Trending Topic
Memoles dan Melestarikan Pesona Kain Besurek

18 Jan 2017


Foto: Reynette Fausto


Sentuhan islami berupa motif kaligrafi Arab menjadikan kain besurek dianggap sakral. Tak mengherankan, penggunaan kain ini dulu hanya terbatas pada acara adat. Sempat surut popularitasnya, kini kain besurek dikembangkan dalam wajah modern agar eksistensinya tetap terjaga. Atas undangan Pemerintah Provinsi Bengkulu, femina mengeksplorasi keindahan kain besurek.    
 
Mengalami Transformasi
Menyebut kata batik, yang terlintas di kepala umumnya batik-batik yang berasal dari tanah Jawa, seperti batik Solo, batik Yogya, batik Cirebon, atau batik Pekalongan. Batik memang berasal dari Jawa. Dalam sejarahnya, batik eksklusif dibuat hanya untuk dikenakan oleh anggota keluarga keraton. Namun, dalam perkembangannya batik perlahan mulai dikenakan oleh masyarakat umum, bahkan menyebar hingga ke luar Pulau Jawa.

Batik kini tak lagi milik orang Jawa, meski sentra produksi dan perajin terbesarnya masih berasal dari Pulau Jawa. Di beberapa daerah lain sudah ditemukan batik-batik dengan memasukkan unsur-unsur budaya atau kekhasan setempat. Batik di Kalimantan Barat misalnya, menggunakan motif-motif khas Kalimantan, seperti motif mandau yang merupakan senjata tradisional suku Dayak.

Kain batik juga tak sekadar kain yang dilukis tanpa makna, tapi berfungsi sebagai kanvas yang bercerita lewat motif yang ditorehkan. Motif parang dalam batik Yogya atau Solo mengandung makna atau sebagai simbol bahwa pemakainya berasal dari keturunan raja. Sementara Batik Jakarta memasukkan unsur budaya Betawi, seperti ondel-ondel, kerak telor, atau burung hong yang dipercaya sebagai perlambang keberuntungan. Pengaruh asing pun turut mewarnai keelokan corak batik Indonesia. Misalnya saja bunga cherry dari Jepang, burung phoenix dari Cina, dan kaligrafi Arab.

Batik sudah menjadi identitas bangsa Indonesia, sebagai ekspresi budaya yang sarat akan makna simbolis dan nilai estetika yang tinggi. Batik adalah karya seni yang tak hanya diapresiasi oleh bangsa Indonesia, tetapi juga telah diakui dunia sebagai warisan budaya Indonesia.

Karena dinilai kaya dengan simbol-simbol dan filosofi kehidupan rakyat Indonesia, maka UNESCO menetapkan batik sebagai Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity pada 2 Oktober 2009. Tanggal tersebut kemudian akhirnya ditetapkan pemerintah Indonesia sebagai Hari Batik Nasional.

Batik yang fungsinya mungkin sedikit ‘berbeda’ berasal dari Bengkulu. Jika di daerah lain umumnya batik digunakan sebagai busana sehari-hari, di Bengkulu batik, atau biasa disebut dengan kain besurek, dulu lebih digunakan untuk upacara adat.

Misalnya sebagai penutup kepala oleh pendamping pengantin laki-laki saat akad nikah dan acara-acara adat, serta oleh pemuka adat dalam acara Mufakat Rajo Penghulu (rapat panitia persiapan upacara pernikahan); menjadi selendang bagi pengantin wanitanya saat upacara mengikir gigi, mandi, dan ziarah kubur sebelum akad nikah, atau dikenakan untuk wanita paruh baya ketika melayat ke rumah duka. Juga digunakan sebagai isi sampiran pada kamar pengantin tradisional Bengkulu, dan juga dikenakan pada upacara kelahiran (cukur rambut anak), hingga penutup jenazah dan keranda. Adapun warna dasar yang mendominasi seperti merah, biru, coklat, dan kuning.

Dulu, kain besurek mengaplikasikan bentuk-bentuk kaligrafi yang diambil dari ayat-ayat Quran, bacaan syahadat dan nama-nama Allah (Asmaul Husna) yang ditulis menyerupai bentuk flora dan fauna. Besurek sendiri artinya ‘bersurat’ atau ‘beraksara’, dalam bahasa Melayu dialek Bengkulu. Pengaruh agama Islam sangat kental pada kain besurek Bengkulu. Motif besurek pun diyakini muncul sejak Islam masuk ke Bengkulu pada abad ke-16. “Mungkin, karena alasan itulah dulu orang tidak berani mengenakannya secara sembarangan, kecuali pada upacara-upacara adat,” ujar Lili Ridwan Mukti, istri Gubernur Bengkulu.

Seni pembuatan kain besurek sempat mengalami kevakuman selama bertahun-tahun lamanya. Hingga baru pada tahun ’80-an dilahirkan kembali di tengah masyarakat Bengkulu dengan modifikasi motif.

