Kerjasama pasar bebas Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) berimplikasi pada serbuan masuknya produk makanan asing dari seluruh negara ASEAN. Tiap negara punya standardisasi dan kemampuan uji keamanan pangan masing-masing. Tak terkecuali Indonesia.
“Mengantisipasi MEA, kami mengubah sistem pengujian dari fixed scope menjadi flexible scope dan bekerja sama dengan Komite Akreditasi Nasional agar semua pangan yang masuk ke Indonesia bisa mendapat akreditasi lokal setelah lewat pengujian sampel di laboratorium BPOM,” jelas Anny Sulistyowati, Apt, M.Si, Kepala Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM.
Dalam sidang ASEAN Food Testing Laboratory Committee (AFTLC) ke-5 di Yangon, Myanmar, 1-2 September 2014, Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional-BPOM direkomendasikan sebagai Laboratorium acuan di ASEAN untuk Bahan Tambahan. Pangan seperti pewarna, pengawet, pemanis dan antioksidan. “Pengujian dan standardisasi makanan yang datang dari luar akan menjadi penting melebihi pengujian produk biologi atau obat dan alat kesehatan karena kebutuhan makan jauh lebih luas ketimbang kebutuhan obat dan produk biologi yang lebih sempit,” ujar Anny.
Bahan Tambahan Pangan bermasalah itu biasanya berupa pewarna dan pemanis buatan pada jajanan sekolah, pengawet, boraks dalam bakso, formalin pada mi, residu pestisida di buah, dan sebagainya.
“Untuk mengenalinya, bisa dilihat apakah warna makanan tak merata, berbau menyengat atau warna terlalu mencolok, produk terlalu kenyal, dan meninggalkan rasa pahit untuk pewarna buatan,” jelas Anny.(f)