Food Review
Kenyang di Pasar Mester

25 Jul 2011

Menelusuri Pasar Mester atau Pasar Jatinegara, seolah membawa kita ke zaman kolonial. Pasar ini memang sangat identik dengan kisah seorang pria asli Belanda, yang bernama Meester Cornelis. Sekitar tahun 1661, pria inilah yang membuka hutan jati di wilayah Jatinegara dan sekitarnya, sekaligus pemegang tampuk pimpinan di kawasan tersebut.

Jabatannya sebagai guru agama Kristen membuat Cornelis mendapat gelar ‘Meester’, yang artinya tuan guru. Sejak akhir abad ke-17, Meester Cornelis mulai menguasai tanah di kawasan hutan jati tersebut, hingga masyarakat sekitar pun memberinya nama Meester Cornelis, termasuk pasarnya, yang diberi nama Mester. Sedangkan nama Jatinegara --yang artinya adalah hutan jati-- mulai digunakan sejak masa pendudukan Jepang, sekitar tahun 1942.

Ternyata, kisah berdirinya pasar yang sudah cukup lama ini diikuti dengan berdirinya warung penjaja kuliner, yang boleh dibilang juga sudah berumur. Salah satunya adalah warung satai sederhana milik Bapak Kirmadi. “Warung satai ini sudah ada sejak tahun 1965,” cerita Mulyono, anak Kirmadi. Di warung ini, Anda bisa menikmati sederet menu dari bahan daging kambing, mulai dari gulai, tongseng, hingga satai kambing.

Gulai kambingnya menggunakan daging iga yang masih bertulang. Cita rasanya cukup gurih, dengan tekstur daging yang empuk. Jika tidak suka hidangan berkuah, silakan cicipi tongsengnya. Walau menggunakan bumbu yang sama, cita rasa tongseng lebih manis dari gulai. Hal ini boleh jadi karena penggunaan kecap manis di dalam tongseng.

Aroma asap sangat terasa di dalam setiap sajian yang ada di sini. Hal ini  dikarenakan penggunaan kayu bakar saat merebus dan memasak dagingnya. Selama bersantap di warung satai ini, Anda juga akan ditemani alunan musik keroncong yang tidak pernah berhenti dimainkan selama berjualan. Makanya, banyak orang mengenal warung ini sebagai Warung Satai Keroncong.

Selain gulai, tongseng, dan satai, Anda juga bisa menikmati bakso ikan isi buatan Ibu Meli, yang sudah berdagang sejak 40 tahun yang lalu. Sayangnya, untuk menu yang satu ini, Anda harus memesan terlebih dulu, dan tidak bisa disantap di tempat. Jadi, Anda harus membawanya pulang dan disantap di rumah. Jangan khawatir Anda akan repot memasak kuahnya. Karena, kuah dan sambalnya sudah tersedia untuk setiap porsi bakso.

Tekstur baksonya lembut, dengan cita rasa ikan tenggiri yang mantap. Isinya berupa daging ayam cincang. Cita rasa kuah kaldunya ringan di lidah. Namun, akan terasa mantap saat mengolaborasikannya dengan sambal. Hmm, perpaduan cita rasa gurih, manis, dan pedas yang pas di lidah. Walau hanya berjualan dari mulut ke mulut, Ibu Meli tidak pernah kehabisan order. Bayangkan saja, dalam 1 minggu, ia  bisa menghabiskan sekitar 50 kg daging ikan tenggiri untuk bakso buatannya.

Puas bersantap, saatnya membawa comro untuk oleh-oleh orang rumah. Tak kalah lama dengan yang lain, Terminal Comro milik Pak Ujang ini sudah mangkal di Gg. Sempit, Pasar Lama Jatinegara, sejak tahun 1970-an. Camilan ringan dari singkong, milik Pak Ujang ini memang selalu dicari. Karena, selain lezat, oncomnya terasa gurih dan pedas. “Namun, hati-hati dengan 'ranjau' (irisan cabai rawit) yang ada di dalam comro. Salah menggigit, lidah Anda akan terasa panas, karena kepedasan,” ujar Aminah, anak Pak Ujang.
        
Lokasi: Warung Satai Sederhana, Jl. Matraman Raya, Gg.Lele No.224, Telp: (021) 8508151; Bakso Ikan Ibu Meli: Jl. Jatinegara Timur I No.3A, Telp: (021) 8195429; Terminal Combro, Jl. Pasar Lama Selatan, Gg.Sempit, Telp: (021) 98180018. Harga *): Rp1.300 – Rp30.000 Jam buka: 08.00 – 21.00 Suasana: Warung-warung sederhana ala pasar, kenakan pakaian yang nyaman.

*) Harga dapat berubah sewaktu-waktu, cek sebelum bersantap.

BLI.
Foto: Dennie Ramon, BLI.



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?