Trending Topic
Digital Mengubah Dunia Kerja

21 Apr 2016


Foto: Fotosearch

Teknologi digital telah mengubah wajah dunia kerja di berbagai belahan dunia. Menurut data yang dilansir internetlivestats.com, hingga Mei 2015 ada 8,8 miliar video YouTube telah ditonton, 186 juta foto diunggah di Instagram, 152 juta panggilan dilakukan dengan Skype, 2,3 miliar GB lalu lintas situs, 803 juta tweet, 42 miliar pencarian lewat Google, 36 juta pembelian buku di Amazon, dan 207 miliar e-mail telah dikirimkan. Pada saat bersamaan, gadget juga laris ibarat kacang goreng. Keriuhan ini mendorong konsultan manajemen Accenture menguji hipotesis mereka tentang teknologi digital di dunia kerja: benarkah teknologi digital meningkatkan mobilitas kerja? Dan sudah optimalkah mereka memanfaatkan teknologi digital?
 
Faktanya, untuk menjadi fasih digital, seseorang juga harus mampu menggunakan perkembangan teknologi digital secara efektif dan etis untuk menambah pengetahuan, terkoneksi dengan lingkungan, dan mengembangkan diri. Teknologi digital yang dimaksud di sini bukan hanya penggunaan media sosial, melainkan penerapan teknologi digital di berbagai dimensi. Seperti penggunaan perangkat kolaborasi (webcam dan aplikasi pesan instan), aplikasi manajemen, kursus online, e-banking, mesin pencari, hingga keywords. 

Berangkat dari hal tersebut, riset Getting to Equal: How Digital is Helping Close the Gender Gap at Work yang dilakukan konsultan manajemen Accenture tahun 2016 secara global merangkum hasil survei daring terhadap 4.900 pria dan wanita dari 31 negara. Hasilnya, kefasihan digital ternyata belum rata menyentuh penggunanya di berbagai belahan dunia. Amerika Serikat, Belanda, Australia, Inggris, dan negara-negara Nordic secara keseluruhan memiliki nilai tertinggi untuk kefasihan digital. Sementara itu, Meksiko, Filipina, Indonesia, dan India harus ‘puas’ menjadi empat negara di peringkat terendah.

Padahal, jika kita perhatikan, negara-negara yang menduduki peringkat terendah itu termasuk yang ‘ramai’ di dunia digital. Indonesia misalnya, menjadi negara yang menyandang gelar ‘ibu kota media sosial’. Tak jauh berbeda dengan India, yang sejak 10 tahun terakhir ini mengalami lonjakan pengguna internet dari 10 juta menjadi 100 juta. Gambaran itu seakan menjadi bukti empiris bahwa rajin terhubung dengan media sosial tidak otomatis membuat seseorang menjadi optimal menggunakan teknologi digital.

Dari hasil riset  semua negara peserta juga ditemukan fakta bahwa nilai kefasihan digital pria lebih tinggi daripada wanita. Negara-negara Nordic atau Eropa Utara, Amerika Serikat, serta Inggris, menduduki peringkat atas. Namun, di negara yang kefasihan digital wanitanya tinggi, kesetaraan gender di tempat kerjanya juga cenderung tinggi, seperti wanita Belanda,

“Secara keseluruhan, hasil riset global menunjukkan bahwa wanita dan pria memiliki kefasihan digital yang tidak berbeda jauh. Tetapi, wanita lebih passionate terhadap hubungan sosial mereka. Sementara, kalau dari sudut pandang pekerjaan, pria lebih tekun mencari informasi terkini,” ungkap Neneng Goenadi, Country Managing Director Accenture Indonesia,

Meski berada di posisi terendah, uniknya, responden di Indonesia, India, Filipina, dan Meksiko tetap yakin bahwa teknologi digital dapat membantu mereka meningkatkan pendidikan dan pekerjaan. Selain itu, mereka juga percaya bahwa meski wanita masih tertinggal dari kaum pria dalam memanfaatkan teknologi digital, wanita  memiliki peluang besar untuk mengejar ketertinggalan tersebut. (f)
 


Topic

#wanitadandigital

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?