Trending Topic
Eksekusi Hukuman Mati Mengancam Korban Sindikat Narkoba

26 Jul 2016


Foto: Fotosearch

Akhir Juli ini, kabar tentang eksekusi hukuman mati kembali berembus. Sejak Minggu (24/7), MU, 42 tahun, wanita asal Sukoharjo, terpidana mati yang juga mantan pekerja migran dipindahkan dari Lapas Kelas II A Wanita Kota Tangerang, tempatnya ditahan sejak tahun 2004 ke Lapas Pulau Nusa Kambangan jelang eksekusi hukuman mati tahap 3. Di Lapas itu juga, dua terpidana mati yang berkewarganegaraan Australia, dieksekusi 29 April 2015. Tahun lalu, Indonesia telah melakukan eksekusi hukuman mati terhadap 14 orang baik WNI dan WNA yang tersangkut dalam kasus narkoba.

Perjalanan kasus MU sangat panjang. MU yang divonis pidana mati itu telah menghabiskan hampir 15 tahun di penjara. Wanita itu tertangkap di Bandara Soekarno Hatta sepulang liburan dari Nepal bersama kekasihnya pada 31 Oktober 2001. Saat itu, ditemukan 1,1 kg heroin yang disusupkan di dalam jahitan dinding dalam tas tangan titipan untuk kekasihnya, Jerry, yang menghilang jejaknya.

Menurut Adriana Venny, Komisioner Advokasi Internasional Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), di Jakarta hari ini (26/4), temuan dari pantauan kasus itu menunjukkan bahwa MU adalah korban perdagangan manusia dalam jaringan pengedaran narkotika internasional. “Umumnya, wanita yang terjebak menjadi korban sindikat narkoba berasal dari keluarga miskin dan memiliki pendidikan dan akses informasi terbatas, berusia muda, pernah menjadi korban KDRT, berstatus buruh migran, dan direkrut dengan modus serupa. Sebelumnya, para penjahat narkoba akan memanfaatkan kepolosan mereka. Mereka dipacari atau dinikahi, dan tanpa sadar mereka dimanfaatkan sebagai kurir narkoba.”

Ironisnya, wanita pekerja migran yang dijebak jadi kurir dan jadi perdagangan orang, baik secara proses, cara dan tujuan eksploitasi, kerap tidak dikenali aparat negara dan penegak hukum. MU adalah satu dari sejumlah perempuan korban yang justru diposisikan sebagai kriminal.

Untuk menyikapi rencana eksekusi tahap 3 ini, Komnas Perempuan memohon negara untuk mengkaji dan mempertimbangkan penundaan eksekusi, terutama kepada MU yang sedang mengajukan proses grasi akibat pemberitahuan penolakan Peninjauan Kembali (PK). Presiden juga hendaknya mempertimbangkan pemberian grasi bagi pada terpidana mati agar negara tidak melakukan kelalaian yang menghilangkan nyawa orang yang seharusnya dilindungi negara. Komnas Perempuan juga menyerukan negara untuk memperbaiki sistem investigasi dan penanganan wanita korban perdagangan orang yang dijebak dan ditipu untuk menjadi kurir narkoba.

“Ada pola ketimpangan relasi kuasa yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan narkoba untuk menjebak dan merekrut wanita-wanita miskin agar masuk dalam sindikat narkoba. Komnas Perempuan meminta agar aparat penegak hukum bisa mengenali pola itu dan menggunakan perspektif gender dalam upaya membongkar kasus narkoba,” papar Azriana, Ketua Komnas Perempuan. Upaya pemberantasan narkoba juga harus dilakukan dari hulu ke hilir. “Rata-rata wanita yang menjadi korban berasal dari keluarga miskin. Jadi, selain perbaikan sistem hukum, masalah kemiskinan juga harus dientaskan,” Azriana menambahkan. (f)


Topic

#HukumanMati

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?