Sex & Relationship
Kriteria Ideal Tidak Jadi Patokan Lagi Saat Bertemu Tambatan Hati

23 Feb 2017


Foto: 123RF


Kalau menengok catatan percintaan masa lalu, sepertinya banyak sekali kriteria Mr. Right yang kita cari. Tapi, begitu bertemu si dia yang berhasil memenangkan hati kita, ternyata yang kita butuhkan lebih sederhana dari daftar panjang kriteria tersebut. Mungkin hanya satu atau dua hal dari belasan kriteria pria ideal idaman kita. Atau bahkan sesuatu yang baru kita sadari setelah bersamanya. Bahkan, ada juga yang akhirnya menyadari bahwa ia membutuhkan karakter atau hal yang pada awalnya ia anggap menyebalkan. Bagaimana dengan Anda?
 
Riezkyah Hidayati (25), Marketing Executive, Jakarta
Cerewet Tanda Sayang
Kalau ditanya mau suami yang seperti apa, ada tiga kriteria utama yang jadi pegangan saya dalam mencari pasangan. Pertama, ia harus mengerti agama karena ia akan menjadi imam saya dan anak-anak kami kelak. Kedua, ia harus pintar karena saya senang mengobrol dan berdiskusi tentang banyak hal. Ketiga, ia harus punya masa depan.

Biasanya, yang jadi barometer pertama adalah kriteria kedua, karena akan menentukan sukses atau tidaknya tahap pendekatan kami. Kalau dari awal dia sudah tidak seru diajak ngobrol, buat apa lagi dijadikan pacar? Nah, setelah pacaran biasanya saya cukup penuntut dalam menyampaikan hal-hal dalam dirinya yang ingin saya ubah. Demikian pula ketika saya baru berpacaran dengan suami saya, Todi Rachma Riandi (28).

Misalnya, ketika saya memintanya untuk tidak bergaul dengan beberapa temannya. Alasannya, sih, logis. Saya tidak ingin kekasih saya terpengaruh kebiasaan buruk mereka. Tahu sendiri kan, bagaimana eratnya brotherhood dalam pertemanan para pria? Masalah ini pun sempat menjadi pemicu pertengkaran kami.

Hingga akhirnya, ketika ia menghadapi masalah, ia bisa melihat sendiri   mana  teman-temannya yang sejati dan mana yang bukan. Barulah ia memahami bahwa maksud saya melarang ia berteman dengan mereka itu demi kebaikannya sendiri.

Bisa dibilang, semua kriteria pria ideal saya ada di suami saya sekarang. Tapi, lucunya, ada satu hal yang sebelumnya paling saya hindari dari seorang pria yang kini justru membuat saya nyaman dengannya, yaitu cerewet. Jujur, saya paling sebal pria cerewet karena saya bukan tipe wanita penurut pada kekasih. Ha... ha... ha....

Tapi, seiring berkembangnya hubungan kami, saya akhirnya paham bahwa saya butuh pria yang bisa cerewet terhadap saya dengan tepat. Sikap cerewetnya ini bisa mengimbangi saya yang terkadang gampang marah dan membuat saya lebih dewasa. Kriteria plus ini pun melengkapi kualifikasinya sebagai suami dan membuat saya mantap menerima pinangannya.
 
Shandy Irwin Putri (33), Ibu Rumah Tangga, Bekasi
Cinta pada Pandangan Pertama
Lagu I Knew I Loved You Before I Met You milik Savage Garden sepertinya tepat menggambarkan isi hati saya terhadap pasangan. Ketika saya bertemu dengan suami saya, Bobby, untuk pertama kali, saya tahu bahwa he’s the one. Padahal, kami baru kelas 2 SMA waktu itu, he... he... he.... Bagaimana tidak, semua kriteria pria ideal yang saya cari, ada pada dia: bisa diajak diskusi, tidak menggurui, tidak membuat permasalahan  makin rumit, dan santun kepada orang tua. Meski begitu, bukan berarti tujuh tahun masa berpacaran kami berjalan mulus sempurna tanpa perjuangan.

Saya juga, seperti kebanyakan wanita,  ingin mendapatkan pria terbaik sesuai harapan. Jadi, ketika ada hal-hal dalam diri kekasih saya yang belum sreg di hati, saya pun berusaha mengubahnya. Salah satunya adalah dengan membuat dia jadi pria yang akrab dengan keluarga.

Tumbuh dalam keluarga yang mandiri, Bobby terbiasa melakukan banyak hal sendirian. Sementara keluarga saya menganut nilai kebersamaan dan kekeluargaan yang kuat. Jadi, waktu awal-awal pacaran, dia cemberut kalau diajak ke acara keluarga. Setelah lima tahun, baru, deh, dia bisa nyaman beramah-tamah dengan sanak saudara di acara keluarga.  

Kesannya, saya penuntut sekali, ya? Tapi, bukan hanya dia  yang berubah dalam hubungan kami. Dari sekian banyak kriteria pria ideal yang saya cari, ada satu yang ternyata selama ini luput dari perhatian saya, yaitu suportif. Mungkin saya terlalu sibuk mencari prince charming sehingga kurang memahami kebutuhan saya sendiri. Jika menyangkut kemampuan diri, ternyata saya bisa menjadi sangat pesimistis. Dulu, saya tidak menyadari kelemahan ini karena ada ayah yang selalu jadi penyemangat setia. Tapi, keadaan berubah setelah ayah saya meninggal dunia.

Kelemahan ini dan kebutuhan akan pasangan yang suportif baru saya sadari setelah bersama Bobby. Ia selalu membuat saya percaya diri bahwa saya bisa melakukan banyak hal. Dulu, ibu saya selalu bilang bahwa saya tidak akan bisa menyetir mobil sendiri karena penakut di jalanan. Akibatnya, saya takut nyopir sendiri. Tapi, Bobby dengan sabar mengajarkan dan meyakinkan bahwa saya pasti bisa. Saya tidak bisa membayangkan hidup bersama dengan pria lain selain dia.(f)
 


Topic

#pasanganideal

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?