“Motif-motif kreasi baru kain besurek ini lebih banyak tampil menggunakan motif serupa aksara Arab yang tidak mengandung arti tertentu atau tidak berupa kata atau kalimat yang berasal dari ayat-ayat Quran, serta dipadu dengan kearifan lokal, misalnya dengan penambahan flora fauna ikonis Bengkulu seperti gambar bunga raflesia arnoldi, burung kuau, atau gurita, serta relung paku, motif rembulan, dan aksara kaganga,” jelas Lili.  

Karena transformasi inilah, kain besurek akhirnya mulai dikembangkan fungsinya sebagai busana sehari-hari. Sebagai upaya pelestariannya, sejak tahun ’90-an pemerintah Provinsi Bengkulu telah mewajibkan pemakaian kain besurek bagi pegawai negeri sipil di wilayah Provinsi Bengkulu, juga seragam untuk pelajar sekolah tingkat dasar hingga menengah atas.  Tahun 2015, pemerintah menetapkan kain besurek sebagai salah satu warisan budaya Indonesia dari provinsi Bengkulu.
 
Modernisasi Besurek
Meneruskan spirit mengembangkan kain besurek sebagai upaya pelestarian warisan kekayaan budaya nasional, Lili berinisiatif untuk membuat wadah pengembangan kain besurek ini di bawah bendera Kain Bencoolen Nusantara, pada 2 Oktober 2016.

“Wadah ini diharapkan bisa menampung kreasi para desainer dan perajin batik dengan dukungan pemerintah Provinsi Bengkulu sebagai sentra pengembangan dan pemasaran kain besurek,” cetusnya. Program-program seperti pelatihan membuat batik dan kreasi motif-motif baru yang kekinian akan dikembangkan oleh Kain Bencoolen Nusantara tanpa keluar dari pakem-pakem aslinya.

Sebagai langkah awal, Lili menggandeng beberapa perupa batik dan desainer terkemuka untuk merevitalisasi kain besurek. Mereka adalah Musa Widyatmodjo (desainer), Dudung Alie Syahbana (desainer batik), Nur Cahyo (produsen batik Pekalongan), Tatik Sri Harta (produsen batik Solo), dan Zaenal Songket (desainer songket Palembang). Dengan kolaborasi yang beragam ini diharapkan produk kain besurek yang dihasilkan juga makin kaya variasi dan tampil lebih modern.

“Yang perlu diingat, jika ingin sukses membuat kain besurek disukai  pasar nasional, bahkan hingga internasional, kita harus bisa mengolah motif besurek yang disesuaikan dengan selera dan lifestyle mereka, tanpa meninggalkan ciri  khas motif Bengkulu,” ujar Musa.

Salah satu rencana modifikasi yang akan diterapkan oleh Nur Cahyo misalnya membuat motif terlihat lebih simpel dan dalam balutan warna-warna klasik atau hangat, tidak full colour lagi. Atau malah memberikan sentuhan gonjreng sekalian.

Zaenal menggunakan motif yang biasa ditemui di kain besurek pada kain songketnya. “Ini menjadi songket pertama dengan motif bunga raflesia atau kaligrafi yang saya rancang untuk Kain Bencoolen Nusantara,” tuturnya. Salah satu rancangan kain songketnya yang bermotifkan gabungan raflesia dan kaligrafi dalam benang emas terjual seharga Rp15 juta di Bengkulu Expo 2016, Bengkulu, 16-18 November 2016 lalu.  

“Kain-kain besurek yang dihasilkan saat ini memang kelasnya premium, motifnya dirancang oleh desainer terkemuka dan produsen batik ternama. Hal ini dimaksudkan agar bisa ‘mencuri’ perhatian dengan keindahannya yang unik. Kami berharap hal ini bisa merangsang produsen atau perajin batik lainnya untuk meneruskan memproduksi kain besurek dari berbagai  kelas sosial sehingga bisa masuk ke banyak kalangan,” jelas Lili.

Sayangnya, saat ini perajin batik sangat sulit didapat di Bengkulu. Jadi, tidak heran jika yang banyak dipakai oleh masyarakat Bengkulu adalah ‘batik’ print yang jelas-jelas bukan kain batik.

“Kain baru bisa disebut batik jika proses pembuatannya dengan cara menuliskan atau menorehkan cairan malam atau lilin di atas kain menggunakan canting atau cap,” terang Cahyo, meluruskan salah kaprah tentang sebutan batik di tengah masyarakat. Dari arti kata batik yang diambil dari bahasa Jawa ‘ambatik’, artinya menuliskan titik, jadi membatik adalah menuliskan atau melukiskan titik-titik yang membentuk sebuah gambar.  

“Salah satu solusi yang diambil adalah dengan mendatangkan perajin-perajin batik dari Jawa untuk menghasilkan kain besurek, sekaligus transformasi skill membatik pada masyarakat di Bengkulu nantinya,” pungkas Lili.(f)
 


Topic

#kainbesurek

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?