Sex & Relationship
KDRT Masih Mengancam

22 Feb 2016


Beberapa bulan belakangan ini, Vinny bolak-balik harus dilarikan ke rumah sakit karena beberapa kali pingsan. “Kata teman-teman, saya tidak boleh jadi workaholic dan harus sering-sering pergi liburan. Mereka tidak tahu saja, kalau saya sudah mengungkit-ungkit liburan, suami saya murkanya seperti apa,” cerita Vinny.

Kekerasan ekonomi dan kekerasan berbentuk psikologis lainnya memiliki dampak psikis yang bisa berlarut-larut hingga jangka panjang. Banyak penderita kekerasan mental yang harus keluar masuk rumah sakit karena berbagai penyakit yang tidak jelas sumbernya. “Penyakit fisik ini biasanya menjadi pertanda bahwa mereka butuh pertolongan. Sayangnya, banyak orang yang menganggap kesehatan mental bukan sebagai prioritas dibandingkan kesehatan fisik,” ujar Livia Iskandar, psikolog dari Yayasan Pulih, menyayangkan.

Kekerasan ekonomi juga memiliki beberapa faktor kunci yang membuatnya tergolong dalam kekerasan. Yang paling utama adalah tidak adanya akses terhadap keuangan keluarga, terlepas dari betapa mewah gaya hidupnya. “Ini memang bukan perkara berapa banyak jumlah uangnya, tapi soal akses dan transparansi pengelolaan keuangan dalam keluarga. Idealnya, suami dan istri   memiliki suara yang sama dalam berbagai pengambilan keputusan, termasuk keputusan keuangan,” papar Livia.

Itulah sebabnya, pengetahuan dan kemandirian keuangan pasangan juga menjadi salah satu faktor dalam kekerasan ekonomi. Livia menjelaskan, mau berpendidikan tinggi dan berkarier profesional sekalipun, ketika menikah, seorang wanita meletakkan dirinya dalam posisi yang lebih rentan, apalagi ketika ia bergantung sepenuhnya kepada suami.(Baca: Catatan Tahunan Kekerasan). 

“Salah satu kasus paling ekstrem yang pernah saya temukan, ada seorang wanita yang memiliki posisi cukup tinggi di kantornya,  hanya bisa menikmati sebagian kecil dari gajinya karena sebagian besar dipakai untuk membiayai keluarga suaminya,” tutur Livia.
 
Mengapa hal ini bisa terjadi, karena dalam masyarakat kita masih ada wanita yang dididik untuk kurang asertif supaya tidak dianggap agresif. “Di lingkungan urban sekalipun, banyak sekali wanita dalam posisi ini yang tidak berkutik -(seperti yang dialami Vinny, dan lainnya)- karena mereka   tumbuh dan dididik menjadi seorang yang submisif. Ketika berhadapan dengan masalah keuangan dalam keluarga, ia memasrahkan dan menggantungkannya kepada sang suami, karena merasa tidak sanggup atau merasa itu bukan bagiannya   sebagai istri,” papar Livia.
  
 Ia juga menilai bahwa kemandirian keuangan bagi wanita memiliki arti yang luas dari sekadar punya penghasilan atau punya tabungan. Sebab, wanita yang mandiri secara finansial biasanya memiliki kendali tertentu dan bargaining power dalam hidupnya, yang membuatnya menjadi pribadi yang lebih solid dan percaya diri.

“Ketika seorang wanita tidak berdaya, ia tidak lagi terlihat menarik. Itu sebabnya, wanita perlu melakukan hal-hal lain di luar pekerjaan rumah tangga. Tidak penting apakah bentuknya hobi atau bisnis online yang menghasilkan sedikit uang, yang penting sekarang adalah aktualisasi diri,” kata Livia. Namun, kenyataannya kemandirian dan pengetahuan keuangan ini akan sangat berguna di masa depan. “Kalau tiba-tiba suami pergi, minta cerai, atau meninggal, kita tidak akan kebingungan,” kata Livia.(f)
 


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?