Trending Topic
Lagi, TKI Dieksekusi Mati di Arab Saudi

27 Mar 2018

Dok. Pixabay

Pilu kembali menggayuti perjalanan buruh migran Indonesia di tanah asing. Seorang  buruh migran asal Bangkalan, Madura, Muhammad Zaini Misrin Arsyad harus menghadapi eksekusi hukuman mati Zaini Misrin Arsyad pada 18 Maret lalu.

Zaini dituduh membunuh majikannya di kota Mekkah tahun 2004 silam, namun pemerintah Indonesia baru diberitahu mengenai status hukum Zini usai pengadilan Arab Saudi menjatuhkan vonis hukuman mati (pancung) empat tahun berselang.

Namun, menurut Migrant Care, lembaga yang mengurusi persoalan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, kasus Zaini dianggap janggal karena berdasarkan pengakuan tersangka, ia terpaksa mengakui tuduhan pembunuhan karena mendapat tekanan dari otoritas Arab Saudi selama proses penyelidikan.

Lebih jauh, Zaini juga tidak mendapatkan penerjemah yang netral dan imparsial selama proses persidangan hingga dijatuhkan vonis hukuman mati. Hal ini menjadikan kasusnya pelanggaran HAM.

Kasus eksekusi mati buruh migran Indonesia ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Dalam kurun 10 tahun terakhir, setidaknya sudah 5 orang buruh migran Indonesia yang sudah dieksekusi mati di berbagai negara, di antaranya adalah Darman Agustiri (Mesir), Siti Zainab (Arab Saudi), Ruyati (Arab Saudi), Karni (),Yanti Iriyanti (Arab Saudi), dan Muhammad Zaini Misrin Arsyad (Arab Saudi).

Setelah Zaini dieksekusi, ada dua WNI lainnya di Arab Saudi yaitu Tuty Tursilawati dan Eti binti Toyib asal Jawa Barat yang menunggu eksekusi mati setelah pada 2010 divonis bersalah karena kasus yang sama.

Menyikapi persoalan ini, presiden Jokowi diketahui telah 3 kali menyampaikan surat permohonan pengampunan untuk Zaini dan seluruh TKI yang telah divonis mati kepada Raja Arab Saudi, Salman. Salah satunya disampaikan langsung ketika Raja Salman tengah bertandang ke Indonesia Maret 2017 lalu.

Baca juga:
Eksekusi Hukuman Mati Mengancam Korban Sindikat Narkoba
4 Terpidana Mati Kasus Narkoba Dieksekusi

Sedangkan Komnas Perempuan mengemukakan bahwa kasus-kasus hukuman mati, sangat berkait erat dengan kesigapan negara untuk cepat dan gigih melindungi. Sejumlah kasus terjadi karena keterlambatan rezim masa lalu, juga alasan yang dikemukakan negara, karena terlambat atau tidak adanya notifikasi otoritas lokal pada konsuler Indonesia, dimana negara baru tahu setelah ada putusan inkracht.

Hukuman mati, sudah seharusnya dihapuskan karena membawa dampak yang sangat luas. Hasil pemantauan Komnas Perempuan tentang hukuman mati dan dampaknya pada pekerja migran dan keluarganya, menunjukkan bahwa hukuman mati tidak hanya membunuh yang dipidana mati tapi juga seluruh keluarganya.

Antara lain rapuhnya daya bertahan keluarga akibat ketakutan masa menanti dan perasaan gagal melindungi, sehingga mudah mengundang kematian dan sakit anggota keluarga, gangguan kejiwaan, padam harapan hidup anak-anak mereka yang membuat anak-anak tersebut buta huruf, menjadi kuli, dan banyak lagi.

Bahkan ada yang berdampak pada keretakan rumah tangga, karena saling menyalahkan dan rasa bersalah, ada beberapa sejarah perempuan terpidana mati “dimatikan” sebelum kematian fisik, karena ketidaksanggupan keluarga menghadapi eksekusi, pemiskinan akut untuk proses penyelamatan baik untuk mobilitas atau untuk biaya perlindungan spiritual yang cenderung “lapar” biaya.

Yang pasti perempuan-perempuan terpidana mati tersebut mayoritas korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dan korban kondisi kerja domestik yang represif, sehingga dakwaan kriminal yang dilakukan juga tak lepas dari upaya menyelamatkan diri dari kekerasan seksual yang mengancamnya. (f)

Temukan ulasan tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak di topik KEKERASAN dan KEKERASAN SEKSUAL

 


Topic

#BuruhMigran, #hukumanmati

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?