Sex & Relationship
Cerita Tentang Mertua Beda Bangsa

1 Oct 2016


Foto: 123RF
 
Tidak terbayang jika hal-hal sederhana dan sehari-hari, seperti mencuci piring atau menjemur pakaian, bisa menjadi hal yang berpotensi menimbulkan rasa tidak enak hati dan gesekan emosi. Tetapi, kenyataan inilah yang dihadapi dua sahabat femina ini saat berusaha meraih hati calon mertua mereka yang berbeda bangsa. Rangkaian kekonyolan bercampur frustrasi akibat gagal paham ini justru jadi pelajaran berharga tentang menerima perbedaan dan merayakannya. Selanjutnya, biarkan hati yang bicara….
 
ANANDA WIRASTRI, 35, KARYAWATI SWASTA
JANGAN SIBUK SENDIRI
Hubungan saya dan Harry (39) sudah memasuki usia 6 bulan saat akhirnya, untuk pertama kalinya, saya mengobrol dengan Maggie (80), calon mama mertua saya yang sudah menjanda. Perbincangan telepon antara Jakarta-Inggris dengan sambungan internet naik turun itu menjadi awal perkenalan yang sangat menantang!

Seketika kemampuan berbahasa Inggris saya jadi nol saat mendengar cerita panjang Maggie yang terdengar patah-patah, mirip sandi morse, karena gangguan sinyal internet. Setelah itu, gantian saya yang harus bicara dengan volume cukup keras, alias berteriak, karena di usianya kini, pendengaran Maggie tak setajam dulu.

Keinginan hati untuk mencitrakan diri sebagai calon menantu asal tanah Jawa yang lemah lembut, gagal sudah! Anehnya, selama di telepon, Maggie terdengar sangat senang. Caranya menutup obrolan selalu membuat hati saya hangat. “Stay healthy, don’t work too hard, and I love you both very much!”
Dalam dua tahun hubungan asmara saya dengan Harry, Maggie beberapa kali mengirim hadiah-hadiah kecil sebagai bentuk perhatiannya. Mulai dari buku puisi, buku resep, permen cokelat, dan beberapa atasan cantik. Hebatnya lagi, semua sesuai dengan hobi dan selera saya. Baju-baju kirimannya pun cocok dengan ukuran saya! Saya  justru jarang mengirimkan hadiah. Alasannya, karena biaya pengiriman ke luar negeri di Indonesia ini bisa lebih mahal daripada harga barangnya! Alasan yang memalukan!

Padahal, di usianya yang sudah senja saja Maggie mau melakukan hal lebih untuk membangun hubungannya dengan saya. Sejak saat itu, saya mulai menyisihkan dana untuk hadiah  Maggie. Saya ganti mengirimkan syal dan tas batik yang ongkos kirimnya ke Inggris mencapai harga Rp400.000! Tak apa, setidaknya ini bisa menjadi a token of love saya kepadanya.

Keinginan saya untuk menjadi calon menantu yang berbakti sering berakhir dengan berbagai kekonyolan. Hal itu terjadi saat saya dan Harry mengunjungi Maggie di Inggris selama tiga minggu. Saya heran sekali melihat Maggie mencuci piring dan gelas tanpa membilas busa sabun yang masih menempel. Setahu saya, sisa sabun cuci piring harus dibilas bersih dengan air mengalir karena bisa berbahaya. Apakah Maggie mengalami gejala kepikunan?

Seolah ingin mengingatkan Maggie cara yang benar, saya menawarkan diri untuk mencuci piring dan gelas. Tanpa merendam dulu di bak yang ditempatkan di bawah keran air, saya langsung mencuci dengan menuangkan sabun cair ke atas spons. Lalu membilasnya langsung di bawah keran yang terus mengalir. Melihat Maggie mengamati semuanya, saya yakin dia menangkap ‘pesan moral’ yang ingin saya sampaikan.

Pada kenyataannya, sayalah yang harus banyak belajar! Beberapa hari setelah itu, baru saya tahu bahwa di Inggris, sabun cuci yang dipakai adalah jenis biodegradable yang aman bahkan tanpa dibilas. Buktinya, di usia 80 tahun Maggie jarang sakit dan kuat beraktivitas mandiri. Merendam piring dan gelas kotor dalam air hangat yang telah dicampur sabun, tidak hanya merontokkan kotoran, tapi juga membunuh kuman.

“Di Indonesia, air pasti melimpah, ya? Di sini, air mahal sekali. Selain ramah lingkungan, cara ini bisa menghemat pengeluaran,” ujar Maggie, dengan lembut. Rasanya  saya ingin memasukkan wajah saya ke dalam koper karena malu. Tapi, senyum Maggie berhasil menenangkan. Dia maklum, bahwa beberapa hal dilakukan dengan berbeda di asal saya. Pendekatannya yang santun saat menjembatani perbedaan ini membuat saya banyak belajar.

Suatu kali, saya ingin menunjukkan keahlian saya di dapur. Keluarga mereka adalah keluarga vegetarian dan vegan, sementara saya tetap menjadi pemakan segala. Sekalian memperkenalkan bakso yang menjadi favorit di Indonesia, saya memasak bakso vegetarian. “Pakai saja bumbu dan peralatan memasak yang ada,” ujar Maggie. Mata saya langsung hijau melihat jajaran aneka bumbu dan rempah yang terpajang cantik di lemari dapur.

Dalam sekejap meja dapur penuh dengan bahan racikan saya. Kacaunya lagi, karena bumbu Indonesia tidak sama dengan bumbu-bumbu di negara Barat, kaldu bakso saya berubah sekental sup asparagus. Rupanya, bumbu kaldu bubuk vegetarian mereka ada pengentalnya. Pantas!

Lagi-lagi, Maggie dengan sopan tetap memuji masakan saya yang ajaib itu. “Wah, mengenyangkan sekali sup ini, ya, dan kaya rempah,” katanya, sambil bolak-balik mengelap keringat di wajahnya dengan tisu. Bagaimana tidak pedas, saya kebanyakan memasukkan merica hitam bubuk yang murni tanpa campuran. Melihat isi mangkuknya licin tandas, saya jadi lebih merasa bersalah….

Sejak saat itu saya berjanji pada diri sendiri untuk tidak terlalu keras berusaha menciptakan kesan baik, tapi membiarkan semuanya mengalir secara alami. Meluangkan lebih banyak waktu mengobrol dengan calon mertua daripada heboh sendiri, tentu lebih baik. Saya pakai sisa waktu yang ada untuk memperbaiki kesalahan. Saya menemaninya berbelanja ke supermarket sambil berjalan kaki dan mengobrol lebih dekat.

Daripada memasak yang aneh-aneh di dapur, kali ini saya hanya membuat toast dan the. Saya membuka-buka album foto lama keluarga, sambil mendengarkan cerita Maggie tentang kisah cintanya bersama almarhum suami dan masa kecil Harry. Saya juga bela-belain membaca update berita politik di Inggris. Sebab, di usianya yang senja, Maggie selalu update tentang peta perpolitikan di negaranya. Perbincangan politik selalu menjadi bahan obrolan seru dalam setiap acara kumpul-kumpul. Terlebih lagi, saat saya datang Inggris baru saja melakukan Brexit, keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Pulangnya, Maggie memberikan kalung emas berliontin hati dan gelang cantik vintage untuk saya. Menjadi pertanda baik, bahwa saya berhasil mendapat restunya.(f)


Topic

#mertuabedabangsa

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?