Trending Topic
Mengumbar Nama Orang Penting, Benarkah Ini Budaya Kita?

23 May 2016


Foto: Fotosearch

Nama Sonya Depari beberapa waktu lalu menjadi trending topic. Siswi SMA ini terekam video sedang mencak-mencak kepada seorang polisi yang memberhentikannya di jalan. Tidak hanya itu, Sonya juga mengancam akan melaporkan polisi tersebut kepada ‘ayahnya’, yang merupakan salah satu pejabat Badan Narkotika Nasional.

Melihat kecaman yang dilayangkan pada Sonya di media sosial, bisa menjadi semacam pengingat bagi kita semua. Bahwa sebetulnya kasus ini hanyalah ujung dari gunung es. Benarkah hal ini adalah salah satu ‘budaya’ negatif masyarakat Indonesia?
 
Sudah bukan lagi rahasia umum kalau apa yang  dilakukan Sonya sudah ‘biasa’ terjadi di Indonesia. Mengaku sebagai anak, cucu, keponakan, menantu, kerabat, teman, kenalan seseorang yang memiliki jabatan penting, biasanya dilakukan untuk meloloskan diri dari berbagai kesulitan. Mulai dari yang terkesan innocent, seperti mempercepat birokrasi berbelit-belit; sampai yang  melanggar hukum atau lari dari konsekuensi, seperti menghindari membayar denda atau masuk penjara.
         
Sementara dalam kamus urban, terdapat istilah yang menggambarkan situasi yang mirip.  Meskipun penggunaannya biasanya tidak seekstrem yang dilakukan Sonya. Name dropping, menurut Urban Dictionary, adalah tindakan yang menyebutkan nama atau institusi penting dalam sebuah pembicaraan  secara kasual, yang bertujuan untuk menaikkan pamor/derajat, atau supaya terlihat seperti orang penting.

Kenyataannya, apa yang dilakukan Sonya memang hanya satu dari sekian banyak kejadian yang terjadi di lapangan. Seperti yang dituturkan oleh Briptu Nurmala H. Suwandi, polantas dari Kepolisian Daerah Jawa Barat yang sebelumnya pernah bertugas di Jakarta. Sehari-harinya, Briptu Nurmala yang berpatroli di kawasan jalur TransJakarta harus menghadapi banyak pelanggar aturan lalu lintas. Tidak  sedikit di antaranya yang mengaku-aku sebagai kerabat orang penting, mulai dari jenderal hingga anggota DPR.

Berdasarkan pengalaman Briptu Nurmala, kebanyakan pelanggar lalu lintas adalah anak sekolah yang belum memiliki SIM. Biasanya, ia akan menghukum mereka dengan hukuman fisik, seperti lari di tempat atau push-up. Tak jarang ia menemui anak-anak yang mengaku mengenal atau bersaudara dengan pejabat penting. Menghadapi hal ini, Briptu Nurmala memiliki protokol yang selalu ia patuhi. Biasanya saya langsung minta yang bersangkutan untuk menelepon kenalan atau kerabatnya itu.

“Kalau memang benar, saya akan minta dengan detail nama dan jabatan pejabat tersebut di telepon, lalu menjelaskan kepadanya pelanggaran apa yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Kalau memang jelas yang bersangkutan melanggar hukum, pejabat yang ditelepon biasanya akan meminta saya untuk menindak atau mengirimkannya ke sidang,” tutur Briptu Nurmala, yang dalam tugasnya belum pernah meloloskan orang dari konsekuensi hukum, hanya karena hubungannya dengan pejabat penting.

Kejadian mengumbar nama ini tidak hanya terjadi di jalan raya, tapi juga di berbagai instansi. Seperti yang dialami Dhea Murpratiwi (26), seorang customer service bank yang sehari-harinya bertemu dengan nasabah. Beberapa waktu lalu, ia menghadapi seorang nasabah yang mengaku saudara dari seorang anggota DPR yang juga seorang selebritas. Waktu itu, sang nasabah ingin mempercepat proses birokrasi dari pengurusan surat referensi bank. Meski sudah diberitahu bahwa pembuatan surat harus melalui prosedur tertentu, sang nasabah tetap saja ngotot.

“Mengurus surat bank tidak bisa dilakukan sembarangan dan membutuhkan waktu, karena harus ada cross-check untuk memastikan nantinya surat tersebut tidak akan merugikan bank kami. Tapi omongan saya tidak digubris,” kenang Dhea, yang waktu itu bersikukuh melakukan pekerjaannya sesuai prosedur.
Ia menambahkan, justru pihak-pihak yang menggunakan nama pejabat penting itu yang biasanya justru dicurigai oleh banknya. “Jangan-jangan mereka justru ingin menyalahgunakan surat atau informasi dari kami untuk yang tidak-tidak,” kata Dhea, yang mengaku ketika berurusan dengan beberapa pejabat betulan, justru biasanya mendapatkan perlakuan yang lebih terhormat. (f)
 


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?