempel debu dan bekas lem, tertekuk, hingga tergores dan robek,” terang digital artist Taufiq Marhaban dari SA Films.  

Film ini menjadi film Indonesia pertama yang berhasil direstorasi di Indonesia dan pertama disiarkan secara publik dalam format digital 4K di Asia. “Dari sekian banyak film yang ada, film Tiga Dara terpilih untuk direstorasi karena ceritanya lengkap ada unsur dramanya, komedi, serta tari-tarian dan musik,” kata produser eksekutif Yoki P. Soufyan dari SA Films.  Setelah direstorasi memang tampilan gambar dan suara terlihat lebih tajam, bersih, dengan detail yang lebih lengkap.  

Karya maestro perfilman Usmar Ismail yang memenangkan piala Citra untuk kategori Tata Musik Terbaik pada Festival Film Indonesia tahun 1960 ini memang bisa dibilang sangat spektakuler di zamannya. Dengan keterbatasan teknologi, ia  mampu menampilkan sebuah film dengan pengambilan gambar dan alur yang baik, musik yang bagus, dialog-dialog yang cerdas,  juga kualitas akting para pemainnya Chitra Dewi (Nunung), Mieke Wijaya (Nana), Indriati Iskak (Neni), Hassan Sanusi (Sukandar), dan Fifi Young (nenek) yang pantas diberi dua jempol.

Menonton film Tiga Dara yang diputar di bioskop sejak 11 Agustus membuat kita bisa melihat potret Kota Jakarta tahun ’50-an dan tren sosial budaya seperti gaya berkencan, berbicara, maupun gaya fashion dan tata rambut yang memengaruhi masyarakat di zaman itu. (f)


Topic

#filmdrama

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?