Trending Topic
Cara Meredam Ekstremisme di Indonesia

4 Aug 2017


Foto: Pixabay
 
Buku adalah jendela dunia. Buku juga diyakini bisa menjadi alat untuk meredam ekstremisme dan kekerasan yang semakin banyak terjadi di Indonesia.

“Sebenarnya, buku-buku bertema kontra ekstremisme banyak terdapat di Indonesia. Tetapi penyebarannya kurang tertib, kurang terstruktur, sehingga efeknya kurang terasa,” ujar Hairus Salim, Direktur Yayasan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS).

Ia memaparkan hal itu pada peluncuran buku Pengakuan Pejuang Khalifah karya Ed Husain, Para Perancang Jihad karya Diego Gambetta dan Steffen Hertog, serta Wajah Terlarang karya Latifa, Senin (31/07), di Ke;Kini Co-Working Space, Cikini, Jakarta.

Acara bedah buku hasil kerjasama LKiS dengan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) ini menghadirkan jurnalis Kompas Susi Ivvaty, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid, Ketua bidang advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Muhammad Isnur, dan program manager INFID Beka Ulung Apsara.

“Indonesia sedang mengalami transformasi sosial. Di dalamnya ada sikap religious exclusivity yang jika bergabung dengan jumlah mayoritas, bisa menumbuhkan rasa berkuasa yang besar,” ujar Alissa.

Buku yang menarik untuk dibaca dan berisikan fakta-fakta mengenai ekstremisme, ia yakini bisa menjadi salah satu medium untuk menyebarkan ide-ide kontra ekstremisme. Berikut tiga di antaranya.

1/ Buku Pengakuan Pejuang Khalifah, berjudul asli The Islamist (2007), mengisahkan pemuda yang bergabung dengan Hizbut Tahrir dan kelompok yang terafiliasi  dengan Jemaah Islamiyah yang akhirnya menyadari bahwa kekerasan yang ia lakukan bersama organisasinya itu salah.

2/ Buku Para Perancang Jihad, berjudul asli Engineers of Jihad (2016), memaparkan hasil riset dan analisa panjang mengenai alasan dan latar belakang pelaku jihad banyak berasal dari kalangan terdidik.

3/ Buku Wajah Terlarang, berjudul asli The Forbidden Face (2013), menceritakan kisah tentang pengalaman perempuan berusia 16 tahun yang berada di bawah kekuasaan rezim Taliban.

Menurut Alissa, riset-riset dan pengalaman yang dituangkan dalam buku ini sangat relevan dengan keadaan di Indonesia saat ini. “Saat ini Indonesia sedang di persimpangan, ke arah mana kita ingin menuju dan bagaimana kita bisa membalik arah intoleransi dan ekstremisme?” ujar Alissa.

Hal senada juga disampaikan Manajer Advokasi International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Beka Ulung Hapsara.

“Buku dan diskusi buku merupakan sebuah upaya kecil untuk mewujudkan kondisi damai dan saling menghormati di negara kita, sekaligus membangkitkan kembali budaya dialog dan membaca yang semakin lama semakin tergerus oleh internet dan media sosial.” (f)

Baca juga:
Belajar Berbeda, Beranikah Anda Bertukar Tempat dengan Kaum Minoritas?
Benarkah Agama Jadi Akar Masalah Utama Gesekan Minoritas VS Mayoritas?
Ini Cara Melebur Perbedaan Antara Kaum Minoritas dan Mayoritas


Topic

#Ekstremisme, #Buku

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?