Trending Topic
Magnet Cerita Sedih di Layar Kaca, Makin Sedih, Makin Dicari

27 Nov 2017


Foto: 123RF
 
Masih ingatkah Anda pada iklan sebuah department store menjelang Lebaran tahun ini yang viral karena kisahnya yang menyentuh hati? Iklan Ramayana berjudul Bahagianya adalah Bahagiaku, berdurasi tiga menit yang menyentuh nurani ini pun viral di media sosial dalam hitungan hari dengan jutaan penonton.

Tidak hanya iklan, cerita-cerita, film, serta tayangan yang menguras air mata memang disukai banyak orang. Ceritanya yang dekat dengan kehidupan menjadi refleksi seseorang untuk melihat dunia dengan kacamata yang berbeda.

Seorang wanita dengan seragam kantoran tampak duduk di bangku panjang di stasiun kereta. Matanya menatap ke arah ponsel dalam genggamannya dengan raut wajah serius. Sejurus kemudian, ia tampak menyeka air mata yang mulai menetes di pipi. “Iklan asuransi ini mengharukan,” katanya, kepada temannya yang penasaran mengapa ia  menangis.

Iklan asuransi yang ia maksud adalah iklan asuransi asal Hong Kong yang bercerita tentang hubungan antara ayah dengan anak. Demi membahagiakan anaknya, sang ayah harus berbohong bahwa ia bekerja dan memiliki uang, padahal ia sebenarnya harus berusaha sangat keras untuk mendapatkan uangnya.

Kisah ini menggugah nurani karena berhasil membangun emosi akan kondisi yang bertolak belakang ketika seseorang membangun kebahagiaan, tapi dengan cara yang jauh dari bahagia. Iklan yang tayang sejak 2015 ini kini sudah ditonton oleh jutaan orang. Di Indonesia, iklan ini pun sempat viral di media sosial.

Bicara soal iklan komersial yang dibuat khusus untuk menggerus perasaan hingga mengurai air mata rasanya tak bisa lepas dari iklan-iklan yang dibuat di Thailand. Negeri yang terkenal sebagai ‘negeri senyum’ ini justru berhasil ‘menghibur’ dunia dengan kisah-kisah yang sedih dan mengangkat realitas di masyarakat.

Penontonnya jangan ditanya, jumlahnya bisa jutaan orang untuk satu iklan komersial. Jika kita melihat ke belakang, sebenarnya tidak hanya iklan, suatu kejadian nyata atau tayangan televisi yang mengeksploitasi sisi kemanusiaan dan menguras air mata tak pernah hilang, selalu ada dari waktu ke waktu.

Baca juga:
Sentuh Emosi Konsumen dengan Cerita Menggugah dan Kiat Membangun Emosi dalam Storytelling
5 Cerita Mengharukan tentang Kesetiaan Anjing
Laila Nurazizah, Penulis Naskah yang ‘Dipilih’ oleh Cerita

Kini, media sosial seperti Facebook menjadi medium yang sempurna untuk membuatnya jadi populer. Sepertinya, selain senang dengan cerita-cerita sedih, orang pun rela membagikannya di laman Facebook hingga kemudian kisahnya menjadi viral.

Mungkin Anda pernah membaca cerita tentang seorang kakek tua renta yang berjualan tahu goreng dari pagi hingga malam hari di luar pintu pompa bensin yang viral dan mengajak siapa pun yang melihat untuk membeli tahu jualannya. Ada juga cerita tentang seorang anak yang berjualan es mambo setelah pulang sekolah hingga malam hari demi mendapatkan tambahan biaya untuk sekolah. Kisah-kisah ini seakan menggambarkan realitas yang ada di masyarakat.

Gaby Phoebe Rachel, wanita yang sehari-hari bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan swasta, mengaku penggemar tayangan yang sedih-sedih. Makin sedih dan tragis alurnya, cerita tersebut, menurut Gaby, makin bagus dan bisa ia tonton berulang kali. “Bisa dibilang, kesukaan saya pada tayangan sedih itu ekstrem. Tak ada satu hari yang terlewat tanpa menontonnya,” kata Gaby. Belakangan, selain film drama Korea, ia juga kepincut pada iklan-iklan sedih produksi Thailand.

Indah Handayani, jurnalis asal Jakarta, juga mengaku menggemari cerita-cerita sedih. Selain menikmati kisah-kisah fikti seperti film dan drama seri, ia juga sering melihat posting-an di Facebook tentang drama kehidupan yang menyedihkan. “Melihat banyak sekali orang yang kurang beruntung membuat saya mensyukuri kehidupan sendiri,” katanya, bijak.

Bagi Ica Lawendatu, sutradara sekaligus konseptor untuk iklan Ramayana berjudul Bahagianya adalah Bahagiaku, kunci sukses untuk sebuah iklan atau kisah yang mengharukan ada pada cerita yang natural dan tidak didramatisasi. Itu sebabnya, menurut pria yang karyanya didominasi oleh iklan-iklan kocak ini, membuat iklan dengan tema sedih dirasa cukup menantang.

Dari alur cerita, harus dibuat berbeda. Ceritanya harus dekat dengan masyarakat, tapi tidak boleh memiliki ending yang mudah dibaca. Plot twist yang ia terapkan dalam iklan itu pun terbukti berhasil membuat penonton menyukainya dan rela membagikan kisah tersebut di akun media sosial masing-masing. (f)

Faunda Liswijayanti


Topic

#storytelling, #iklan, #film, #psikologi

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?